Istri atau Ibu Menurut Islam?

Daftar Isi

Abusyuja.com_Setelah menikah, sebagian orang akan disibukkan dan terlena dengan istrinya hingga ia melupakan kedua orang tuanya yang telah melahirkannya dan mendidiknya hingga dewasa. Bahkan, kadang anak suka meremehkan dan menghina kedua orang tuanya hanya demi membahagiakan istrinya.

http://www.abusyuja.com/2020/07/istri-atau-ibu-menurut-islam.html

Dan sampai-sampai ada yang mengusir kedua orangtuanya demi mengambil hati istrinya. Ada pula yang tega memukul orang tua. Ini jelas merupakan bentuk kedurhakaan kepada orang tua. Namun, betapa banyak orang yang melakukannya tanpa sadar.

Banyak orang tua yang merasa malu hingga tidak mau meminta kepada anak ketiak sedang dalam kesusahan, atau tidak mau menampakkan kebutuhannya kepada anak.

Terkadang mereka tidak mau merepotkan anak-anaknya, namun akhirnya sang anak benar-benar lupa pada orangtuanya. Namun, kondisi seperti ini bukanlah alasan bagi sang anak untuk tidak memperhatikan kedua orangtuanya.

Sebagian orang tua memang tidak ingin merepotkan anaknya, karena merasa khawatir bila keberadaannya hanya menjadi beban hidup sang anak. Sementara itu, sebagian orang (anak) yang kondisi ekonominya mapan, akan rela menghambur-hamburkan uangnya demi menyenangkan istri atau anak-anaknya. Tetapi, ketika orangtuanya membutuhkan bantuan, ia justru enggan memberikan bantuan.

Apabila sang ayah meminta uang untuk memenuhi kebutuhannya, maka si anak langsung berkata, “Saya masih punya banyak utang. Saya membeli mobil dengan kredit. Saya membeli rumah dengan kredit. Saya harus menabung demi kebutuhan anak-anak di masa depan.” Tetapi anehnya jika tiba waktu liburan, dengan mudah ia menghambur-hamburkan uang sebanyak-banyaknya untuk menyenangkan istri dan anak-anaknya.

Padahal Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 215 bahwa, nafkah-kan harta kalian untuk orang tua (ibu dan ayah), kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, serta orang yang sedang musafir (melakukan perjalanan).

Wahai para suami, apabila terjadi suatu masalah antara orang tua kita dengan istri, maka satu hal yang harus dilakukan adalah memastikan mengenai kebenaran masalah itu. Kita harus tahu secara pasti duduk persoalan sebenarnya. Kita harus dapat menentukan kebenaran masalah itu, apakah pihak orang tua atau pihak istri yang benar.

Orang tua kita memang harus dihormati, bahkan harus lebih diutamakan daripada istri. Namun, mereka juga manusia biasa yang dapat berbuat salah. Begitu pula istri kita, ia juga manusia yang pasti pernah dan bisa berbuat kekhilafan. Oleh karena itu, ketika terjadi perselisihan di antara mereka, maka kita harus dapat berlaku seadil-adilnya, tanpa berat sebelah, atau mendukung salah satu pihak saja.

Setelah kita mendapati kebenaran dari persoalan tersebut bahwa orang tua kita-lah yang salah, misalnya, maka sudah sepatutnya bagi seorang anak, kita harus menyampaikan kebenaran kepada mereka dengan lemah lembut, karena mereka adalah orang tua yang telah menjaga dan memelihara kita dari bayi sampai dewasa.

Dan apabila kesalahan ada pada istri kita, maka sudah sepatutnya kita berusaha meluruskan kesalahan istri dengan cara yang bijak pastinya, lembut, dan penuh kasih sayang. Jangan serta merta menyalahkan istri kita, namun sampaikanlah bahwa apa yang dilakukan istri itu kurang tepat.

Sampaikan pula bahwa orang tua kita itu juga orang tuanya. Oleh karena itu, sudah sepatutnya kita bersama-sama menghormati mereka dan menyayangi mereka seperti halnya mereka menyayangi kita semasa kecil.

Dalam hidup berumah tangga, masalah pasti akan datang silih berganti. Tidak ada suatu keluarga yang terhindar dari satu masalah sama sekali. Namun, sebagai orang dewasa yang sudah membina keluarga sendiri, bila terjadi masalah, sudah sepatutnya kita berusaha menyelesaikannya sendiri, tanpa terburu-buru melibatkan orang tua. Karena, hal itu hanya akan menambah beban orang tua.

Orang tua yang semestinya hidup tenang di masa tua dan lebih berkonsentrasi beribadah kepada Allah Swt. akhirnya ikut gelisah, karena mendengar keluh-kesah anaknya. Dan kebanyakan orang tua itu perasa. Jika anaknya tersakiti, maka mereka pun akan merasa tersakiti juga.

Bahkan, terkadang akhirnya hal itu menyebabkan orang tua jatuh sakit, karena memikirkan beban anaknya. Padahal,saat orang tua menikahkan anaknya, ia berharap agar sang anak dapat membahagiakan, menyenangkan, dan merawatnya. Karena itu, jika seseorang menghadapi permasalahan dalam rumah tangga, hendaknya ia berusaha mengatasinya sendiri, atau bertanya kepada orang yang berilmu, dan tidak masalah jika sesekali ia meminta pendapat kepada kedua orangtuanya.

Yang tidak tepat adalah, jika setiap permasalahan, langsung mengadu kepada orang tua, terutama ibu. Karena, jika mendengar anaknya bermasalah dengan pasangannya, ia akan merasa sedih. Bahkan, hal ini sangat mungkin menjadikan seorang ibu benci kepada istri. Dan akhirnya ia menganjurkan anak untuk menceraikan istrinya.

Terkadang orang tua memerintahkan untuk melakukan sesuatu yang berkaitan dengan rumah tangganya yang tidak sesuai dengan pandangan si anak. Apakah harus dilakukan?

Jika perintah orang tuanya bertentangan dengan syariat, maka hendaknya ia tidak mentaati perintah tersebut. Adapun jika tidak demikian, maka hendaknya sang anak menimbang antara maslahat dan madharat-nya. Apabila kemaslahatan-ya banyak, maka hendaknya ia menaati orang tuanya. Akan tetapi, jika ke-madharat-tannya itu lebih banyak, tidak mengapa ia menyelisihi orang tua, tetapi dengan cara yang beradab. Jelaskan secara baik-baik agar mereka tidak sakit hati.

Yang terakhir, janganlah kita menyibukkan orang tua dengan permasalahan-permasalahan yang kita hadapi. Namun, bila kita menghadapi permasalahan besar, yang kita sendiri membutuhkan pendapat dari orang tua lain, maka bolehlah kita meminta pertimbangan dan pendapat mereka.

Marilah kita membahagiakan orang tua, dan semoga anak-anak kita juga akan membahagiakan kita di masa tua kita nanti. Insya Allah