Apa itu Istidraj, Azab, dan Ujian?

Daftar Isi

Apa itu Istidraj, Azab, dan Ujian?
Di dalam kitab Al-Hikam Karya Al-Imam Syaikh Ibn Athaillah al-Sakandari, ada satu kutipan bagus yang penting untuk kita renungi, “Takutlah kalian dari wujud kebaikan yang diberikan oleh Allah kepadamu. Padahal kamu masih tetap bermaksiat kepada-Nya, yang kelak bisa menjadi istidraj. Seperti firman Allah, ‘Secara berangsur-angsur, Kami (Allah) akan mengarahkan mereka kepada kebinasaan, dari arah yang tidak mereka duga.’”

Salah satu ciri orang yang beriman adalah selalu berhati-hati dan khawatir dengan kenikmatan yang diberikan oleh Allah kepadanya. Kenapa harus khawatir? Karena kenikmatan tersebut bisa saja berupa istidraj.

Istidraj adalah, Allah membiarkan makhluknya terlena atas kenikmatan meskipun makhluk tersebut tetap melakukan maksiat kepada-Nya.

Tidak hanya menekankan soal istidraj, kami juga akan sedikit membahas mengenai ujian dan azab.

Pertama, kita bahas dulu apa itu konsep “ujian”. Ujian adalah musibah, cobaan, bencana, atau kesusahan yang datang meskipun orang tersebut taat kepada Allah Swt. Tujuan Allah memberikan ujian adalah untuk menguji seberapa istiqamah-nya orang tersebut dalam menerima cobaan. Apakah cobaan tersebut akan membuat imannya goyah, kualitas ibadahnya menurun, kesabarannya habis, atau yang lainnya.

Kedua, azab adalah cobaan atau bencana yang diberikan oleh Allah sebagai bentuk “peringatan” tentang kebesaran Allah kepada orang-orang yang lalai kepada-Nya. Tujuan Allah menurunkan azab adalah untuk mengingatkan tentang hak dan kewajiban seorang makhluk kepada Tuhannya (seperti ibadah misalnya).

Ketiga, istidraj sebagaimana yang telah kami singgung di atas, yaitu seseorang bermaksiat kepada Allah, lalai kepada Allah, dan tidak melaksanakan hak dan kewajibannya,  tetapi tetap saja mendapatkan kenikmatan, rezekinya melimpah, kesehatannya yang baik, bahkan dimudahkan segala urusannya. Tujuan Allah memberikan istidraj ini adalah agar Dia (Allah) dapat memberikan azab dan siksaan yang pedih di hari pembalasan nanti.

Pernahkah kita berpikir, “Kenapa orang-orang kafir tetap bisa kaya, sehat, dan bahagia, padahal mereka ingkar kepada Allah?”

Di dalam istilah Jawa, ada sebutan  “Ngelu-lu”. Yaitu istilah yang paling cocok untuk menjawab pertanyaan tersebut. Artinya, Allah memang sengaja memberikan mereka kenikmatan dan “membiarkannya” meskipun mereka ingkar dan tidak beriman kepada-Nya. Tetapi, Allah akan membalasnya kelak di hari pembalasan.

Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an:

“Barangsiapa dibiarkan sesat oleh Allah, maka tidak ada yang mampu memberi petunjuk. Allah membiarkannya terombang-ambing dalam kesesatan.”(QS. Al-A’raf: 186)

Syekh Ahmad Ataillah melanjutkan penjelasannya mengenai istidraj:

Di antara orang-orang bodoh yang berkehendak mendekatkan diri kepada Allah adalah orang yang memiliki pemikiran berikut:

“Andaikata semua ini (perbuatan maksiat yang dilakukan) termasuk dosa, maka sudah tentu Allah Swt. akan memutus semua bantuan (kenikmatan) kepadaku yang menyebabkan aku jauh dari-Nya.”

Pemikiran di atas adalah pemikiran yang salah. Meskipun substansinya ingin takarub (mendekatkan diri) kepada Allah, tetapi cara penalarannya terlalu dangkal.

Terkadang, seseorang akan membiarkan dirinya sendiri untuk melakukan maksiat karena telah kehilangan kekuatan untuk meninggalkannya. Akibatnya adalah pintu hajatnya kepada Allah akan tertutup rapat, dan ia akan merasa tidak memerlukan lagi bantuan dari Allah Swt.

Ketika ia sudah merasa tidak memerlukan bantuan dari Allah, berarti ia telah lupa kedudukannya sebagai makhluk, ia lupa dengan kewajiban yang perlu ia tunaikan kepada Penciptanya, dan Allah akan membalasnya dengan siksaan yang pedih kelak.

Itulah mengapa, para Sufiyah memberikan solusi terbaik untuk orang-orang seperti ini, yaitu penanaman adab di dalam hati mereka masing-masing, baik adab kepada Allah maupun adab kepada sesama manusia. (Al-Hikam: 152)

Dengan kedua adab tersebut, seseorang akan memiliki kekuatan untuk menjauhi maksiat dan menumbuhkan motivasi untuk melakukan kebajikan. Untuk mendapatkan adab yang paling sempurna, seseorang harus mengisi tangki hatinya dengan pendidikan moral atau akhlak sebagaimana yang telah dicontohkan Rasulullah Saw. Beliau bersabda, "Tuhanku telah mendidikku dengan didikan yang sangat baik, kemudian menyuruhkan berakhlak mulia."

Dari hadis tersebut sudah sengat jelas dan tegas, bahwa akhlak Rasulullah adalah sebaik-baiknya akhlak, karena yang mendidik dan menitah adalah Allah Swt.

Itulah penjelasan singkat mengenai istidraj, ujian, dan azab dari Allah. Semoga apa yang kami sampaikan bermanfaat. Wallahu A’lam.