Kapan Suatu Akad Dikatakan Berakhir?

Daftar Isi

https://www.abusyuja.com/2020/09/kapan-suatu-akad-dikatakan-berakhir.html
Kapan suatu akad dikatakan berakhir? Suatu akad akan dipandang berakhir apabila telah tercapai tujuannya. Dalam akad jual beli misalnya, akad dipandang telah berakhir apabila barang telah berpindah hak milik kepada pembeli dan harganya telah menjadi milik penjual. Contoh lain, dalam akad gadai, akad dikatakan berakhir apabila utang telah terbayar.

Selain telah tercapai tujuannya, akad dipandang berakhir apabila terjadi fasakh (kerusakan) atau pembatalan. Lalu, apa penyebab dari pembatalan akad? Berikut alasan-alasannya.

Pertama, karena memang ingin dibatalkan. Mungkin saja si pembeli memiliki asalan tersendiri mengapa lebih memilih membatalkan transaksi daripada meneruskannya. Atau mungkin rusaknya karena disebabkan bertentangan dengan hukum syara' itu sendiri, seperti jual beli yang memiliki unsur gharar (penipuan).

Kedua, batal karena khiyar. Setiap terjadi akad, seorang penjual maupun pembeli diberi hak untuk khiyar (memilih antara membatalkan atau meneruskan). Si pembeli berhak membatalkan akad apabila ditemukan cacat atau kerusakan yang mengakibatkan nilai barang tersebut menjadi berkurang.

Baca juga: Pengertian Khiyar dan Macam-Macamnya

Ketiga, terjadinya iqalah atau penyesalan terhadap salah satu pihak yang melakukan akad. Salah satu pihak dengan persetujuan pihak lain membatalkan akad karena merasa menyesal atas akad yang baru saja dilakukan. Misal, jual beli benda kesayangan atau barang antik, lalu si penjual menyesal ingin menjualnya.

Keempat, karena kewajiban yang ditimbulkan. Misal, seorang penjual berkata, "Saya ingin menjual barang ini kepada anda dalam tempo satu minggu. Apabila lebih dari satu minggu, maka akad ini kita batalkan." Apabila pembeli melakukan pembayaran di dalam masa tempo tersebut, maka terjadilah akad. Tetapi sebaliknya, apabila terjadi di luar tempo tersebut, maka batallah akad tersebut.

Kelima, karena habis waktunya. Misal, dalam akad sewa menyewa, tentu saja akad semacam ini tidaklah berlaku selamanya karena pemindahan hak milik berlaku sementara. Pastilah ada masa di mana masa atau waktu sewa tersebut akan habis yang mengakibatkan akad tidak berlaku lagi.

Keenam, karena tidak mendapatkan izin dari yang memiliki wewenang. Misal, jual beli barang yang menurut adat daerah tersebut dilarang untuk dijual-belikan. Maka, pemerintah setempat selaku pemegang wewenang memiliki hak untuk tidak memberikan izin kepada pihak yang melakukan transaksi tersebut.

Ketujuh, karena kematian. Mengenai kematian ini, terdapat beberapa perbedaan pendapat. Ada pihak yang mengatakan apabila salah satu dari pihak ada yang meninggal, maka berakhirlah akad tersebut. Tetapi ada juga yang mengatakan bahwa akad tersebut dapat diwariskan kepada walinya. 

Misal, dalam akad sewa menyewa. Tentu saja akad seperti ini sifatnya mengikat pada kedua belah pihak. Menurut mazhab Hanafi, apabila salah satu dari mereka ada yang meninggal, maka berakhirlah akad tersebut. Sedang menurut mazhab Syafi'i tidak, ia tetap dapat diteruskan oleh para walinya.

Misal lagi dalam akad gadai, kematian pihak pemegang gadai tidaklah mengakibatkan berakhirnya akad, tetapi dilanjutkan oleh ahli warisnya guna menjamin hak atas piutang. Sedangkan apabila yang meninggal dunia adalah pihak yang berhutang, sedangkan ahli warisnya masih kecil-kecil (anak-anak), maka barang gadai tersebut berhak untuk dijual guna melunasi hutangnya. Tetapi apabila ahli warisnya sudah besar, maka pemindahan tanggungan dapat diwariskan.

Demikianlah beberapa poin kapan suatu akad dapat dikatakan berakhir. Sekian dari kami kurang lebihnya mohon maaf. Semoga apa yang kami sampaikan bermanfaat. Wallahu A'lam