Pengertian dan Hukum Gadai dalam Islam

Daftar Isi

https://www.abusyuja.com/2020/08/pengertian-dan-hukum-gadai-dalam-islam.html
Gadai dalam kacamata Islam dapat diartikan sebagai menjadikan barang yang mempunyai nilai harta menurut pandangan syariat sebagai jaminan hutang, hingga orang yang bersangkutan boleh mengambil hutang atau ia bisa mengambil sebagian (manfaat) barangnya itu. Demikian menurut definisi para ulama.

Setiap barang pasti memiliki nilai, bernilai nol-pun juga tetap dianggap nilai. Seperti sampah ditempat sampah, ia tidak bernilai apabila kita jual, kecuali jika dijual pada pengepul sampah, maka pastilah sampah tersebut akan bernilai.

Begitu juga dengan barang-barang berharga seperti motor, mobil, perhiasan bahkan surat tanah, semua dianggap memiliki nilai yang dapat disalurkan untuk akad gadai, yaitu akad yang memperbolehkan pengambilan manfaat seperti hutang atas jaminan barang tersebut.

Pemilik barang yang berhutang disebut Rahin (yang menggadaikan), sedangkan orang yang menghutangkan, orang yang mengambil barang tersebut serta mengikatnya di bawah kekuasaannya disebut Murtahin. Dan untuk barang yang digadaikan disebut dengan Rahn (gadaian).

Landasan Hukum Gadai

Dalam kacamata Islam, gadai hukumnya adalah jaiz (boleh), baik ditinjau dari Qur'an hadis maupun ditinjau dari ijma' ulama. Berikut dalilnya:

Dalil gadai dalam Al-Qur'an

Hukum gadai adalah boleh, sebagaimana dijelaskan dalam QS. Al-Baqarah ayat 283:

"Jika kalian dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedangkan kalian tidak menemukan seorang penulis, maka hendaklah ada barang  tanggungan yang dipegang (oleh yang menghutangkan). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanah (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya." (QS. Al-Baqarah: 283)

Dalam ayat di atas bisa kita jadikan dua kesimpulan. Pertama, orang yang hutang hendaklah menyerahkan sesuatu yang bernilai sebagai jaminan atas hutangnya, dan biasanya hal ini berlaku untuk orang-orang yang tidak memiliki hubungan dekat. Kedua, gadai bukanlah satu-satunya cara untuk memperoleh hutang. Apabila yang hutang adalah kerabatnya sendiri, atau orang-orang yang kita percayai serta kita yakini bahwa ia amanat, maka boleh bagi kita memberikan hutang tanpa jaminan apapun.

Dalil gadai dalam redaksi hadis

Dalam sebuah riwayat dijelaskan bahwa Rasulullah Saw. pernah menggadaikan baju besinya kepada orang Yahudi untuk meminta darinya (Yahudi) gandum. Yahudi tersebut berkata, "Sesungguhnya Muhammad ingin membawa lari hartaku." Kemudian Rasulullah Saw. menjawab, 

"Bohong! Sesungguhnya aku orang yang jujur di atas bumi ini, dan juga jujur di langit. Jika kau berikan amanat kepadaku pasti aku tunaikan. Pergilah kelian dengan baju besiku."

Dalam riwayat Bukhari dijelaskan,

Aisyah ra. pernah berkata, "Rasulullah pernah membeli makanan dari orang Yahudi dan beliau menggadaikan kepadanya baju besi beliau." (HR. Bukhari)

Dalam riwayat Muslim dijelaskan, 

Aisyah ra. pernah berkata, "Rasulullah Saw. pernah membeli makanan dari orang Yahudi dengan pembayaran yang ditangguhkan, dan beliau menggadaikan baju besinya kepada orang Yahudi tersebut." (HR. Muslim)

Dan para ulama sepakat bahwa hukum gadai adalah boleh. Dan mereka tidak pernah mempertentangkan kebolehannya, demikian pula landasan hukumnya. Itu artinya, semua telah sepakat tanpa ada yang khilaf (berbeda).

Syarat Sah Gadai

Gadai dapat dianggap sah apabila memenuhi syarat berikut:

  • Berakal (tidak sah orang yang tidak berakal melakukan akad gadai);
  • Baligh (tidak sah anak kecil yang belum baligh melakukan akad gadai);
  • Barang yang akan digadaikan atau yang dijadikan borg (jaminan) itu ada wujudnya pada saat akad gadai dilakukan (sekalipun tidak satu jenis, seperti motor dan mobil, mobil dan surat tanah, dll.);
  • Barang tersebut dipegang oleh murtahin (orang yang menerima gadai) atau orang yang mewakilinya;
  • Barang tersebut masuk dalam kriteria, serta ciri-ciri yang disebutkan tidak berbeda dengan yang aslinya.

Memanfaatkan Barang Gadai

Akad gadai bertujuan untuk meminta kepercayaan dan menjamin hutang, bukan mencari keuntungan dan hasil. Maka, boleh bagi murtahin (orang yang memegang gadai) memanfaatkan barang yang digadaikan. Tindakan memanfaatkan barang gadaian adalah tak ubahnya qiradh yang mengalirkan manfaat.

Jika berbentuk binatang ternak, ia boleh memanfaatkan sebagai imbalan memberi makan binatang tersebut. Ia boleh memanfaatkan binatang yang bisa ditunggangi seperti unta, kuda, bighal (okulasi kuda dengan himar). Ia juga diperbolehkan mengambil susu dari binatang ternak seperti sapi dan kambing. Jika berbentuk sawah, ia diperbolehkan memanfaatkan tahannya sebagai imbalan perawatan lahan tersebut. 

Abu Hurairah menceritakan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda, "Susu binatang boleh diambil jika ia sebagai borg (jaminan) dan diberi nafkah oleh murtahin (orang yang menerima gadai), dan boleh pula menungganginya. Orang yang memanfaatkannya sebagai di atas diwajibkan memberi nafkah atas hewan tersebut." (HR. Abu Daud)

Penyitaan Barang Gadai

Zaman dulu, jika orang yang menggadaikan barang tidak mampu mengembalikan pinjaman, maka barang gadaian akan berpindah hak miliknya kepada pemegang gadai. Tetapi Islam kemudian tidak membenarkan cara ini dan melarangnya.

Jika masanya sudah habis, orang yang menggadaikan barang berkewajiban melunasi hutangnya. Jika ia tidak melunasinya dan dia tidak mengizinkan barangnya dijual untuk kepentingannya, maka hakim berhak memaksanya untuk melunasi atau menjual barang yang dijadikan borg (jaminan) tersebut.

Jika hakim telah menjual barang tersebut kemudian terdapat kelebihan dari kewajiban yang harus dibayar oleh orang yang menggadaikan, maka kelebihan itu menjadi milik orang yang menggadaikan, dan jika masih belum tertutup, maka si rahin berkewajiban menutupinya.

Jika terdapat persyaratan: menjual barang gadaian pada waktu habisnya masa, maka hal tersebut diperbolehkan. Biasanya persyaratan ini akan disetujui oleh kedua belah pihak ketika proses akad gadai berlangsung. Jadi, apabila habis masanya, pemegang gadai berhak menjual barang gadaian tersebut. Wallahu A'lam