Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pengertian Mahkum Bihi dan Mahkum ‘Alaih

https://www.abusyuja.com/2021/01/pengertian-mahkum-bihi-dan-mahkum-alaih.html
Sesuai judul di atas, kami ingin menjelaskan mengenai mahkum bihi dan mahkum ‘alaih. Simak selengkapnya:

Mahkum Bihi

Mahkum Bihi adalah perbuatan orang-orang mukalaf yang berhubungan dengan hukum syara’ atau yang dibebani hukum syar’i.

Misal, dalam firman Allah Swt., “Hai orang-orang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa.(QS. Al-Baqarah: 183)

Firman Allah di atas berkaitan dengan perbuatan orang mukalaf, yaitu berpuasa, sehingga dapat diambil pengertian bahwa status hukum ibadah puasa adalah wajib, karena telah dengan tegas diperintahkan Allah dalam firman-Nya.

Contoh lain, “Dan janganlah kamu mendekati perbuatan zina, sesungguhnya zina itu merupakan perbuatan keji dan jalan yang buruk.(QS. Al-Isra’: 32)

Firman Allah di atas berhubungan dengan perbuatan orang mukalaf, yaitu mendekati zina, di mana status hukumnya adalah haram. Setiap hukum syara’ itu berhubungan dengan perbuatan orang mukalaf.

Adapun syarat-syarat Mahkum Bihi adalah sebagai berikut:

Pertama, hendaknya tuntutan perbuatan yang dikenai hukum itu diketahui dengan jelas dan pasti oleh orang mukalaf, sehingga ia bisa menunaikannya sesuai dengan yang dituntut.

Kedua, perbuatan yang dikenai hukum itu bisa diketahui oleh orang mukalaf bahwa beban hukum tersebut berasal dari Allah, sehingga dalam mengerjakannya ada kehendak dan rasa keinginan untuk taat kepada Allah dan semata-mata untuk mendapatkan ridha-Nya.

Ketiga, beban hukum (Taklif) tersebut adalah hal yang mungkin terjadi, karena tidak ada taklif terhadap perbuatan yang mustahil terjadi atau di luar batas kemampuan manusia.

Keempat, taklif tersebut harus jelas, dan mukalaf dapat membedakan antara perbuatan-perbuatan tersebut dengan yang lainnya, supaya ditentukan niat terhadap perbuatan tersebut apabila hendak mengerjakannya.

Mahkum A’laih

Mahkum ‘Alaih adalah mukalaf yang perbuatannya berhubungan dengan hukum syar’i atau dengan akta lain orang mukalaf yang perbuatannya menjadi tempat berlakunya hukum Allah.

Dinamakan mukalaf sebagai Mahkum ‘Alaih adalah karena dialah yang dikenai hukum syara’. Singkat kata yang dimaksud dengan Mahkum ‘Alaih adalah mukalaf itu sendiri, sedangkan perbuatannya dinamakan Mahkum Bihi.

Kemudian, tuntutan-tuntutan akan perbuatan tersebut diajukan kepada orang mukalaf, dan tidak ditunjukkan kepada anak-anak kecil atau orang yang sedang mengalami gangguan jiwa atau gila.

Tuntutan-tuntutan Allah (taklif) selalu disesuaikan dengan kemampuan manusia. Semua tuntutan hukum baik yang berkaitan dengan hak-hak Allah maupun hak-hak sesama manusia tidak dituntutkan kecuali kepada orang-orang yang memiliki kemampuan untuk melakukannya. Oleh karena itu, kemampuan merupakan dasar adanya taklif.

Sebagaimana firman Allah,

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya.”

Adapun kondisi manusia untuk melaksanakan hukum-hukum Allah itu terbagi menjadi tiga golongan, antara lain:

Pertama, tidak memiliki kemampuan sama sekali untuk buat, contohnya anak kecil atau orang yang mengalami gangguan jiwa atau orang gila. Mereka tidak memiliki kemampuan untuk melaksanakan hukum Allah karena belum/tidak sempurna akalnya.

Kedua, memiliki kemampuan untuk berbuat, akan tetapi belum sempurna, yaitu anak yang sudah mumayiz atau anak yang sudah membedakan baik buruknya perbuatan. Perbuatan mumayiz tersebut yang berkaitan dengan hak-hak Allah seperti salat, puasa, dan lain-lain, dihukumi sah, tetapi belum berkewajiban untuk menunaikannya.

Ketiga, memiliki kemampuan berbuat secara penuh dan sempurna, yaitu semua orang yang sudah balig dan berakal. Semua perbuatannya yang berkaitan dengan hak-hak Allah maupun yang berhubungan dengan hak-hak sesama manusia akan berlaku padanya, ketentuan-ketentuan hukum, sanksi-sanksi dan akibatnya secara penuh juga akan berlaku padanya, kecuali jika terdapat uzur, baik yang muncul dari tindakan manusia itu sendiri, seperti mabuk, bepergian, paksaan, maupun yang timbul di luar dari perbuatan manusia itu sendiri, seperti sakit, gila, lupa, tidur, dan lain-lain.

Itulah pengertian singkat mengenai Mahkum Bihi dan Mahkum ‘Alaih. Semoga bermanfaat. Wallahu A’lam