Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Dilema Antara Mondok atau Bantu Orang Tua

Mungkin ada sebagian dari saudara yang memiliki dilema antara memilih mondok demi menuntut ilmu agama atau memutuskan di rumah saja untuk bantu-batu orang tua di rumah. Lantas, manakah yang harus diutamakan? Menuntut ilmu agama yang sifatnya wajib atau membantu orang tua di rumah?

Dilema Antara Mondok atau Bantu Orang Tua

Apabila dipandang dalam perspektif Islam, hukum persoalan tersebut akan diperinci.

Pertama, apabila yang dipelajari adalah ilmu fardu ain dan keadaan orang tua tidak terlalu mendesak (darurat), maka wajib mendahulukan mondoknya. Maksud dalam keadaan tidak darurat adalah orang tua masih mampu untuk bekerja sendiri dan dari segi ekonomi masih bisa dikatakan cukup. 

Kedua, apabila yang dipelajari adalah ilmu-ilmu fardu kifayah saja, maka yang didahulukan adalah membantu orang tua.

Nah, sekarang pertanyaannya, apa itu ilmu fardu kifayah dan fardu ain?

Ilmu fardu ain adalah ilmu-ilmu yang wajib dipelajari bagi setiap Muslim balig, berakal dan tamyiz. Artinya, ilmu tersebut dibebankan kepada setiap mukalaf karena untuk menunjang ibadah-ibadah wajib yang dibebankan kepadanya, seperti ilmu tentang tata cara salat, zakat, puasa dan ibadah-ibadah fardu lainnya.

Sedangkan ilmu fardu kifayah adalah ilmu yang sifatnya opsional, atau tidak wajib dipelajari oleh setiap individu. Seperti ilmu pengetahuan umum yang diajarkan di sekolah-sekolah formal misalnya, seperti Matematika, IPA, IPS, Sosiologi, Antropologi, dan lain sebagainya.

Di dalam kitab Al-Fatawi al-Fiqhiyyah dijelaskan:

Ibnu Hajar ditanya, ‘Seseorang memiliki orang tua yang membutuhkan. Jika bekerja untuk menafkahi mereka, maka anak itu tidak bisa belajar ilmu yang bisa ia capai. Jika pergi belajar, maka orang tuanya tak terurus atau menjadi beban orang lain. Manakah yang harus didahulukan?’ Ibnu Hajar menjawab, ‘Jika yang dimaksud adalah ilmu fardu kifayah, maka didahulukan bekerja. Karena hukum bekerja ketika seperti ini merupakan fardu ain yang harus segera dilakukan. Jika ilmu tersebut adalah fardu ain, maka masalah ini menjadi rumit. Ada kemungkinan mendahulukan belajar dan ini layak untuk ditarjih. Hal ini jika orang tua tidak dalam kondisi darurat. Jika tidak, maka harus mendahulukan kerja.’” (Al-Fatawi al-Fiqhiyyah, juz 4: 183)

Dari dalil di atas dapat ditemukan titik terang mengenai keadaan orang tuanya. Apabila memang tidak memungkinkan untuk ditinggal karena dikhawatirkan menjadi beban untuk orang lain, maka anak tersebut diwajibkan untuk tetap di rumah dan bekerja.

Apabila sebaliknya, maksudnya orang tua masih mampu untuk memenuhi kebutuhannya dan dari segi ekonomi masih tergolong cukup, maka lebih diutamakan baginya untuk menuntut ilmu di pondok pesantren atau lembaga pendidikan lainnya. Wallahu A’lam