Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Zakat Perhiasan Menurut 4 Mazhab

Zakat Perhiasan_Zakat merupakan kewajiban yang harus ditunaikan oleh setiap umat Islam. Tetapi zakat tidak serta merta dihukumi wajib untuk setip orang, ada beberapa syarat atau ketentuan yang menjadi tolak ukur wajib dan tidaknya menunaikan zakat. Jadi apabila orang tersebut hartanya belum memenuhi syarat, maka tidak wajib baginya mengeluarkan zakat.
https://www.abusyuja.com/2019/11/zakat-perhiasan-menurut-4-mazhab.html
Contoh, si A menyimpan Emas 500 gram selama satu tahun. si B menyimpan Emas 800 gram selama 1 bulan. Lalu pertanyaannya, siapa yang berkewajiban membayar zakat? Jawabannya adalah si A, alasannya adalah Emas yang ia miliki sudah memenuhi syarat, yaitu kepemilikan selama setahun. Sedangkan si B meskipun Emasnya lebih banyak, tetap saja ia tidak berkewajiban membayar zakat karena Emas yang ia miliki baru berusia 1 bulan. Jika anda belum mengetahui syarat-syarat wajib zakat silahkan baca artikel di bawah ini.


Tetapi pada kesempatan kali ini, kita akan membahas mengani pandangan para imam madzhab terhadap zakat perhiasan. Kami juga sudah membuatkan artikel khusus mengenai zakat emas dan perak lengkap dengan penjelasan kadar, nisab dan cara menghitungnya.


Didalam kitab Al-Fiqh 'Ala Al-Madzahib Al-Arba'ah dijelaskan mengenai pandangan para ulama imam mazhab (mazhab 4) tentang zakat perhiasan. Berikut penjelasannya :

Zakat Perhiasan Menurut 4 Mazhab

1. Zakat Perhiasan Menurut Imam Maliki

Menurut Imam Maliki, Perhiasan yang boleh di pakai seperti gelang, kalung, anting bahkan gagang pedang dari emas yang digunakan untuk perang, semuanya tidak wajib dizakati, kecuali dalam keadaan-keadaan berikut :
  • Perhiasan tersebut rusak atau pecah dan tidak mungkin untuk diperbaiki seperti semula kecuali dengan cara mengecornya kembali.
  • Perhiasan tersebut pecah atau rusak dan bisa diperbaiki tanpa harus mengecornya, tetapi si pemilik perhiasan tersebut tidak ada niat untuk memperbaikinya.
  • Perhiasan tersebut disimpan sebagai persiapan barangkali sewaktu-waktu ada hal yang tidak diinginkan, jadi tidak untuk di pakai.
  • Perhiasan itu disimpan, sekalipun niatnya hendak diperbaiki sebagai milik istri atau anak perempuan umpamanya.
  • Disimpan dengan maksud akan dijadikan sebagai mahar (maskawin) bagi calon istri maupun menantu.
  • Ada niat untuk diperdagangkan.
Dalam keadaan-keadaan seperti di atas, perhiasan tetap wajib dikeluarkan zakatnya. Adapun perhiasan yang haram seperti bejana (wadah) yang terbuat dari emas, kekang kuda dari emas, wadah celak dari emas, maka mutlak wajib dizakati. 


Dan dalam zakat perhiasan, yang menjadi patokan nisab adalah bobotnya (berat), bukan harganya.

2. Zakat Perhiasan Menurut Imam Hanafi.

Sedangkan menurut mazhab Hanafi, perhiasan itu wajib dikeluarkan zakatnya baik itu milik seorang laki-laki maupun perempuan, baik emas tersebut sudah berbentuk cetakan maupun masih berupa lantakan, ataupun berbentuk wadah atau bentuk lainnya, semua wajib dizakati. Dan yang dijadikan patokan nisab adalah beratnya, bukan harganya.

3. Zakat Perhiasan Menurut Imam Hambali.

Sedangkan menurut mazhab Hambali, tidaklah wajib mengeluarkan zakat apabila perhiasan tersebut hendak dipakai atau dipinjamkan kepada orang kepada orang yang diperbolehkan memakainya. Adapun jika tujuannya tidak untuk dipakai, maka wajib baginya mengeluarkan zakat, dengan catatan perhiasan tersebut telah mencapai satu nisab.

Untuk perhiasan yang haram digunakan , wajib baginya mengeluarkan zakat, seperti halnya wadah-wadah yang terbuat dari emas maupun perak bila beratnya telah mencapai satu nisab.

Dan berikut ketentuan lainnya :
  • Apabila perhiasan itu pecah atau rusak, kalau masih bisa dipakai sekalipun pecah, hukumnya tetap seperti perhiasan yang masih utuh, yakni tidak wajib dizakati. 
  • Dan kalau tidak bisa dipakai lagi, sedangkan untuk memperbaikinya harus melalui proses pencairan ulang, maka wajib baginya mengeluarkan zakat.
  • Apabila kerusakan tersebut tidak memerlukan pencairan ulang, sedangkan pemiliknya memiliki niat untuk memperbaikinya kembali, maka tidak wajib baginya mengeluarkan zakat.

4. Zakat Perhiasan Menurut Imam Syafi'i

Menurut mazhab Syafi'i, perhiasan yang boleh dipakai tidaklah wajib dizakati, meskipun kepemilikannya telah mencapai setahun lebih. Sedangkan perhiasan haram seperti emas bagi laki-laki, dalam mazhab Syafi'i hukumnya wajib dizakati. Dan begitu pula perhiasan wanita yang berlebihan, seperti gelang kaki, apabila beratnya mencapai 200 Mitsqal (kurang lebih 1 kg), maka wajib baginya mengeluarkan zakat.

Jika anda masih asing tentang ukuran-ukuran seperti Mitsqal misalnya, kami telah membuatkan artikel khusus tentang ukuran-ukuran yang bayak sekali kita temukan di kitab fiqih. 


Untuk bejana dari emas dan perak, hukumnya wajib dizakati. Begitu juga dengan kalung perempuan yang terbuat dati emas, hukumnya wajib dizakati apabila tidak ada talinya, baik tali itu terbuat dari emas maupun tembaga. Tetapi untuk kalung yang bertali, tidaklah wajib dizakati.

Mengenai nisab perhiasan, seperti halnya mazhab lain, yang menjadi patokan pada mazhab ini adalah bobot atau berat perhiasan, bukan harganya. Dan apabila perhiasan tersebut pecah atau rusak, maka tidaklah wajib baginya menunaikan zakat apabila ada niat untuk memperbaikinya. Tetapi apabila tidak memungkinkan untuk diperbaiki kecuali dengan cara dicairkan ulang, maka zakat-pun kembali diwajibkan.

Itulah pembahasan mengenai Zakat Perhiasan Menurut 4 Mazhab. Semoga apa yang kami sampaikan bermanfaat. Wallahu A'lam.