Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bolehkah Menghajikan Orang yang sudah Meninggal? Berikut Jawabannya

Menghajikan orang meninggal_Pernahkah kita mendengar haji badal? Badal sendiri memiliki arti pengganti, didalam istilah Pesantren ada juga istilah guru badal, yaitu guru pengganti. Menghajikan orang yang sudah meninggal merupakan ibadah yang termasuk dalam kategori haji badal, yaitu berangkat ke Baitullah untuk melaksanakan ibadah haji dengan niat haji atas nama orang lain.

Baca Juga: 


Hukum menghajikan orang yang sudah meninggal

Berikut salah satu hadist yang menjelaskan mengenai menghajikan orang meninggal. Hadist ini dari Ibnu Abbas ra. dan diriwayatkan oleh Imam Bukhari yang artinya :
Ibnu Abbas: Ada seorang perempuan dari daerah Juhainah datang menemui Rasulullah SAW. Kemudian wanita itu berkata :"Ya Rasulullah, Ibuku pernah nadzar jika hajatnya terkabul, ia akan pergi berhaji, kemudian beliau meninggal, apakah aku boleh menghajikannya ya Rasulullah?''. Kemudian Rasulullah SAW menjawab:" Hajikanlah dia, lalu bagaimana pendapatmu kalau ia mempunyai hutang dimasa hidupnya, apakah engkau sudah melunasinya? Hutang kepada Allah SWT (Nadzar) lebih berhak dilunasi".
https://abusyuja.blogspot.com/2019/08/bolehkah-menghajikan-orang-yang-sudah-meninggal.html
Dari hadist di atas maka terbentuklah istilah menghajikan orang yang sudah meninggal. Dan dari hadist tersebut dijelaskan bahwa membayar hutang kepada Allah SWT itu lebih utama dari pada membayar hutang kepada sesama manusia, hutang kepada Allah disini salah satu contohnya adalah kewajiban membayar nadzar.

Apakah boleh menghajikan orang yang sudah meninggal, padahal dirinya sendiri belum pernah haji ?

Menghajikan orang yang sudah meninggal atau masih hidup, apakah disyaratkan harus sudah pernah haji sebelumnya? Mengenai kasus tersebut, ulama memiliki pendapat yang berbeda-beda, berikut penjelasannya:

1. Menurut Imam Maliki

Apakah ia disyaratkan sudah haji apabila ingin menghajikan orang yang telah meninggal dunia? Menurut golongan Maliki hal tersebut tidak disyaratkan. Contoh: Zaid ingin menghajikan ayahnya yang sudah tutup usia, tetapi Zaid sendiri belum pernah haji. Menurut Imam Maliki, Zaid boleh menghajikan ayahnya meskipun ia belum pernah melaksanakan haji. Tetapi jika si Zaid berhaji untuk dirinya terlebih dahulu, maka itulah yang paling utama.

Imam Maliki berpendapat bahwa boleh menghajikan orang yang telah meninggal, tetapi jika menghajikan orang yang masih hidup, hukumnya tidak sah.

2. Menurut Imam Syafi'i

Menurut Imam Syafi'i orang yang menghajikan orang lain disyaratkan harus sudah pernah melakukan haji sebelumnya, jika tidak, ibadah haji yang dikerjakan untuk orang lain akan berpindah menjadi haji wajib baginya. Contoh: Zaid ingin menghajikan ayahnya yang sudah tutup usia. Menurut Imam Syafi'i, Zaid disyaratkan harus sudah pernah haji sebelumnya. Sebab, jika si Zaid tetap menghajikan ayahnya dalam keadaan ia belum pernah haji sebelumnya, maka ibadah haji yang dikerjakan Zaid untuk ayahnya akan berpindah menjadi haji wajib bagi Zaid sendiri. 

Mengenai menghajikan orang meninggal disyaratkan haru sudah pernah berhaji, Imam Syafi'i dan ulama fuqaha lainnya berpedoman pada hadist dari Ibnu Abbas ra yang berbunyi: "Sesungguhnya Nabi SAW pada suatu ketika pernah mendengar seorang laki-laki berkata” Aku penuhi panggilanmu Ya Allah atas nama saudaraku Syubrumah”. 
Kemudian Nabi SAW bertanya kepada laki-laki tersebut :" Siapakah Syubrumah itu?". 
Kemudian laki-laki itu menjawab : "Dia adalah saudaraku ya Rasulullah". 
Kemudian Nabi SAW bertanya lagi :" Apakah engkau telah melaksanakan haji untuk dirimu
Laki-laki itu menjawab :" Belum Ya Rasulullah.
Kemudian Nabi Muhammad SAW bersabda :" Berhaji lah engkau untuk dirimu sendiri dan barulah kemudian berhaji atas nama saudaramu Syubrumah."

Itulah pembahasan mengenai menghajika orang yang telah meninggal. Semoga apa yang kami sampaikan bermanfaat.