NU Masa Reformasi 1998 Hingga Sekarang

Daftar Isi

>NU Masa Reformasi 1998 Hingga Sekarang
Pada pertengahan 1997, Indonesia dilanda krisis moneter sangat dahsyat, yang kemudian meluas pada krisis ekonomi dan politik. Krisis ini kemudian bergeser pada krisis kepemimpinan Order Baru yang dipimpin oleh Soeharto.

Krisis multidimensi ini kemudian melahirkan gerakan reformasi yang digalang kelompok menengah dan mahasiswa. Pada akhirnya krisis ini kemudian memicu ketidakpercayaan masyarakat dan memunculkan protes besar-besaran, terutama dari kalangan mahasiswa.

Ratusan ribu mahasiswa turun kembali ke jalan menuntut turunnya Soeharto sebagai presiden dan mengembalikan kekuasaan pemerintah kepada hati nurani rakyat. Singkat cerita, kekuasaan presiden akhirnya diserahkan kepada wakil presiden, BJ. Habibie tanggal 21 Mei 1998.

Menyikapi kondisi bangsa yang semakin tidak menentu ini, dengan jatuhnya korban mahasiswa dalam peristiwa Trisakti dan Semanggi, PBNU mengeluarkan sikap resmi:

  1. Menyatakan keprihatinan yang mendalam atas jatuhnya korban dan mengutuk aparat keamanan dan pihak-pihak lain yang menjadi dalang atas tindakan brutal tersebut.
  2. Mengucapkan belasungkawa kepada para pihak korban.
  3. Mengutuk aparat keamanan dan pihak yang menjadi dalang dan pelaku tindakan brutal terhadap mahasiswa dan warga masyarakat yang tidak berdosa.
  4. Mendesar pada pihak-pihak yang mengatasnamakan umat Islam dan simbol-simbol Islam sebagai alat untuk mencapai tujuan politiknya.
  5. Menyesalkan sikap MUI (Majelis Ulama Indonesia) yang terkesan tidak mengayomi umat dan memberi ruang gerak bagi munculnya gerakan-gerakan yang memaksakan kehendak untuk kepentingan kelompok dan golongan tertentu yang dapat memperkeruh situasi yang berkaitan dengan SI MPR 1998.
  6. Mendesak pemimpin dan aparat pemerintah yang tidak dapat menjalankan amanat rakyat dalam menjaga persatuan dan kesatuan, serta tidak mampu memberantas KKN sebagai tuntutan rakyat agar mengundurkan diri dari jabtannya.
  7. Menghimbau warga NU dan umat Islam pada umumnya untuk senantiasa mendekatkan diri kepada Allah (taqarub ila Allah) dan menjauhkan diri dari tindakan anarkis yang dapat merugikan kepentingan serta kesatuan Negara.

Pada periode 1999-2004 telah terjadi perubahan besar berkaitan dengan penyikapan terhadap Khittah NU 1926. Buah dari reformasi telah memberikan peluang warga NU untuk mendirikan partai politik baru.

Pro kontra telah terjadi, tetapi dengan berbagai pertimbangan politik, maka warga NU perlu mempunyai wadah penyaluran aspirasi politik yang representatif. Maka kemudian berdirilah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), bersamaan dengan itu, maka syahwat politik warga NU tidak bias terbendung dan bergabunglah mereka ke PKB, yang pada saat itu, mereka kebanyakan masih menjabat sebagai pengurus NU di semua tingkatan.

Dalam kondisi seperti itu, maka pelaksanaan Khittah NU menghadapi banyak persoalan. Terlebih setelah Gus Dur terpilih menjadi presiden RI, nuansa politik NU cenderung menjadi lebih menonjol dan seolah-olah misi dari Khittah NU agak terlupakan.

Upaya untuk mengembalikan NU ke Khittah terus dilakukan, utamanya pada masa kepemimpinan KH. Hasyim Muzadi. Rangkap jabatan tidak diperbolehkan dalam kepengurusan NU di semua tingkatan bagi mereka yang menjadi pengurus politik  (tidak hanya PKB). Demikian pula bagi mereka yang ingin menjadi calon legislatif (DPR), mereka tidak boleh membaca-bawa bendera NU untuk kepentingan politiknya.

Kebijakan itu menjadi mentah setelah KH. Hasyim Muzadi digandeng Megawati Soekarno Putri menjadi Calon Wakil Presiden. Di sini, Khittah NU diuji kembali, namun keputusan Khittah tetap berjalan meskipun banyak rintangan.

Nahdlatul Ulama harus tetap dikembalikan pada misi semula sebagai gerakan sosial keagamaan dan sosial kemasyarakatan. Gerakan pemikiran, pemberdayaan masyarakat lemah, pemberdayaan ekonomi rakyat, dan pemberdayaan pendidikan terus berjalan meskipun godaan politik terus berjalan. Perlu ditumbuhkan kembali semangat Khittah NU 1926 agar perjuangan NU menjadi lebih bermakna bagi masyarakat.

Warga NU harus menjadikan pelajaran yang berharga bahwa perpecahan di tubuh NU sering terjadi dikarenakan tarik-menarik kepentingan politik. Perpecahan di PKB misalnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, sangat merugikan warga NU itu sendiri. Karena itu, penegakan terhadap prinsip Khittah NU bisa menjadi salah satu alternatif penyelesaian.

Kader NU termasuk pelajar menjadi harapan utama bisa melaksanakan nilai-nilai Khittah NU secara konsisten dan bertanggungjawab. Tidak mudah terbawa oleh arus dinamika politik, konsentrasi belajar agar menjadi warga NU yang berkualitas dan mampu bersaing dengan orang lain. Tidak ikut-ikutan setiap ada pesta demokrasi seperti pemilu legislatif, pilpres, pilkada, dan pilkades harus menjadi prinsip setiap Pelajar NU.

Sumber Gambar: Wikipedia