Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Shalat di Masjid yang Dibangun Dari Uang Haram

Apakah sah shalat di Masjid yang didirikan menggunakan uang haram? Secara hukum syariat, apabila tempatnya suci, badannya suci, serta memenuhi syarat sahnya shalat, maka shalatnya dihukumi sah, tetapi haram dan tidak mendapat pahala shalatnya.

https://www.abusyuja.com/2020/08/shalat-di-masjid-yang-dibangun-dengan-uang-haram.html

Dalam kasus lain hukum seperti ini juga berlaku, yaitu tentang air yang suci mensucikan tetapi haram untuk digunakan, seperti air hasil curian (atau air ghasab) yang digunakan untuk wudhu. Meskipun secara syariat sah digunakan dan sah wudhunya, tetapi haram hukumnya dan ia akan mendapatkan dosa.

Adapun masjid yang dibangun di atas tanah ghasab, atau tanah milik orang lain tanpa izin apapun kepada pemiliknya, atau menggunakan material ghasab seperti kayu dari masjid lain (tanpa izin), atau milik orang tertentu, maka hukumnya haram dan tidak boleh masjid tersebut dimanfaatkan, baik untuk shalat jamaah maktubah (5 waktu) maupun shalat jumat.

Dan seandainya ada imam yang shalat di masjid tersebut, maka si makmum hendaknya shalat di belakang imam tetapi di luar masjid. Sebab shalat di atas tanah ghasab dapat menggugurkan kewajiban, tetapi mendapatkan dosa. Oleh sebab itu, kita tetap diperbolehkan berjamaah dengan imam yang shalatnya di atas tanah ghasab, tetapi posisi kita tetap diluar masjid atau di area tanah yang tidak berstatus ghasab.

Rasulullah Saw. pernah bersabda, "Barangsiapa membeli baju seharga sepuluh dirham, satu dirham diantaranya adalah uang haram, maka Allah Swt. tidak akan menerima shalatnya selama ia masih memakai baju tersebut."

Penggunaan unsur-unsur haram dalam masalah ibadah merupakan satu hal penting dan wajib kita perhatikan. Mulai dari uang yang kita miliki, kemudian pakaian yang kita kenakan, apakah berasal dari uang halal atau haram. Kemudian air wudhu yang kita gunakan, apakah itu milik kita sendiri atau disediakan untuk umum, atau mungkin itu milik pribadi orang lain yang mengharuskan kita izin terlebih dahulu sebelum memanfaatkan.

Dan yang terakhir soal tempat shalat. Apakah sucinya masuk kriteria syariat atau tidak. Kemudian seluk beluk masjid tersebut, apakah material bangunannya dan tanahnya memiliki unsur keharaman atau tidak. Dan sebagainya.

Tetapi secara fiqih, kita tidak diwajibkan harus mengetahui seluk beluk dari bangunan masjid yang kita tempati, apakah memiliki unsur keharaman atau tidak. Yang menjadi titik poin disini adalah berita yang berlaku di masyarakat soal kabar-kabar mengenai ke-kontroversi-an masjid tersebut, serta dibenarkan oleh beberapa bukti yang dikemukakan oleh orang-orang yang adil. Wallahu A'lam

Sumber hukum:

  • Ihya Ulumuddin Jilid II, hal. 193-194
  • Fathul Mu'in jilid I, hal. 227
  • Is'ad al-Rafiq Juz I, hal. 87