Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menutupi Dosa di Hadapan Allah dan Manusia

Menutupi Dosa di Hadapan Allah dan Manusia
Pada umumnya, manusia pasti akan memiliki ketakutan apabila maksiat yang dilakukannya diketahui oleh orang lain. Sebab, hal itu akan merugikan dirinya sendiri, atau bahkan keluarganya. Selain itu, menutupi dosa juga dilakukan agar seseorang tidak kehilangan pekerjaannya atau nafkah hidupnya, takut dihina, dicemooh, dan akibat-akibat negatif lain yang berkaitan dengan martabatnya di hadapan sesama manusia. Alhasil, ia terkesan lebih takut kepada manusia daripada kepada Allah Swt.

Dalam permasalahan ini, Allah telah mengingatkan kepada kita:

يَّسْتَخْفُوْنَ مِنَ النَّاسِ وَلَا يَسْتَخْفُوْنَ مِنَ اللّٰهِ وَهُوَ مَعَهُمْ اِذْ يُبَيِّتُوْنَ مَا لَا يَرْضٰى مِنَ الْقَوْلِ ۗ وَكَانَ اللّٰهُ بِمَا يَعْمَلُوْنَ مُحِيْطًا

Mereka dapat bersembunyi dari manusia, tetapi tidak dapat bersembunyi dari Allah. Dia bersama (mengawasi) mereka ketika pada malam hari mereka menetapkan keputusan rahasia yang tidak diridai-Nya. Allah Maha Meliputi apa yang mereka kerjakan.(QS. An-Nisa’: 108)

Tentang ayat di atas, Abul Qasim Al-Qusyairy menjelaskan bahwa hal itu umum terjadi di kalangan orang awam. Mereka tidak merasa bahwasanya Allah Mahamengetahui perbuatan mereka yang suka membodohi diri mereka sendiri dan mengelabuhi manusia dengan sifat-sifat orang saleh, serta menutupi kesalahan dan kelalaian mereka.

Rasulullah Saw. juga pernah menegaskan bahwa kelak pada hari kiamat nanti, ada beberapa kalangan dari hamba Allah yang awalnya masuk surga kemudian diperintah untuk keluar lagi karena mereka tidak berhak menginjakkan kakinya di tanah surga.

Singkat cerita, mereka keluar dengan penuh penyesalan dengan penuh tanda tanya. Kemudian Allah menjawab angan-angan mereka:

Itulah kesengajaan Kami (Allah) untuk kalian semua, disebabkan karena kalian telah melakukan dosa besar di tengah-tengah manusia, kalian pura-pura khusyuk’ bermuka manis, mengelabuhi manusia yang bertentangan dengan hati nurani sendiri.

Kalian lebih takut dan mau di hadapan para manusia daripada di hadapan Allah Swt. yang Mahamengetahui segalanya. Kalian mengagungkan manusia, tetapi tidak mengagungkan Allah, dan lebih suka bersama dengan manusia daripada dengan Allah Swt. Maka, pada hari ini, rasakan kepedihan itu, selain itu Aku (Allah) mengharamkan rahmat-Ku untuk kalian.(HR. Ady bin Hatim, Al-Hikam: 298)

Kesimpulannya, hamba Allah yang benar-benar pantas dikatakan hamba adalah mereka yang menetapkan dalam hatinya sebuah keimanan bahwa Allah mengetahui segala aktivitas yang dilakukannya baik yang terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi.

Beribadah dan beramal adalah perbuatan suci, sesuai dengan perintah-Nya. Akan tetapi, beribadah bukanlah semata-mata menjadi rutinitas yang tidak bermakna, melainkan semata-mata karena ingin mencari rida Allah Swt.