Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Awas! Bahaya Menimbun Makanan untuk Dijual Mahal

https://www.abusyuja.com/2020/08/menimbun-makanan-untuk-dijual-mahal.html
Rasulullah Saw. pernah bersabda, "Barangsiapa yang menimbun bahan makanan selama 40 hari, maka ia akan terlepas dari (rahmat) dan Allah melepaskan diri darinya." Andaikan seseorang tahu, seberapa pentingkah rahmat Allah itu, niscaya ia tidak akan pernah mau menimbun makanan demi kepentingan dirinya sendiri.

Tanpa rahmat Allah, seseorang akan terjamin masuk neraka. Tanpa rahmat Allah, amal ibadah yang sudah selama ini ia lakukan tidak akan ada artinya.Maka, jangan harap orang tersebut bisa menginjakkan kakinya di surga. Jangankan melihat, mencium baunya pun tidak akan mungkin.

Rasulullah Saw. pernah bersabda, "Orang yang mendatangkan bahan makanan itu diberi rezeki (yang banyak). Sedangkan orang yang menimbun bahan makanan itu akan dikutuk."

Yang dimaksud dengan orang yang mendatangkan bahan makanan adalah orang yang membeli bahan makanan dari tempat lain, kemudian ia membawa ke tempat di mana mereka tinggal lantas dijual dengan segera. Dalam contoh ini adalah pedagang. Dagang merupakan mata pencaharian yang sangat disukai Rasulullah. Sebab, selain terjamin kehalalannya, dagang juga mempermudah orang-orang untuk memenuhi kebutuhannya, atau mendekatkan mereka dengan kebutuhannya.

Dan orang yang mau melakukannya akan dikaruniai rezeki yang banyak, karena orang-orang di sekitarnya dapat memperoleh manfaat atas usahanya itu, maka ia mendapatkan berkah doa kaum muslimin.

Sedangkan orang-orang yang menimbun bahan makanan dengan maksud supaya harganya menjadi mahal, maka ia dikutuk karena merugikan orang banyak. Di Indonesia sendiri praktek seperti ini telah banyak terjadi, khususnya ketika memasuki bulan suci ramadhan, atau pada masa paceklik bahan pangan. Banyak dari mereka yang menimbunnya agar terkesan bahwa barang tersebut langka dan layak untuk dijual mahal.

Al-Faqih menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan menimbun bahan makanan adalah, apabila seseorang memborong bahan makanan di daerahnya lantas ia menimbunnya, tidak mau menjualnya lagi, sehingga orang banyak sangat membutuhkannya. Itulah penimbunan bahan makanan yang dilarang.

Sedangkan apabila seseorang membeli bahan makanan di daerah lain, maka itu bukan dikategorikan penimbunan, namun sekiranya orang-orang di sekitarnya membutuhkannya, maka alangkah baiknya jika ia menjualnya.

Jika ia tidak mau menjualnya, berarti ia telah melakukan perbuatan yang tercela, karena dilandasi itikad yang tidak baik dan tidak merasa kasihan kepada sesama kaum muslimin. Dalam hukum islam, orang tersebut berhak dipaksa untuk menjualnya. Apabila ia masih mengelak, ia berhak dijatuhi hukuman. 

Disebutkan dalam sebuah hadis, bahwasanya ada seorang ahli ibadah dari kalangan Bani Israil, di mana ia bekerja pada bukit pasir, kemudian ia berkata di dalam hati, "Seandainya bukit pasir itu menjadi tepung, maka aku akan membagi-bagikannya ke semua orang Bani Israil, sehingga mereka merasa kenyang, tidak berada dalam kelaparan yang kini sedang menimpa mereka." 

Kemudian Allah Ta'ala berfirman, "Katakanlah kepada Fulan (orang yang berkata tersebut), 'Sesungguhnya Allah telah menetapkan pahala untukmu pahala sebagaimana apa yang kamu katakan, yaitu seandainya bukit pasir itu menjadi tepung, maka kamu akan menyedekahkannya." Jadi, dengan niat itu ia mendapatkan pahala sebanyak yang ia niatkan. Oleh karena itu, setiap muslim hendaknya merasa sayang, belas kasihan kepada segenap kaum muslimin.'"

Orang yang menimbun makanan, kelak di akhirat tidak akan mendapatkan rahmat. Padahal, rahmat dan kasih sayang Allah adalah kunci dari surga itu sendiri. Maka dari itu, janganlah sekali-kali menimbun bahan makanan untuk dijual kembali dengan harga mahal. Sebab, hal itulah yang akan mengutuk nasibnya, serta Allah tidak akan pernah memberikan rahmat untuknya. Wallahu A'lam