Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Keluarga Berencana (KB) Dalam Pandangan Islam

Keluarga Berencana (KB) Dalam Pandangan Islam
Abusyuja.com – Keluarga berencana (KB) merupakan program membentuk keluarga sehat dan sejahtera dengan cara membatasi jumlah kelahiran anak.

Artinya, perencanaan jumlah keluarga bisa ditentukan dengan membatasi keturunan dengan cara menggunakan alat-alat kontrasepsi atau alat-alat khusus lainnya.

Setidaknya ada dua kata yang berhubungan dengan keluarga berencana (KB) dalam perspektif Islam, yaitu pembatasan kelahiran (Tahdid an-Nasl) dan pengaturan kelahiran (Tandzim an-Nasl).

Semua ulama telah sepakat bahwa haram hukumnya membatasi kelahiran karena cara ini dianggap “permanen dalam mencegah kelahirannya secara permanen”. Sedangkan mencegah kelahiran secara permanen sendiri diharamkan dalam Islam.

Adapun pengaturan kelahiran (Tandzim an-Nasl) diperbolehkan oleh para ulama karena pengaturan kehamilan dan kelahiran tidak tergolong pembatasan.

Apalagi apabila melihat tujuan dan keuntungan jika suami istri mengikuti program KB tersebut adalah untuk tujuan kemaslahatan keluarganya agar menjadi keluarga kecil bahagia dan sejahtera yang mendapatkan ridho Allah Swt.

Pengaturan kelahiran diisyaratkan dalam Al-Qur’an pada surat al-Baqarah ayat 233 dan surat al-Luqman ayat 14 tentang anjuran menyusui anak selama 2 tahun, bahkan ada beberapa ayat lainnya.

Sejalan dengan ayat-ayat tersebut, tentu terdapat anjuran agar para ibu yang sedang menyusui tidak dianjurkan hamil lagi karena hal tersebut akan mengganggu kesehatan ibu, anak yang sedang disusui, serta janin yang ada di dalam rahimnya.

Untuk memudahkan pemahaman, hal ini dapat dijelaskan bahwa ibu yang sedang menyusui dan hamil, maka asupan makanan ibu akan terbagi kepada dirinya sendiri, bayi yang disusui, dan janin yang ada di kandungannya. 

Imam Ibnu Hajar menjelaskan:

“Menjauhi bahaya kesehatan anak yang sedang disusui dari bahaya perubahan kualitas asinya seorang ibu yang sedang hamil.”

Perbedaan pendapat para ulama terjadi pada penggunaan alat atau obat kontrasepsi modern, terutama yang masih dianggap permanen sesuai kedua istilah pengertian KB di atas, seperti “tubektomi dan vasektomi”.

Dengan kata lain, jumhur ulama menyetujui penggunaan alat dan obat kontrasepsi selama hal itu tidak permanen seperti kondom, pil suntik, implan atau norplant, IUD jelly, dan lain sebagainya.

Sebagian ulama lain juga membolehkan melakukan vasektomi untuk laki-laki dan tubektomi untuk perempuan karena penemuan keilmuan dan teknologi kedokteran yang menyatakan bahwa keduanya bisa disambung kembali saluran sperma atau saluran telur perempuan yang dikenal dengan nama rekanalisasi sehingga  tidak lagi permanen.

Apakah dasar kebolehan menggunakan obat dan alat kontrasepsi modern tersebut? Hal ini dapat ditelusuri dari beberapa Hadis Rasulullah Saw., di antaranya yaitu hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Turmuzi dan Ahmad. 

Diriwayatkan dari Umar, dari Atha’ dan dari Jabir, dia berkata, “Kami melakukan Azl pada zaman Rasulullah Saw. sedangkan saat itu Al-Qur’an (saat periode) diturunkan.” (Bukhari, Muslim, Turmuzi dan Ahmad)

Kalimat “Sedangkan Al-Qur’an pada saat periode diturunkan” menunjukkan bahwa kalau melakukan Azl (coitus interuptus) yaitu mencabut kemaluan laki-laki dari vagina pada saat hampir keluar sperma dan mengeluarkan di luar vagina istrinya itu diperbolehkan.

Jika Azl pada zaman Rasulullah dilarang oleh Allah, maka akan ada ayat yang melarangnya, dan ternyata Ayat tersebut tidak ada. Dengan demikian, maka melakukan Azl tidak dilarang dalam Islam.

Kebolehan penggunaan alat dan obat kontrasepsi dianalogikan kepada praktik Azl tersebut karena mempunyai tujuan yang sama, yaitu menghindari kehamilan.

Mengikuti program Keluarga Berencana (KB) bertujuan untuk menjaga kesehatan ibu dan anak, meningkatkan kesempatan untuk merawat bayi dan anak semaksimal mungkin, serta meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan keluarga.

Penggunaan obat dan alat kontrasepsi modern harus melalui pemeriksaan kesehatan calon pemakai dan mengikuti saran dokter atau bidan yang melayaninya.