Cara Memperlakukan Istri Ketika Berbuat Salah

Daftar Isi

Abusyuja.com_Wahai para suami, wanita adalah makhluk dengan bentuk fisiknya lemah dan karakter yang sensitif. Oleh karena itu mereka pun harus diperlakukan dengan lemah lembut. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bahwa, “Bersikap lembutlah kepada kaca-kaca ( para wanita).”

http://www.abusyuja.com/2020/07/cara-memperlakukan-istri-ketika-berbuat-salah.html

Demikianlah kenyataannya bahwa sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Ta'ala menciptakan wanita dengan bentuk fisik yang lemah dan lembut hati. Mereka lemah, sehingga sangat perasa dan sensitif, mereka mudah tersinggung walau hanya dengan sedikit persoalan, namun juga mudah terkena (baper) bila diberi pujian meskipun sedikit saja. Mereka suka berburuk sangka pada suatu kejadian, cemburu terhadap sesuatu yang terkadang tidak masuk akal, dan menangis karena sedikit kegelisahan.

Para wanita disamakan dengan kaca karena kerapuhan, sensitivitas dan keanggunannya. Wanita tidak bisa diperlakukan semena-mena sebagaimana kaca yang mudah pecah dan tidak bisa menerima kekerasan.

Cara Memperlakukan istri ketika berbuat salah

Lantas, bagaimanakah cara kita memperlakukan kaca itu untuk menjaga agar tidak pecah ketika kita membersihkannya? Apabila istri  diibaratkan sebuah kaca atau cermin rapuh yang jika terlalu keras digosok akan mudah pecah, maka dalam memperbaiki kesalahan istri Kita juga harus mempergunakan cara-cara yang lembut agar istri kita tidak merasa ditekan atau dimarahi. Ketika diberi nasehat, hendaknya kita juga pandai dalam bergaul dalam mengambil hatinya.

Alangkah baiknya jika dalam menasihati, seorang suami mempergunakan cara yang pelan untuk melembutkan hatinya. Adapun yang terpenting dari semua itu adalah suami dituntut untuk menunjukkan sifat sabar dan tidak mudah tersulut emosi ketika istri melakukan kesalahan.

Memang itulah salah satu hal yang harus didahulukan dalam menyikapi suatu masalah. Imam Ghozali berkata bahwa sabar adalah menerima dengan lapang dada terhadap hal-hal yang menyakitkan dan menyusahkan, serta menahan rasa marah atas perlakuan kasar. Sikap mengeluh bila diperlakukan buruk oleh orang lain menunjukkan masih buruknya akhlak orang tersebut, karena “Akhlak Yang Mulia” adalah yang dapat menerima semua bentuk perlakuan yang menyakitkan dengan lapang dada.

Berkaitan dengan hal ini, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam merupakan teladan yang baik. Selama hayatnya, beliau senantiasa memberikan pengajaran kepada sahabat dan umatnya untuk selalu bersabar dalam menghadapi setiap masalah, cobaan, dan ujian, termasuk saat menghadapi sikap istri yang terkadang menyakitkan hati.

Pada suatu hari, pernah terjadi perselisihan antara Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dengan Aisyah hingga mereka melaporkan kepada Abu Bakar dan memintanya menjadi moderator. Lalu Rasulullah berkata, “Wahai Aisyah, apakah kamu atau aku dulu yang bicara?” Aisyah menjawab, “Biar kamu yang berbicara, tetapi jangan katakan sesuatu kecuali kebenaran.”

Mengetahui kelancangan Aisyah tersebut, Abu Bakar (Ayah Aisyah) kemudian menampar mulutnya hingga berdarah. Abu Bakar menghardik Aisyah, “Wahai perempuan yang memusuhi dirimu sendiri, apakah Rasulullah pernah berbicara tidak jujur?”

Melihat ayahnya marah Aisyah segera berlindung di belakang Rasulullah, kemudian Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam berkata, “Kami tidak mengundangmu untuk berlaku kasar seperti itu, dan kami pun tidak menginginkan perbuatan itu darimu.” (HR. Thabrani)

Demikian perilaku sabar dan kasih sayang seorang manusia terbaik, pemimpin umat akhir zaman. Meski Aisyah telah menyakiti hatinya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, beliau masih tetap berlaku lembut dan tidak sedikitpun mau berbuat kasar, bahkan ketika Abu Bakar (ayah dari Aisyah) sendiri berlaku kasar Rasulullah menolak dan melarangnya.

Senyum sebagai simbol kasih sayang dan kelembutan, senantiasa menghiasi bibir Rasulullah yang mulia. Semestinya para suami meneladani sikap indah ini dalam mempergauli istrinya. Rajutlah jalinan rumah tangga dengan benang kasih sayang dan kelembutan. Sehingga, biduk rumah tangga dapat didayung dengan tenang, penuh ketenteraman, dan berlabuh di pantai kebahagiaan.

Dan yang tidak kalah penting adalah suami juga harus menunjukkan sifat pemaaf sehingga ia akan mudah menerima nasihat dan menyadari kesalahan yang telah diperbuatnya. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda bahwa, “Tidaklah sempurna kenikmatan ( bersenang-senang) dengan seorang wanita kecuali dengan bersabar dalam menghadapinya.”

Itulah cara suami memperlakukan istri ketika dihadapkan dalam suatu permasalahan. Semoga apa yang kami sampaikan bermanfaat. Wallahu A’lam