Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Keadaan Mati Paling Baik dan Buruk Dalam Islam

Keadaan Mati Paling Buruk Dalam Islam
Abusyuja.com – Kematian adalah fase yang akan dilewati oleh setiap makhluk hidup, baik itu manusia, hewan, tumbuhan, dan lain sebagainya. Seperti yang kita tahu, manusia terdiri dari dua macam unsur, yaitu tubuh kasar (jasad fisik) dan roh halus.

Dengan lantaran tubuh atau jasad, seseorang dapat bergerak dan merasakan segala sesuatu. Sedangkan dengan ruh, manusia dapat mengingat, berpikir, mengetahui, berkehendak, memilih, mencintai, membenci, dan lain sebagainya.

Ketika keduanya berpisah, maka terjadilah proses kematian. Dan dari sebab kematian itu, terputuslah segala amalnya kecuali tiga hal, yaitu amal jariyah, ilmu yang bermanfaat, serta doa dari anak saleh-salehah.

Akan tetapi, tidak semua manusia meninggalkan ketiga hal tersebut. Banyak manusia yang mati dalam keadaan kosong, atau bahkan meninggalkan tanggungan duniawi yang membuatnya memiliki masalah ketika dihisab.

Hal ini menjadi korelasi terhadap dua istilah kematian yang ingin kami bahas nanti, yaitu kematian paling baik dalam Islam, serta kematian paling buruk dalam Islam. Berikut penjelasannya:

Kematian paling buruk dalam Islam

Kematian paling buruk adalah mereka yang meninggal dunia dalam keadaan kosong, tidak memiliki amal apapun, termasuk amal jariyah, ilmu yang bermanfaat, serta anak keturunan yang mendoakan mereka. Dan yang paling parang, mereka meninggalkan “dosa jariyah”.

Dosa jariyah adalah dosa yang tidak akan putus sampai hari kiamat. Seburuk-buruknya kematian adalah kematian yang masih meninggalkan dosa jariyah. Sebab, meskipun jasad dan amalnya sudah mati dan terputus, dosanya akan tetap terus mengalir sampai hari kiamat, na’udzubillah.

Contoh: Seseorang yang membangun tempat judi, tempat prostitusi, dan tempat-tempat maksiat lainnya. Ketika orang tersebut meninggal, dosanya akan tetap terus mengalir selama tempat tersebut masih beroperasi.

Contoh lain: Seorang penulis yang mengeluarkan karya (buku atau kitab) ajaran sesat. Ketika penulis tersebut meninggal, dosanya akan tetap terus mengalir selama masih ada yang mengamalkan ajaran dari buku tersebut.

Kematian paling baik dalam Islam

Hal ini kebalikan dari apa yang kami paparkan di atas, bahwa kematian paling baik adalah kematian yang putus amalnya, serta putus pula dosanya. Artinya, ia tidak membawa dosa jariyah.

Setiap kematian pasti memutuskan amal, tetapi dosanya belum tentu. Ada yang dosanya tetap mengalir, ada juga yang ikut terputus. Dan dosa yang terputus inilah sebaik-baiknya kematian.

Sebagaimana amal jariyah yang memberikan pahala terus menerus meskipun ia sudah meninggal, dosa jariyah pun juga demikian, akan memberikan dosa terus menerus meskipun ia sudah meninggal.

Maka, percuma seseorang memiliki amal kebaikan, ibadahnya rajin, sedekahnya totalitas, tetapi di akhir hayatnya ia masih meninggalkan dosa jariyah yang menimpanya bertubi-tubi meskipun ia sudah tenang di alam kubur.

Kematian seseorang baik dalam keadaan husnulkhatimah maupun suul khatimah, keduanya sama-sama menyesuaikan dengan amal terakhir yang dikerjakan. Ketika yang dikerjakan baik, maka ia mati dalam keadaan husnulkhatimah. Tetapi sebaliknya, ketika yang dikerjakan hal buruk, maka ia mati dalam keadaan suul khatimah.

Dan untuk amaliah terakhir sebelum seseorang meninggal dunia, lazimnya ditentukan sesuai dengan kebiasaannya di dunia. Ketika ia memiliki kebiasaan baik di masa hidupnya, maka ia berpotensi mati dalam keadaan baik, begitu juga sebaliknya.

Itulah keadaan mati paling baik dan buruk menurut Islam. Semoga apa yang kami sampaikan bermanfaat. Wallahu A'lam