8 Persiapan Pernikahan Dalam Islam

Daftar Isi

8 Persiapan Pernikahan Dalam Islam
Abusyuja.com – Perkawinan yang kokoh adalah perkawinan yang mengantarkan kedua mempelai pada kebahagiaan dan cinta kasih, ikatan yang dapat memenuhi kebutuhan keduanya, baik lahiriah maupun batiniah.

Agar pernikahan dapat menjadi pernikahan yang kokoh, maka diperlukan persiapan yang matang dan cermat. Keduanya harus memiliki pengetahuan untuk dapat mengantisipasi berbagai hal yang akan muncul dari pernikahan tersebut.

Dan yang paling penting adalah saling mengenal satu sama lain, termasuk mengenal keluarga masing-masing. Berikut beberapa hal yang harus diperhatikan agar perkawinan atau pernikahan dapat kokoh:

1. Meluruskan niat menikah

Pernikahan tidak hanya bertujuan untuk memenuhi kepuasan biologis, menghindari perzinaan, terpaksa karena dijodohkan, dan lain sebagainya. Di dalam Islam, pernikahan merupakan media pengharapan untuk kebaikan dan kemaslahatan.

Kalau pernikahan hanya diniatkan untuk memenuhi kepuasan biologis, maka tidak jarang kasus perselingkuhan, poligami, atau nikah siri, kerap kali muncul akibat dari permasalahan niat ini.

Sebab, ketika pasangan tidak merasa puas secara biologis pada pasangan sahnya, ia akan berusaha mencari kepuasan lain dengan orang lain (potensi paling besar).

Oleh karena itu, kedua calon pengantin harus kembali memeriksa niatnya masing-masing. Yang awalnya hanya untuk kepuasan biologis, maka harus diluruskan sebagai ibadah karena Allah Swt.

Dengan memperbaiki niat di awal inilah, sebuah pernikahan dapat menghadirkan kebaikan dan menjadi aktivitas yang dinilai ibadah.

2. Persetujuan kedua mempelai

Adanya unsur pemaksaan baik pada satu pihak maupun kedua belah pihak merupakan awal yang buruk untuk memulai sebuah pernikahan, karena pada dasarnya sesuatu yang diawali dengan paksaan tidaklah berujung baik.

Lazimnya, mereka yang dipaksa akan mengalami siksaan batin dan kehidupannya akan tertekan. Sikap dan perilaku yang menjadi tidak tulus inilah yang akan berpotensi menimbulkan kekerasan dalam rumah tangga.

Di dalam Islam, paksaan di dalam perkawinan merupakan hal yang tidak dibenarkan dalam Islam. Justru sebaliknya, Islam mengajarkan bahwa siapapun yang dipaksa, maka ia berhak menolak.

Oleh karena itu, kedua calon mempelai harus benar-benar memiliki kemauan yang Paripurna tanpa paksaan apapun. Dalam kacamata fiqih, sikap ini disebut sebagai kerelaan satu sama lain  (taradlin).

Permasalahan juga harus mendapatkan perhatian lebih dari penghulu yang bersangkutan. Setidaknya ia harus memastikan bahwa pernikahan yang akan diurus haruslah bersih dari unsur paksaan dari pihak manapun.

3. Menikahlah dengan yang setara

Di dalam fiqih Islam, kafa’ah memiliki arti kesepadanan antara calon pasangan suami istri dalam aspek tertentu, sebagai usaha untuk menjaga kehormatan keduanya.

“Aspek tertentu” Inilah yang harus digarisbawahi, sebab para ulama klasik memiliki penafsiran yang berbeda-beda.

Pendapat pertama adalah dari Imam Malik, beliau menyatakan bahwa aspek tertentu dalam definisi di atas hanya berlaku pada kondisi fisik dan agama saja.

Pendapat kedua adalah dari Imam Syafi'i, Imam Hambali, dan Imam Hanafi. Mereka berpendapat bahwa aspek tertentu ini mencakup keturunan, kemerdekaan, dan pekerjaan. Bahkan mereka juga menambahkan aspek kekayaan atau kekuatan finansial.

Kenapa pernikahan harus setara Karena  tidak hanya untuk menjaga kemaslahatan pihak perempuan saja, tetapi juga menjaga kehormatan keluarga mereka

Ketika antara pihak laki-laki dan perempuan memiliki kesepadanan, maka mereka akan semakin mudah dalam membangun kesepakatan di kemudian hari, mereka akan mudah memahami perbedaan antara dirinya dan pasangannya, mudah mencari titik temu masalah, serta mencegah timbulnya perbedaan pendapat.

Tetapi “kesepadanan” ini tidak mutlak diharuskan di dalam membangun rumah tangga. Artinya, cara pandang ini bisa disesuaikan sesuai dengan kebutuhan kedua belah pihak. Bahkan mereka bisa merumuskan “kesepadanan” ini menjadi tiga kunci saja, yaitu kerelaan, kemauan, dan komitmen dari kedua calon pengantin.

Apabila ketiga kunci tersebut disepakati dan diterapkan, maka pernikahan dan rumah tangga yang bahagia, saling memahami, dan saling bekerjasama satu dengan yang lainnya, akan dapat tercapai.

4. Menikah di usia dewasa

Salah satu persiapan pernikahan yang kokoh adalah mempertimbangkan usia calon pengantin. Yang harus digarisbawahi adalah kedewasaan seseorang tidak hanya diukur dengan menstruasi bagi perempuan dan mimpi basah bagi laki-laki.

Pada dasarnya, kedua kondisi tersebut hanya menunjukkan kematangan biologis untuk urusan reproduksi mereka. Akan tetapi, kedewasaan bukanlah soal urusan reproduksi semata, tetapi juga menyangkut kematangan fisik sikap dan perilaku.

Artinya, pernikahan tidaklah hanya soal pelampiasan hasrat seksual atau biologis semata, akan tetapi juga menciptakan tanggung jawab sosial yang besar dalam mengembangkan keluarga Samawa.

Syarat dewasa ini pantas mendapatkan perhatian lebih karena banyak penelitian yang mengatakan bahwa perkawinan yang dilakukan di usia dini atau belia memiliki kecenderungan untuk bercerai.

Kondisi tersebut tentunya masuk akal karena kesiapan mental pasangan yang belia atau yang belum cukup umur belum mampu untuk mengarungi kehidupan rumah tangga, khususnya di masa sekarang.

5. Mengawali dengan lamaran

Salah satu persiapan yang juga penting adalah tidak terburu-buru dalam menikah, artinya awalilah dengan khitbah atau prosesi pra-nikah.

Proses ini melibatkan keluarga laki-laki dan keluarga perempuan, dalam proses ini diharapkan terjadi pengenalan dan penyesuaian bagi kedua calon pengantin dan juga keluarga besar kedua belah pihak.

Melakukan khitbah sebelum pernikahan merupakan sikap yang paling mulia dan dibenarkan dalam Islam. Sebab, dalam momen tersebut mereka akan memiliki waktu untuk mengenal perbedaan masing-masing dalam berbagai hal, mulai dari karakter, budaya, keluarga, termasuk visi tentang pernikahan dan keluarga yang hendak mereka bangun. 

Hari ini Tentunya sangat berguna di masa yang akan datang, serta membantu meminimalisir konflik yang diakibatkan oleh perbedaan yang ada.

Tetapi perlu diingat, melamar atau  meminang bukanlah proses akad pernikahan. Itu artinya, mereka sama sekali belum memiliki hubungan yang halal secara syariat. Apabila mereka melakukan hubungan suami istri, maka hal tersebut tidak dibenarkan dan dinilai zina.

Ketika sebuah lamaran direalisasikan, maka laki-laki yang melamar tersebut tidak boleh melamar perempuan lain, begitu juga pihak perempuan yang tidak boleh menerima lamaran dari laki-laki lain.

6. Memberi mahar

Mahar merupakan pemberian sukarela yang merupakan simbol dari ketulusan, kejujuran, dan komitmennya dalam menikahi seorang perempuan.

Di dalam menentukan jumlah mahar ,pihak perempuan tidak boleh sampai memberatkan pihak laki-laki, apalagi sampai cenderung atau terkesan menghalangi tercapainya pemenuhan mahar tersebut.

Banyak orang-orang yang memiliki pemahaman bahwa besarnya sebuah mahar yang diberikan laki-laki membuatnya semakin lebih leluasa dalam memiliki istrinya.

Seorang suami yang memberikan mahar tinggi akan merasa berhak mendapatkan perlakuan khusus, berhak melakukan apapun yang ia mau kepada istrinya, termasuk melakukan kekerasan terhadap istrinya.

Pemahaman seperti di atas sangatlah tidak seusia dalam perspektif Islam. Di dalam Islam sendiri, pemberian mahar merupakan simbol cinta kasih, kejujuran, dan keseriusan, bukan menjadi alat tukar untuk perempuan yang dinikahinya.

7. Buat perjanjian pernikahan

Perjanjian pernikahan merupakan hal yang dibolehkan dalam Islam selama tidak melanggar ajaran Islam itu sendiri. Intinya, ketika hal tersebut tidak melanggar serta tidak menghapus hak-hak dasar dari pernikahan, maka hal tersebut diperbolehkan.

Lazimnya, perjanjian pernikahan ini mengikat kedua belah pihak. Sebagian pihak menganggap ini penting karena mencerminkan bentuk kehati-hatian serta menjaga kehormatan kedua belah pihak.

Perjanjian pernikahan ini berlaku sejak akad berlangsung dan tidak dapat diubah kecuali atas persetujuan kedua belah pihak.

Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), hal ini sudah di racik dan dirumuskan sedemikian rupa, di antaranya yaitu menyangkut taklik-talak, perlindungan yang cukup dan pantas bagi perempuan yang kemungkinan mendapatkan sikap penelantaran yang dilakukan oleh pihak pria.

Tetapi sekali lagi, perjanjian ini bersifat opsional dan tidak diwajibkan di dalam pernikahan.

8. Mengadakan walimah

Walimah atau pesta pernikahan merupakan perayaan atas ungkapan rasa syukur setelah akad pernikahan dinyatakan sah.

Selain itu walimah juga berfungsi sebagai pemberitahuan kepada publik tentang adanya keluarga baru, hubungan suami istri baru, serta menjauhkan dari berbagai fitnah zina di mata masyarakat.

Walimah sendiri tidak ada batasannya dalam Islam, baik itu besar maupun kecil, baik itu sederhana maupun mewah, baik yang bernuansa modern maupun kental dengan adat istiadat.

Selagi hal tersebut tidak merugikan orang lain atau tidak melanggar aturan syariat, maka hal tersebut diperbolehkan.

Tetapi substansi dari walimah sendiri adalah ungkapan rasa syukur kepada Allah sebagai Zat yang memberi nikmat tersebut, maka Islam justru menekankan pada kemampuan masing-masing, sehingga proses tersebut tidak terkesan memaksa dan memberatkan dari kedua mempelai atau keluarga, apalagi sampai meninggalkan hutang piutang.

Itulah 8 persiapan perkawinan atau pernikahan kokoh menurut Islam. Semoga apa yang kami bagikan bermanfaat. Wallahu A’lam