Surat An-Nisa' ayat 29 Arab, Latin dan Artinya

Daftar Isi
https://www.abusyuja.com/2020/08/surat-an-nisa-arab-latin-terjemah.html

Abusyuja.com_Berikut Qur’an surat An-Nisa’ ayat 29 arab, latin, terjemah lengkap dengan tafsir dan penjelasannya:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوَٰلَكُم بَيْنَكُم بِٱلْبَٰطِلِ إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَٰرَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

Yā ayyuhallażīna āmanụ lā ta`kulū amwālakum bainakum bil-bāṭili illā an takụna tijāratan 'an tarāḍim mingkum, wa lā taqtulū anfusakum, innallāha kāna bikum raḥīmā

Artinya, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kalian. Dan janganlah kalian membunuh diri kalian, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepada kalian.”

Apa salahnya beriman kepada Allah Swt., serta menafkahkan sebagian rezeki yang diberikan Allah kepada orang-orang yang membutuhkan? Artinya, apa bencana dan kerugiannya bagi mereka?

Pertanyaan diatas merupakan sanggahan untuk mereka yang enggan memberikan sebagian hartanya untuk orang-orang yang membutuhkan. Padahal, Allah dengan tegas memberikan penjelasan tentang keistimewaan bagi mereka saja yang mau memberi kepada sesama saudaranya sendiri (sesama Muslim).

Tafsir surat An-Nisa’ ayat 29

Allah Swt. melarang makhluk-Nya untuk memakan harta sebagian dari mereka atas sebagian yang lain dengan cara yang batil. Maksudnya adalah melakukan usaha-usaha yang tidak diakui oleh syariat, seperti dengan cara judi, riba, tipuan, dan lain sebagainya.

Tafsir dari :

 يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوَٰلَكُم بَيْنَكُم بِٱلْبَٰطِلِ

Ibnu Abbas pernah menceritakan tentang dua laki-laki yang sedang bernegosiasi. Laki-laki pertama mengatakan, “Jika aku tertarik, maka aku akan mengambilnya, dan jika aku tidak tertarik, maka aku akan kembalikan (barang berikut) dengan satu dirham.” 

Ibnu Abbas mengatakan bahwa inilah yang disebutkan oleh Allah Swt. di dalam firman-Nya yang berbunyi, “Hai orang-orang yang beriman. Janganlah kamu saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang batil.” (QS. An-Nisa’ ayat 29)

Ibnu Abu Hatim mengatakan. telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Harb Al-Musalli, telah menceritakan kepada kami lbnul Futlail, dari Daud Al-Aidi, dari Amir, dari Alqamah, dari Abdullah sehubungan dengan ayat ini, bahwa ayat ini muhkamah, tidak dimansukh dan tidak akan dimansukh sampai hari kiamat.

Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ketika Allah Swt. menurunkan firman-Nya, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang batil.” (QS. An-Nisa’ ayat 29)

Maka kaum muslim berkata, "Sesungguhnya Allah telah melarang kita memakan harta sesama kita dengan cara yang batil, sedangkan makanan adalah harta kita yang paling utama. Maka tidak halal bagi seorang pun di antara kita memakan pada (harta) orang lain, bagaimanakah nasib orang lain (yang tidak mampu)?" Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya, “Tidak ada dosa atas orang-orang tuna netra. (QS. Al-Fath: 17), hingga akhir ayat.

Tafsir dari: 

إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَٰرَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ ۚ

“Kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kalian.”
Lafaz “tijaratan” bisa juga dibaca “tijaratun”. Ungkapan ini adalah bentuk istisna (pengecualian) munqati'. Seakan-akan dikatakan, “Janganlah kalian mendirikan atau menjalankan usaha yang dapat menyebabkan unsur haram di dalamnya, tetapi berniagalah sebagaimana ketentuan yang telah dibuat dan diakui oleh syariat, yaitu perniagaan yang dilakukan atas dasar suka sama suka diantara kedua belah pihak, baik pihak pembeli maupun pihak penjual, dan carilah keuntungan dengan cara yang dibenarkan oleh syariat.”

Berangkat dari pengertian ayat ini, Imam Syafi’i menyimpulkan dalil yang mengatakan tidak sah jual beli itu kecuali dengan serah terima secara lafzi (qabul), karena hal ini merupakan bukti yang menunjukkan adanya suka sama suka sesuai dengan makna nas ayat. Lain halnya dengan jual beli secara mu'atah, hal ini tidak menunjukkan adanya saling suka sama suka, adanya sighat ijab qabul itu merupakan suatu keharusan dalam jual beli.

Tetapi jumhur ulama berbeda pendapat mengenai hal ini. Mereka mengatakan bahwa, sebagaimana ucapan itu merupakan petunjuk adanya suka sama suka. Begitu pula dengan perbuatan, ia dapat menunjukkan kepastian adanya suka sama suka dalam kondisi tertentu. Hal ini juga sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh mazhab-mazhab lain seperti Imam Maliki, Hanafi dan Imam Ahmad. Mereka membenarkan keabsahan jual beli secara mut’ah (secara mutlak)

Di antara mereka ada yang berpendapat bahwa jual beli mu'atah hanya sah dilakukan terhadap hal-hal yang kecil dan terhadap hal-hal yang dianggap oleh kebanyakan orang sebagai jual beli. Tetapi pendapat ini adalah pandangan hati-hati dari sebagian ulama ahli tahqiq dari kalangan mazhab Syafii.

Mujahid mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kalian. (QS. An-Nisa’: 29) Baik berupa jual beli atau yang diberikan dari seseorang kepada orang lain. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. 

Maimun ibnu Mihran menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda,

الْبَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ وَالْخِيَارُ بَعْدَ الصَّفْقَةِ، وَلَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَغُشَّ مُسْلِمًا

Artinya, “Jual beli harus dengan suka sama suka, dan khiyar adalah sesudah transaksi, dan tidak halal bagi seorang muslim menipu muslim lainnya.”

Tafsir dari:

وَلَا تَقْتُلُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

Dari Abdur Rahman ibnu Jubair, dari Amr ibnul As r.a. yang menceritakan bahwa ketika Nabi Saw. mengutusnya dalam Perang Zatus Salasil, di suatu malam yang sangat dingin ia bermimpi mengeluarkan air mani. Ia merasa khawatir bila mandi jinabah, nanti ia akan binasa (karena suhu dinginnya). Akhirnya ia terpaksa bertayamum, lalu salat Subuh bersama teman-temannya. 

Amr ibnul As melanjutkan kisahnya, "Ketika kami kembali kepada Rasulullah Saw., maka aku ceritakan hal tersebut kepadanya. Beliau bersabda, 'Hai Amr, apakah kamu salat dengan teman-temanmu, sedangkan kamu mempunyai jinabah?'. Aku (Amr) menjawab, 'Wahai Rasulullah Saw., sesungguhnya aku bermimpi mengeluarkan air mani di suatu malam yang sangat dingin, hingga aku merasa khawatir bila mandi akan membahayakan tubuhku, kemudian aku teringat kepada firman Allah Swt. yang mengatakan: Dan janganlah kalian  membunuh diri kalian,  sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepada kalian. (QS. An-Nisa’: 29) Karena itu, lalu aku bertayamum dan salat.' Maka Rasulullah Saw tertawa dan tidak mengatakan sepatah kata pun."

Dari Ibnu Abbas ra., bahwa Amr ibnul As pernah salat menjadi imam orang-orang banyak dalam keadaan mempunyai jinabah. Ketika mereka datang kepada Rasulullah Saw., lalu mereka menceritakan kepadanya hal tersebut. Rasulullah Saw. memanggil Amr dan menanyakan hal itu kepadanya. Maka Amr ibnul As menjawab, "Wahai Rasulullah, aku merasa khawatir cuaca yang sangat dingin akan membunuhku (bila aku mandi jinabah), sedangkan Allah Swt. telah berfirman: 'Dan janganlah kalian membunuh diri kalian' (QS. An-Nisa’: 29), hingga akhir ayat." Maka Rasulullah Saw. diam, membiarkan Amr ibnul As.

Dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
“Barang siapa yang membunuh dirinya sendiri dengan sebuah besi, maka besi itu akan berada di tangannya yang dipakainya untuk menusuki perutnya kelak di hari kiamat di dalam neraka Jahannam dalam keadaan kekal di dalamnya untuk selama-lamanya. Dan barang siapa yang membunuh dirinya sendiri dengan racun, maka racun itu berada di tangannya untuk ia teguki di dalam neraka Jahannam dalam keadaan kekal di dalamnya untuk selama-lamanya.”