Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hukum Menerima Upah Mengajar Al-Qur'an dan Ilmu Agama

https://www.abusyuja.com/2020/08/hukum-menerima-upah-mengajar-al-quran.html
Abusyuja.com_Pak Eko adalah orang terdidik jebolan pondok pesantren. Ia berniat untuk mendirikan sanggar ngaji di kampungnya. Di sanggar tersebut, ia mengajar ngaji anak-anak, mulai dari Iqra', Juz "Amma sampai ke jenjang Al-Qur'an. Selain mengajar ngaji, Pak Eko juga mengajar tentang ilmu-ilmu Agama, mulai dari Fiqih, Nahwu, Shorof, Bahasa Arab, dan lain-lain.

Pak Eko pun mencurahkan sebagian besar waktunya untuk mengajar, mengajar dan mengajar. Tetapi lama-kelamaan, pekerjaan utamanya jadi keteteran hingga akhirnya ia pasrahkan semuanya kepada Allah. Berhubung biaya listrik dan kapur tulis menghampirinya tiap awal bulan, ia memutuskan untuk memungut biaya dari setiap anak-anak yang belajar di sanggar tersebut. (Bukan kisah nyata, hanya untuk contoh)

Bolehkan memungut upah mengajar Al-Qur'an dan ilmu-ilmu agama sebagaimana yang telah diterapkan pak Eko?

Allah Swt. berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ 

"Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang Kami turunkan berupa keterangan-keterangan yang (jelas)." (QS. Al-Baqarah: 159)

Bahwasanya tidaklah boleh memungut upah atau mengambil gaji dalam mengajarkan Al-Qur'an atau mengajarkan ilmu-ilmu agama. Karena ayat tersebut mengandung arti perintah agar kita harus bisa melahirkan ilmu (lewat mengajar) dengan cara menyebarluaskan, bukan malah merahasiakannya. 

Dalam hal ini, seseorang tidak boleh memperoleh upah suatu pekerjaan yang memang telah menjadi kewajibannya. Kewajiban pak Eko sebagai orang yang berilmu adalah mengajarkan ilmunya, bukan merahasiakan ilmunya.

Contoh lain, Pak Eko meminta upah kepada orang tuanya ketika ia melaksanakan shalat. Hal ini haram hukumnya (mengambil upahnya), karena shalat merupakan ibadah wajib baginya, serta ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Tapi...

Ketika mengetahui hukum di atas, pastilah pak Eko akan merasa terbebani. Tenaga yang ia keluarkan tidak menghasilkan apapun kecuali pahala yang bisa ia panen kelak. Lalu, apakah hukum ini masih relevan apabila diterapkan di zaman sekarang?

Menurut ulama mutaakhirin, hukum tersebut tentu saja akan berubah. Apabila kita menerapkannya pada masa sekarang, tentu saja hukum tersebut sudah tidak relevan lagi. Di zaman sekarang, manusia sudah tidak lagi memperhatikan urusan "pengajaran" nilai-nilai agama. Kebanyakan dari mereka lebih disibukkan dengan urusan duniawi.

Jika dibiarkan, orang-orang seperti pak Eko ini akan ikut arus pula ke arah duniawi yang lebih memberikan janji kemaslahatan hidupnya, dan alhasil, Islam akan kehilangan generasi seperti pak Eko akan terputus.

Bisa saja ia berfikir seperti ini, "Kalau aku terus menerus mengajar agama tanpa upah, bagaimana kelak anak dan istriku makan? Mending aku cari kerja dengan penghasilan yang jelas."

Bukanlah sangat logis apabila ia berfikir demikian? 

Hal ini penting kami sampaikan karena substansi dari permasalahan ini adalah tentang "kemaslahatan" seorang guru agama dan guru ngaji yang posisinya di zaman sekarang sudah dianaktirikan (diperlakukan secara tidak adil).

Menimbang dari kasus tersebut, para ulama mutaakhirin membuat kesimpulan bahwa hukum menerima upah atau memungut uang mengajar bagi seorang guru Al-Qur'an atau guru agama adalah boleh. Bahkan ada yang mengatakan "wajib" apabila itu merupakan satu-satunya pekerjaannya.

Dengan memanfaatkan uang upah mengajar, pak Eko tentu saja dapat membayar listrik sanggarnya, membeli kapur atau sepidol, membeli paket data untuk kebutuhan syairnya di media sosial, serta dapat digunakan untuk keperluan sehari-harinya. Inilah yang dimaksud dengan maslahat.

Mereka juga berhak mengumpulkan waqaf-waqaf sebagai sarana syiar Islam dan memelihara Al-Qur'an dan ilmu-ilmu agama.

Penalaran secara fiqih yang sangat detail ini memuliakan sekaligus mengangkat derajat ilmu dimata ibadah. Ini merupakan penalaran yang sangat patut dihargai. Dengan memikirkan kemaslahatan guru-guru agama, secara otomatis kita juga ikut serta dalam merawat ilmu-ilmu agam itu sendiri. Sebab, yang menjembatani anak-anak generasi kita dengan ilmu-ilmu agama "hanyalah" guru agama, bukan guru sekolah umum, apalagi pemerintah.

Itulah Hukum Menerima Upah Mengajar Al-Qur'an dan Ilmu Agama. Wallahu A'lam