Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Perjuangan NU Untuk Kemerdekaan Indonesia

https://www.abusyuja.com/2020/04/perjuangan-nu-untuk-kemerdekaan-indonesia.html
Abusyuja.com_Sejak kedatangan Belanda yang bertujuan menguasai Indonesia, ulama dan pemimpin Islam selalu berada di garda depan menentang dan melakukan perlawanan. Seperti halnya perlawanan yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro di Jawa, perlawanan Sultan Hasanuddin di Sulawesi, perlawanan Teuku Umar di Sumatera Utara, perlawanan oleh Pangeran Hidayat di Banjarmasin, dan perlawanan yang dimontori oleh para ulama di daerah-daerah lain.

Baca juga:

Para ulama sadar, perlawanan terhadap Belanda tidak akan menghasilkan hasil yang maksimal jika hanya dilakukan dengan perlawanan fisik, sebab peralatan kalah canggih dan sering Belanda memecah-belah kekuatan pejuang dengan cara licik, maka ulama berusaha menjalankan taktik baru, yakni dengan memusatkan terhadap kader pendidikan pejuang tangguh dan teguh pendirian supaya tidak mau diajak kerjasama oleh Belanda.

Selain itu, ulama pemimpin pejuang menyadari, bahwa metode perlawanan kepada penjajah dari perang fisik dan tidak terorganisir harus diubah dengan gerakan perlawanan melalui saluran organisasi yang teratur. Dari perubahan metode perjuangan yang dimotori ulama ini, muncul organisasi-organisasi perjuangan seperti Budi Utomo, Syarikat Islam, dan lain-lain.

Sebelum NU lahir, KH. Wahab Hasbullah bersama KH. Mas Manshur merintis organisasi pendidikan bernama Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada tahun 1914 M. Pada tahun 1918, KH. Abdul Wahab Hasbullah bersama dengan KH. Ahmad Dahlan dari Kebondalem Surabaya mendirikan Tasywirul Afkar (Potret Pemikiran). Adapun Nahdlatul Watahan lebih banyak bergerak di bidang pendidikan Islam, pembentukan kader dan pembinaan mubaligh atau juru dakwah dalam rangka menumbuhkan jiwa Nasionalisme sebagai upaya untuk memperkuat perjuangan melawan penjajah.

Kegiatan organisasi ini berpusat di gedung yang beralamat di Kawatan Gg. IV Surabaya. Sedangkan Tasiwul Afkar (Ekspresi Pemikiran) yang lebih banyak mengadakan diskusi-diskusi keagamaan dan sosial kemasyarakatan. Khususnya isu-isu seputar ijtihad dan taqlid yang menjadi persoalan perbedaan antara kelompok pesantren dan modernis. Anggota kelompok ini terdiri dari ulama muda. Bertempat di Ampel Suci  (Wilayah Masjid Ampel Surabaya).

Selanjutnya, dalam pimpinan Nahdlatul Wathan terdapat perbedaan terkait paham keagamaan, yakni KH. Wahab Hasbullah memilih dan membela sistem bermazhab, sedangkan Mas Manshur memilih jalur Islam modernis yang anti mazhab.

Akhirnya, Mas Manshur memilih berpisah dari KH. Wahab Hasbullah dan masuk ke Muhammadiyah, lalu KH. Abdul Wahab Hasbullah menunjuk KH. Mas Alwi Abdul Aziz menjadi kepala sekolah Nahdlatul Ulama sebagai pengganti Mas Manshur.

Pasca keluarnya Mas Manshur, Kyai Wahab mengembangkan Nahdlatul Wathan ke berbagai daerah. Bersama KH. Mas Alwi, Kyai Wahab Hasbullah membentuk cabang-cabang baru Nahdlatul Wathan, di antaranya yaitu:
  1. Akhul Wathan di Semarang
  2. Far'ul Wathan di Gresik
  3. Hidayatul Wathan di Jombang
  4. Far'ul Wathan di Malang
  5. Ahlul Wathan di Wonokromo
  6. Khitabatul Wathan di Pacarkeling
  7. Hidayatul Wathan di Jagalang
Semua nama cabang mencantumkan nama "Wathan". Hal ini menunjukkan bahwa madrasah memiliki misi tertentu yakni membangun semangat cinta tanah air.

Aktivitas KH. Wahab Hasbullah di atas menunjukkan semangat kebangsaan yang intinya terwujud dalam pembentukan Nahdlatul Ulama. Keterlibatan KH. Wahab Hasbullah di berbagai organisasi, diantaranya, Syarikat Islam (SI), Nahdlatul Wathan, Tasywirul Afkar dan lainnya, ini tidak lepas kerangka tujuan utamanya adalah membangun semangat kebangsaan.

Hal tersebut ditegaskan oleh KH. Wahab Hasbullah saat menjawab pertanyaan KH. Abdul Halim setelah undangan pertemuan ulama untuk membicarakan delegasi Komite Hijaz diedarkan. KH. Abdul Halim menanyakan kepada KH. Wahab Hasbullah mengenai rencana pembentukan organisasi ulama itu.

"Apakah rencana pembentukan organisasi ulama itu mengandung tujuan menuntut kemerdekaan?" Tanya KH. Abdul Halim.

Kyai Wahab menjawab, "Tentu, itu syarat nomor satu, umat Islam menuju ke jalan itu. Umat Islam tidak leluasa sebelum negara kita merdeka."

Kyai Halim bertanya lagi, "Apakah usaha macam begini dapat menuntut kemerdekaan?"

"Ini bisa menghancurkan bangunan perang. Kita jangan putus asa. Kita harus yakin tercapai negeri merdeka." Tegas Kyai Wahab.

Walhasil, kelahiran NU selain karena faktor mempertahankan ajaran agama Islam Ahlussunnah Wal Jamaah, juga dilatarbelakangi semangat kebangsaan para ulama untuk merebut kemerdekaan bangsa dari penindasan penjajah.