Apakah Tawasul Termasuk Bid'ah? Berikut Dalilnya

Daftar Isi
https://www.abusyuja.com/2019/11/apakah-tawasul-termasuk-bidah-berikut-dalilnya.html
Tawasul dalam tinjauan bahasa memiliki arti mendekatkan diri. Sedangkan menurut istilah, tawasul adalah pendekatan diri kepada Allah Subhanahu wa ta'ala dengan wasilah atau perantara, baik berupa amal saleh, nama dan sifat, ataupun zat dan derajat orang Saleh seperti para nabi, Wali dan lain Sebagainya.

Baca juga :

Diantara macam tawasul yang paling dipermasalahkan adalah tawasul dengan menyebut orang-orang soleh atau keistimewaan mereka di sisi Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Namun mayoritas ulama mengakui keabsahannya secara mutlak, baik pada saat orang-orang soleh tersebut masih hidup maupun ketika mereka sudah meninggal. Berikut ini beberapa bukti atau dalil Alquran, an-nas dan praktik tawasul para sahabat nabi untuk membuktikan bahwa tawasul merupakan perbuatan yang diperbolehkan.

1. Tawasul dalam firman Allah SWT QS. Al Maidah ayat 35

kata الْÙˆَسِيلَØ©َ yang secara bahasa berarti jalan atau perantara, Jika ditinjau dengan ilmu usul Fiqih termasuk dalam kategori kata umum, sehingga mencakup berbagai macam perantara. Kata الْÙˆَسِيلَØ©َ  ini memiliki arti setiap hal yang Allah jadikan sebagai sebab kedekatan kepada-Nya dan sebagai media dalam pemenuhan kebutuhan dari-Nya. Prinsip Sesuatu dapat dijadikan wasilah adalah sesuatu yang diberi kedudukan dan kemuliaan oleh Allah SWT. Karenanya wasilah yang dimaksud dalam ayat ini mencakup berbagai model wasilah, baik berupa para Nabi dan orang-orang soleh, baik sepanjang masa hidupnya ataupun setelah kematiannya. Atau-pun wasilah-wasilah lain, seperti Amal Soleh, derajat Agung para Nabi, Wali dan lain sebagainya.

2. Hadits tawasul sahabat buta kepada Nabi SAW

Dari Utsman bin Hanif ra. beliau pernah berkata : Aku mendengar Rasulullah SAW saat ada seorang laki-laki buta datang mengadukan matanya yang tidak berfungsi kepadanya, kemudian Ia berkata: Wahai Rasulullah SAW Aku tidak mempunyai pemandu dan sangat payah. Kemudian beliau bersabda : Pergilah ke tempat wudhu kemudian berwudhu, lalu Salat lah 2 rakaat kemudian berdoa.  : Ya Allah, aku memohon dan menghadap kepadamu dengan (menyebut) Nabi-Mu Muhammad SAW, Nabi pembawa Rahmat. Wahai Muhammad, sungguh aku menghadap kepada Tuhanmu dengan menyebut mu, Karenanya mataku bisa berfungsi kembali. Ya Allah Terimalah syafaat-nya bagiku, dan tolonglah diriku dalam kesembuhanku.

Usman berkata : Demi Allah, kami belum sempat berpisah dan berbincang, kami belum begitu lama sampai lelaki itu datang (ke tempat kami) dan sungguh seolah-olah ia tidak pernah buta sama sekali
(H.R Al Hakim, At-Tirmidzi dan Al Baihaqi. Shahih).

3. Tawassul yang diajarkan oleh sahabat Utsman bin Hunaif

Dari Abu Ja'far Al-Khathmi Al-Madani, dari Abu Umamah Bin Sahl bin Hunaif, dari pamannya Usman bin Hunaif, sungguh seorang laki-laki mendatangi Utsman bin Affan ra dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Lalu Utsman bin Affan tidak memperhatikan dan tidak memenuhi kebutuhannya. Beliau kemudian berjumlah Dengan Ibnu Hunaif dan mengadukan peristiwa itu padanya. Lalu Ibnu Hanif berkata kepadanya : Pergilah ke tempat wudu, berwudhulah, masuklah masjid salat sunah dua rakaat di dalamnya kemudian berdoalah : Ya Allah aku memohon dan mengharap kepadamu dengan (menyebut) Nabi Muhammad SAW, Nabi membawa rahmat. Wahai Muhammad, aku menghadap kepada Tuhanmu dengan (menyebut) mu, maka penuhilah kebutuhanku. Tenanglah sampai Aku istirahat bersamamu. Lalu orang itu pergi melaksanakan nasehat Ibnu Hunaif .

Kemudian beliau mendatangi Utsman bin Affan dan Sesampainya di pintu beliau disambut oleh penjaganya. lalu tangannya digandeng dan diantar menghadap Utsman, beliau dipersilakan duduk bersamanya di atas Permadani, Kemudian ditanya : Apa yang kamu butuhkan? Laki-laki itu kemudian menyebutkan kebutuhannya, lalu Usman memenuhinya.

Beliau berkata : Engkau belum pernah mengatakan kepadaku tentang kebutuhan mu sampai saat ini. Beliau (melanjutkan) berkata kepadanya : Apakah kamu masih mempunyai kebutuhan lain, maka silahkan anda sebutkan? Laki-laki itu kemudian pulang dan bertemu dengan Utsman bin Hunaif. Beliau berkata : Semoga Allah memberi balasan terbaik bagimu. Utsman bin Affan tidak memenuhi kebutuhanku dan memperhatikanku Sampai engkau membicarakan kebutuhanku kepadanya.

Usman bin Hunaif menjawab : Demi Allah, aku tidak berbicara padanya namun aku pernah bersama Rasulullah SAW dan beliau didatangi orang buta dan mengadukan kebutuhannya pada beliau. Kemudian Nabi berkata : Bersabarlah! Laki-laki itu menjawab : Wahai Rasulullah, aku tidak punya pemandu dan kerepotan. Nabi menjawab : Pergilah ke tempat wudhu, berwudhulah, lakukan salat dua rakaat kemudian berdoalah dengan doa-doa ini (yang Utsman bin Hunaif ajarkan kepada laki-laki itu). Lalu ibu Hunaif berkata : Demi Allah kami belum sempat berpisah dan berbincang, kami belum begitu lama sampai ia datang ke tempat kami, dan sungguh seolah-olah ia tidak pernah buta sama sekali. (HR. At-Thabrani)

Perawi Hadis ini (Usman bin Hunaif) telah mengajarkan tawasul kepada orang lain setelah Rasulullah SAW wafat. Andai tawasul kepada Rasulullah SAW dilarang atau bahkan dihukum Syirik, maka tidak mungkin seorang sahabat akan mengajarkan hal-hal yang menyimpang dari ajaran Rasulullah SAW karena ia hidup di kurun waktu terbaik, yaitu sebagai sahabat Nabi.

berpijak pada kisah ini, maka tawasul dengan menyebut pribadi orang Saleh pasca kematian hukumnya adalah diperbolehkan. Sehingga, tawasul kepada mereka baik yang sudah mati maupun pasca kematian-nya sama-sama dibenarkan oleh syariat.

Itulah tadi penjelasan mengenai dalil-dalil yang memperbolehkan kita bertawasul. Semoga apa yang kami sampaikan bermanfaat.