Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hukum Mengambil Paksa Barang Pengutang

Sesuai judul di atas, bagaimana pandangan Islam soal pengambilan paksa barang-barang milik pengutang karena alasan mereka tidak mau membayar atau tidak menepati janjinya untuk membayar? Contoh kasus seperti ini masih marak terjadi, khususnya bagi mereka yang memiliki hutang kepada pihak-pihak swasta yang dalam perjanjian kontraknya ada penegasan bahwa harta pengutang akan diambil secara paksa apabila si pihak peminjam melanggar kontrak atau tidak menepati janjinya dalam melunasi hutang.

Hukum Mengambil Paksa Barang Pengutang

Sekarang pertanyaannya, bolehkan pihak pemberi hutang tersebut (lembaga swasta misalnya) mengambil secara paksa barang milik pengutang?

Menurut perspektif hukum Islam, hukumnya diperinci:

Pertama, apabila alasan pengutang tersebut karena tidak punya yang, maka pengambilan paksa tidak boleh dilakukan kecuali setelah menyuruhnya membayar utang atau menjual barangnya.

Kedua, apabila ia memiliki uang namun tidak mau membayar, maka pengambilan paksa boleh dilakukan. Dan setelah itu ia wajib menjualnya dan mengembalikan sisa yang setelah dipotong minimal utang.

Dalam kitab Fathul Wahab dijelaskan:

"Bagi pemberi utang boleh mengambil paksa hanya terhadap orang yang tidak mau melunasi utangnya. Jika harta yang diambil paksa itu sejenis dengan barang yang diutangkan, maka barang tersebut bisa langsung dimiliki. Jika tidak, maka dijual terlebih dulu baru dikalkulasi." (Fathul Wahab, Juz 2: 282)

Dari dalil di atas dapat disimpulkan bahwa hukum mengambil paksa adalah diperbolehkan apabila memang diperlukan. Maksudnya, ketika pengutang tidak mau melunasi hutangnya, maka si pemberi utang boleh mengambil harta atau barangnya secara paksa. Apabila barang tersebut sama harga dan nilainya dari barang yang ia utangkan kepada pengutang, maka ia boleh memilikinya langsung. Dan apabila memiliki harga dan nilai yang berbeda, maka barang tersebut harus dijual dan dikalkulasikan untuk penutupan biaya utang. Apabila terdapat sisa dari hasil penjualan barang, maka wajib dikembalikan kepada pemiliknya.

Sedangkan apabila pengambilan barang secara paksa tersebut sudah tertulis dengan tegas di awal kontrak sewaktu terjadinya transaksi utang-piutang, maka boleh baginya mengambil barang tersebut secara paksa apabila kontrak itu dilanggar.

Terakhir, sebelum pengambilan paksa, hendaknya di pemberi utang menyuruhnya dulu untuk menjual sesuatu atau menyuruhnya membayar dengan cara yang damai. Apabila sudah dilakukan hal-hal tersebut tetapi si pengutang masih saja tidak mau membayar, maka proses pengambilan barang tersebut dibenarkan walaupun dilakukan secara paksa.

Demikianlah pembahasan singkat mengenai hukum mengambil paksa barang pengutang lengkap dengan dalilnya.