7 Prinsip Keluarga atau Pernikahan Dalam Islam

Daftar Isi

7 Prinsip Keluarga atau Pernikahan Dalam Islam
Abusyuja.com – Pada kesempatan kali ini, kami akan menjelaskan secara singkat mengenai prinsip kekeluargaan dalam Islam. Di dalam pergaulan suami-istri, pergaulan orang tua kepada anak, sanak saudara, sampai pergaulan keluarga besar sekalipun, diperlukan aspek muamalah dan prinsip keluarga yang telah diatur dalam Islam. Berikut penjelasannya:

1. Prinsip menjauhi batasan yang ditentukan Allah Swt.

Prinsip pertama adalah al-hudud atau batasan yang ditentukan. Di dalam Al-Qur’an, al-hudud diulang sebanyak 13 kali, di antaranya yaitu menyinggung soal larangan menggauli istri saat itikaf di masjid, perselisihan antara suami dan istri, talak bain, waris, sumpah, perceraian, dan lain-lain.

Intinya adalah, Allah membatasi hal-hal yang sifatnya mendasar mengenai perilaku “keterlaluan” yang dapat merusak hubungan keluarga. Artinya, sebuah keluarga haruslah mendasarkan sesuatu kepada kemaslahatan bersama, bukan dengan keinginannya sendiri-sendiri.

2. Prinsip saling rela atau rida

Prinsip yang kedua adalah saling rela atau rida terhadap hal-hal yang dibolehkan dalam Islam, seperti melepas mantan istri kepada laki-laki lain apabila keduanya saling rela (QS. Al-Baqarah: 232), bayi boleh disusui oleh wanita lain apabila kedua orang tuanya saling rela (QS. Al-Baqarah: 233), dan pemanfaatan harta mahar apabila kedua belah pihak saling rela (QS. An-Nisa: 24).

3. Prinsip ma’ruf

Layak atau ma’ruf disebutkan dalam Al-Qur’an sebanyak 3 kali dalam QS. An-Nisa dan 11 kali dalam QS. Al-Baqarah. Istilah ‘layak’ atau ma’ruf ini secara sederhana dapat diartikan sebagai hal yang menurut norma sosial dan ketentuan Allah dianggap baik. Misal, dalam pembagian harta waris, pengasuhan anak, hubungan seksual, dan lain sebagainya, harus dilakukan sesuai dengan norma sosial dan norma agama.

4. Prinsip ihsan

Prinsip ihsan adalah menciptakan kondisi yang jauh lebih baik dari keadaan sebelumnya. Di dalam istilah lain, ihsan dapat diartikan sebagai upaya untuk menciptakan kondisi yang jauh lebih baik. Misal, ketika suami menceraikan istrinya, maka perceraian tersebut harus dilakukan dengan cara-cara yang membuat kondisi istri jauh lebih baik dibandingkan ketika mereka tetap mempertahankan rumah tangganya. Artinya, keputusan di dalam keluarga harus membuat kedua belah pihak menjadi lebih baik.

5. Prinsip nihlah

Prinsip nihlah atau tulus, merupakan kebijakan dalam menyikapi harta atau perilaku secara arif, khususnya dalam harta mahar. Suami berkewajiban memberi nafkah kepada istri. Namun, seberapa pun besarnya nafkah suami kepada istri, suami tetap saja tidak boleh sewenang-wenangnya kepada istri.

Di dalam Islam, istri dan suami memiliki kedudukan yang sama. Mereka diharuskan bertahan hidup secara dinamis. Diibaratkan sepasang sepatu yang fungsinya akan optimal apabila digunakan sesuai prosedur. Ketika sepatu kanan di depan, maka sepatu kiri harus di belakang. Begitu juga sebaliknya. Saling melengkapi inilah yang harus ditekankan dalam rumah tangga. Artinya, tidak selamanya suami harus di depan, tetapi sesekali ia harus mengalah (ke belakang) ketika istri menginginkan di depan.

6. Prinsip musyawarah

Prinsip ini secara umum menghendaki seseorang agar memutuskan suatu masalah melalui media musyawarah. Hal ini ditujukan agar dapat tercipta keputusan yang ideal dan saling menguntungkan karena dipertimbangkan oleh kedua belah pihak.

7. Prinsip islah

Prinsip islah atau perdamaian adalah prinsip yang menekankan sikap netral terhadap kedua belah pihak, ketika berselisih, mereka memiliki keinginan untuk mencapai perdamaian. Intinya, kedua belah pihak harus mengedepankan cara-cara yang mengarah pada perdamaian tanpa kekerasan.

Itulah 7 prinsip keluarga atau pernikahan dalam Islam. Semoga apa yang kami sampaikan bermanfaat. Wallahu A’lam