Hikmah Diturunkannya Al-Qur’an Secara Berangsur-Angsur

Daftar Isi

https://www.abusyuja.com/2021/01/hikmah-diturunkannya-al-quran-secara-berangsur-angsur.html
Al-Qur’an merupakan kitab suci Islam yang berupa firman Allah dan diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. secara bertahap atau secara berangsur-angsur selama  22 tahun, 2 bulan, dan 22 hari, yakni mulai pada 17 malam bulan Ramadhan ketika beliau berumur 41 tahun sampai 9 Dzulhijjah pada haji wada’ atau bertepatan pada tahun 10 Hijriah.

Al-Qur’an diturunkan secara bertahap dan sesuai dengan kebutuhan. Bahkan seringkali Wahyu turun untuk menjawab pertanyaan sahabat yang ditunjukkan kepada Nabi atau hanya sekedar membenarkan tindakan Nabi.

Di samping itu, ada juga ayat yang diturunkan tanpa melalui latar belakang pertanyaan atau kejadian tertentu. Misalnya ayat Li’yan tentang Hilal bin Umayyah, tentang kiblat yang turun setelah hijrah sesudah kaum Muslimin berkiblat ke Baitul Maqdis.

Sesuai judul di atas, berikut adalah hikmah-hikmah diturunkannya Al-Qur’an serta hikmah pewahyuan Al-Qur’an secara berangsur-angsur:

1. Memantapkan dan mengukuhkan hati Nabi

Ketika Nabi Muhammad Saw. melaksanakan dakwah,; beliau seringkali dihadapkan kepada orang-orang yang menentang.  Turunnya wahyu secara bertahap merupakan dorongan tersendiri baginya untuk tetap menyampaikan risalah Allah.

Sebagaimana firman Allah dalam Qur’an surat al-Furqon ayat  32, “Demikianlah supaya kami perkuat hatimu dengannya…”

Menurut Abu Syamah, Allah memang sengaja menurunkan Al-Quran secara berangsur-angsur. Sebab dengan cara bertahap sesuai dengan peristiwa yang mengiringinya lah akan lebih menambah kuat keimanan Nabi dan akan membawa dampak positif bagi psikologi Nabi, yakni terbarui semangat dalam mengemban Risalah Allah. Nabi juga akan lebih sering bertemu dengan Jibril ketika datangnya Wahyu. Hal inilah yang akan menambah mantap dan kukuhnya hati Nabi.

2. Menentang dan melemahkan para penentang Al-Qur’an

Ketika Nabi berdakwah, beliau sering berhadapan dengan pertanyaan-pertanyaan di luar nalar manusia yang dilontarkan oleh orang-orang musyrik untuk melemahkan Nabi.

Turunnya wahyu secara bertahap tidak saja menjawab pertanyaan mereka, bahkan menentang mereka untuk membuat satu surat dari Al-Qur’an. Ketika mereka tidak mampu membuat yang serupa dengan Al-Qur’an. Al-Qur’an juga menjadi mukjizat yang tidak tertandingi.

Sebagaimana firman Allah,

Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al-Qur'an yang kami wahyukan kepada hamba kami (Muhammad), maka buatlah satu surat (saja) yang semisal Al-Qur’an itu dan ajaklah penolong penolongmu selain Allah jika kamu orang-orang yang benar.(QS. Al-Baqarah: 23)

3. Memudahkan Nabi dan para umatnya untuk menghafalnya

Telah dimaklumi bahwa umat Islam pada masa Nabi banyak yang ummi (tidak bisa membaca dan menulis), sampai-sampai Allah mencatat sifat mereka dalam Al-Qur’an.

Demikian halnya dengan Nabi Muhammad, beliau juga seorang yang ummi sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-A’raf ayat 157.

Tetapi, turunnya wahyu secara bertahap tentu sangat menolong para sahabat untuk membaca, menghafal, dan mengamalkan Al-Qur’an di kehidupan sehari-hari. Itulah sebabnya Umar bin Khattab pernah berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda,

Pelajarilah Al-Qur’an lima ayat lima ayat, karena Jibril biasa turun membawa Al-Qur’an kepada Nabi lima ayat lima ayat. (HR. Baihaqi)

Dari sini jelas, hikmah diturunkannya Al-Qur’an secara bertahap adalah agar memudahkan untuk dihafal oleh umat Nabi Muhammad karena kebanyakan dari mereka hanya berpegang kepada daya ingat mereka (belum ada proses pembukuan). Di samping itu, alat tulis tidaklah mudah didapat.

Dengan demikian, apabila Al-Qur’an diturunkan sekaligus, tentu akan sulit untuk dihafalkan, lebih-lebih untuk memahami dan menghayati isinya.

4. Agar mudah dimengerti dan dilaksanakan

Ketika seseorang dibebankan pada satu hukum yang memiliki akibat sekala besar, maka tentunya hal itu akan memberatkan bagi pelakunya. Dengan diturunkannya Al-Qur'an secara bertahap, niscaya penyesuaian hukum tentu dapat terbentuk secara teratur dan sistematis.

Siapa saja akan merasa berat atau enggan bila diberi perintah atau larangan sekaligus karena sangat berat untuk dilaksanakan.

Misalnya, tentang tahapan pelarangan meminum khamr:

Tahap pertama, dengan ungkapan halus, dengan memberikan pengertian-pengertian. Sebagaimana firman Allah dalam QS. An-Nahl: 67.

Tahap kedua, dengan ungkapan yang lebih tegas, dengan membandingkan manfaat dan bahaya. Sebagaimana firman Allah QS. Al-Baqarah: 219.

Tahap ketiga, bersifat larangan tegas (haram), tetapi pengharaman masih bersifat juz’iyyah ( dalam waktu tertentu). Sebagaimana firman Allah dalam QS. An-Nisa: 43.

Tahap keempat, pengharaman khamr bersifat kulliyyah, atau menyeluruh, yaitu setiap yang memabukkan itu haram sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Maidah: 90.

Tahapan-tahapan inilah yang membuat seseorang akan merasa diringankan. Jadi, untuk mencapai tujuan D, diperlukan penjabaran A, B, dan C.

Demikianlah pembahasan singkat mengenai hikmah diturunkannya Al-Qur’an secara bertapa atau berangsur-angsur. Semoga apa yang kami sampaikan bermanfaat. Wallahu A’lam