Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Deklarasi dan Independensi PMII

https://www.abusyuja.com/2021/02/deklarasi-dan-independensi-pmii.html
Pada tanggal 14 sampai 16 April 1960, diadakan musyawarah mahasiswa NU yang berempat di sekolah Muamalat NU Wonokromo, Surabaya. Peserta musyawarah adalah perwakilan mahasiswa NU dari Jakarta, Bandung, Semarang, Surakarta, Yogyakarta, Surabaya, Makasar, serta perwakilan sanat Perguruan Tinggi yang bernaung di bawah NU.

Pada saat itu diperdebatkan nama organisasi yang akan didirikan. Beberapa usulan nama tersebut di antaranya dari Yogyakarta mengusulkan nama Himpunan atau Perhimpunan Mahasiswa Sunny, dari Bandung dan Surakarta mengusulkan nama PMII. Singkat cerita, PMII-lah yang akhirnya disepakati.

Kemudian dipersoalkan kepanjangan dari “P”, apakah “Perhimpunan” atau “Persatuan”. Akhirnya disepakati hukur “P” merupakan singkatan dari Pergerakan, sehingga PMII menjadi “Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia”.

Di dalam musyawarah tersebut juga menghasilkan susunan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga Organisasi, serta memilih dan menetapkan sahabat Mahbub Djunaidi sebagai ketua umum, M. Khalid Mawardi sebagai wakil ketua, dan M. Said Budairy sebagai sekretaris umum.

Ketiga orang tersebut diberi amanat dan wewenang untuk menyusun kelengkapan kepengurusan PB PMII. Adapun PMII dideklarasikan secara resmi pada tanggal 17 April 1960 atau bertepatan dengan tanggal 17 Syawal 1379 Hijriah.

Independensi PMII

Pada awal berdirinya, PMII sepenuhnya berada di bawah naungan NU. PMII terikat dengan segala garis kebijaksanaan partai induknya NU. PMII merupakan perpanjangan tangan NU, baik secara struktural maupun fungsional.

Selanjutnya sejak dasawarsa 70-an, ketika rezim neo-fasis Orde Baru mulai mengerdilkan fungsi partai politik sekaligus juga penyederhanaan partai politik secara kuantitas, dan issue back to campus serta organisasi-organisasi profesi kepemudaan mulai diperkenalkan melalui kebijakan NKK/BKK, maka PMII menuntut adanya pemikiran realistis.

Pada tanggal 14 Juli 1971 melalui Mubes di Murnajati, PMII mencanangkan Independensi, terlepas dari organisasi manapun (terkenal dengan deklarasi Murnajati). Kemudian pada kongres tahun 1973 di Citoto, Jawa Barat, diwujudkanlah Manifest Independensi PMII.

Betapapun PMII mandiri, ideologi PMII tidak lepas dari paham Ahlussunnah Wal Jamaah yang merupakan ciri khas NU. Ini berarti secara kultural ideologis, PMII dengan NU tidak bisa dilepaskan. Ahlussunnah Wal Jamaah  merupakan benang merah antara PMII dengan NU. Dengan Aswaja, PMII membedakan diri dengan organisasi-organisasi lain.

Keterpisahan PMII dari NU pada perkembangan terakhir ini lebih tampak hanya secara organisatoris formal saja. Sebab kenyataannya, keterkaitan moral, kesamaan latar belakang, pada hakikatnya keduanya susah untuk direnggangkan.