Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menyentuh Kemaluan Bayi, Batalkah Wudunya?

Bagaimana pandangan Islam soal hukum orang tua menyentuh kemaluan atau dubur bayi ketika ia masih dalam keadaan suci/memiliki wudu?

Menyentuh Kemaluan Bayi, Batalkah Wudunya?

Sebagaimana lazimnya, menyentuh kemaluan atau dubur adalah sebuah kewajaran bagi orang tua. Misal, untuk keperluan mengganti popok, membersihkan najis dan kotoran, serta ketika memandikannya.

Lalu, dalam proses menyentuh tersebut, apakah dapat membatalkan wudunya? Mengingat, menyentuh kemaluan adalah salah satu perkara yang membatalkan wudu?

Jawabannya adalah “batal”. Dalam kitab Kifayatul Akhyar dijelaskan:

Termasuk hal yang membatalkan wudu adalah menyentuh kemaluan manusia, baik itu miliknya sendiri atau milik orang lain, baik itu kemaluan laki-laki maupun kemaluan perempuan, baik anak kecil atau dewasa, baik orang yang masih hidup atau orang yang sudah mati, baik jalan depan atau jalan belakang (dubur). Karena kata ‘farji’ mencakup kesemuanya itu. (Kifayatul Akhyar, Juz 1: 35)

Dari dalil di atas dapat disimpulkan bahwa menyentuh kemaluan manusia adalah dapat membatalkan wudu, termasuk kemaluan bayi atau anak kecil. Sebab, farji atau kemaluan tersebut mencakup segala farji pada manusia, tidak memandang mati hidup, tua muda, jenis kelamin, dan lain sebagainya.

Jadi, ketika seseorang memandikan jenazah misalnya, dan ia menyentuh kemaluan dan duburnya, maka ia akan dibebankan hadas kecil, sedangkan wudu atau status sucinya gugur.

Sedangkan yang dimaksud "menyentuh" di sini adalah menyentuh dengan kedua telapak tangan. Selain telapak tangan, maka tidak batal wudunya. Begitu juga dengan penghalang, seperti sapu tangan anti air misalnya, maka wudunya tidak batal pula.

Demikianlah pembahasan singkat mengenai hukum menyentuh kemaluan bayi ketika seseorang masih suci lengkap dengan dalilnya. Semoga apa yang kami sampaikan bermanfaat.