Perbedaan Syariat, Fiqih, dan Hukum Islam

Daftar Isi

Di dalam masyarakat Indonesia, berkembanglah beberapa macam istilah hukum yang memiliki keterkaitan, persamaan sekaligus perbedaan antara satu dengan yang lainnya. Istilah yang kami maksud adalah syariat Islam, Hukum Islam dan fiqih Islam. Di dalam bahasa Indonesia, syariat Islam biasa digunakan untuk menentukan hukum syariat hukum syara, untuk fiqih Islam biasa digunakan untuk menentukan hukum fiqih atau kadang-kadang digunakan untuk hukum Islam. 

https://www.abusyuja.com/2020/08/perbedaan-syariat-fiqih-dan-hukum-islam.html

Hal ini menunjukkan bahwa keduanya memiliki hubungan yang erat, dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan. Syariat merupakan landasan bagi fiqih, dan fiqih merupakan pemahaman orang yang memenuhi syarat untuk membuat ketentuan syariat. Oleh karenanya, seseorang yang akan memahami hukum Islam harus dapat membedakan antara syariat Islam dan fiqih Islam.

Dari ketiga istilah ini ada persamaan dan perbedaannya. Sebelum membahas persamaan dan perbedaan antara fiqih Islam, Hukum Islam dan Hukum Syariat, berikut kami jelaskan secara singkat mengenai definisi masing-masing.

1. Hukum Syariat

Secara bahasa, syariat memiliki akar kata شرع   yang berarti “jalan menuju sumber air”. Sedangkan menurut istilah, syariat adalah hukum yang ditetapkan oleh Allah Swt. berupa wahyu-wahyu yang disampaikan para Rasul untuk para hamba-hamba-Nya. Baik berbentuk hukum, akhlak (budi pekerti), aqidah, muamalah, dan lain sebagainya.

Dalam bahasa sederhana, syariat dapat diartikan sebagai keseluruhan ajaran Islam yang bersumber dari Wahyu Allah Swt. Dalam wacana keislaman, syariat memang memiliki makna yang sangat penting, karena secara eksplisit (gamblang/terang-terangan) tercantum dalam Al-Qur’an dan Hadis Nabi Muhammad Saw.

Maka, syariat inilah yang digunakan oleh kalangan umat Islam untuk mendefinisikan seluruh pandangan Allah yang terkait dengan perbuatan atau amal manusia. Kata syariat biasanya dinisbatkan kepada para Rasul (utusan) Allah, seperti syariat Nabi Musa, Syariat Nabi Ibrahim dan Syariat Nabi Muhammad Saw.

2. Hukum Fiqih

Secara bahasa (etimologi), fiqih berarti paham, memahami segala sesuatu, seperti paham mana perbuatan yang baik dan mana yang buruk. Seperti paham dimana posisi langit, posisi bumi, dan lain sebagainya. Sedangkan menurut istilah, fiqih adalah pengetahuan tentang hukum syarat yang mencakup segala aspek kehidupan manusia lewat dalil-dalil yang terperinci.

Sedangkan menurut istilah, fiqih adalah ilmu pengetahuan tentang syarat’ mengenai perbuatan atau amalan manusia yang diperoleh dari dalil-dalil yang terperinci. Sedangkan menurut para ulama, fiqih merupakan hukum yang dihasilkan oleh manusia melalui ijtihad dari orang-orang mujtahid setelah melewati analisis dan perenungan yang mendalam. 

Perbedaan pendapat dan pengamalan fiqih adalah salah satu hal yang lumrah dan tidak perlu dipertentangkan. Dan pada akhirnya, di antara para pengikut ulama mazhab, akan saling toleran untuk tidak saling menyalahkan mazhab yang tidak diikutinya. Fiqih sebagai hasil istinbath atau ijtihad fuqaha’ (ahli fiqih), harus kita yakini kebenarannya. Meskipun tidak menutup kemungkinan terjadi kesalahan didalamnya, kita harus tetap membenarkan karena mereka juga manusia yang tak luput dari kekhilafan (meskipun kemungkinan sangat kecil). Rasulullah Saw. bersabda bahwa apabila seseorang berijtihad dan ternyata salah, maka baginya satu pahala. Jadi tidak dikenakan sanksi hukum.

Ciri-ciri fiqih:

  • Fiqih merupakan ilmu pengetahuan tentang syara’;
  • Yang dibahas dalam fiqih adalah hal-hal yang bersifat amaliyah furu’iyah;
  • Fiqih adalah ilmu pengetahuan tentang syara’ yang didasarkan kepada dalil yang terperinci;
  • Fiqih itu digai dan ditemukan melalui penalaran dan istidlal (pengunakan dalil) imam Mujtahid dan Faqih;
  • Fiqih tidak selamanya bersifat paten, ia dapat saja menerima perubahan dan pembaharuan karena tuntutan ruang dan waktu.

3. Hukum Islam

Hukum secara bahasa memiliki arti “menolak kezaliman” atau dengan arti “menetapkan” atau “memutuskan”. Secara istilah, hukum adalah titah Allah yang berkaitan dengan perbuatan orang-orang mukallaf (orang-orang yang dibebani hukum syara’), berupa tuntunan perintah maupun larangan, sebab dan syarat serta mani’ (penghalang).

Dari definisi di atas dapat kita simpulkan bahwa hukum itu terbagi menjadi dua bagian. Pertama, hukum taklifi yang mengandung sebuah perintah wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram. Kedua, hukum wadh’i yang dijadikan sebab, seperti tergelincirnya matahari menjadi sebab wajib shalat dzuhur, wudhu menjadi syarat sah shalat, dan haid-Nifas menjadi penghalang wajibnya puasa dan shalat.

Dalam hukum Islam, hukum lebih cenderung diartikan kepada fiqih Islam sebagai penjabaran dari syariat. Syariat akan sangat sulit dijalankan apabila tidak didasarkan pada ilmu fiqih. Maka, fiqih adalah ujung tombak dalam melaksanakan syariat Islam. Memang, syariat dan fiqih dapat dibedakan, tetapi dua hal tersebut merupakan dua unsur yang tidak dapat dipisahkan. Untuk memperjelas persamaan dan perbedaannya, berikut penjelasannya:

Syariat terdapat di dalam Qur’an dan Sunnah Nabi Saw. Secara objektif, syariat merupakan wahyu Allah dalam Al-Qur’an dan sunnah Rasul. Sedangkan fiqih adalah pemahaman atau penalaran (pemikiran) manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad tentang syariat (imam Mujtahid). Syariat dan fiqih dapat dibedakan tetapi dapat dipisahkan, karena fiqih merupakan operasional dari syariat.

Syariat bersifat fundamental (mendasar), idealistis, dan otoritatif. Sedangkan fiqih bersifat liberal, realistis dan instrumental, ruang lingkupnya terbatas pada tindakan hukum.

Syariat adalah ketetapan Allah serta ketentuan Rasul-Nya. Maka, kebenarannya dianggap mutlak (absolut) serta berlaku abadi sepanjang waktu dan dimana saja. sedangkan fiqih adalah hasil karya manusia. Maka, kebenarannya bersifat relatif (tidak absolut) dan tidak berlaku untuk selamanya (bisa berubah-ubah sesuai kebutuhan zaman).

Syariat merupakan satu unsur yang tidak memiliki cabang, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah. Sedangkan fikih memiliki beragam cabang. Dalam fiqih, seseorang akan menemukan pemikiran atau pemahaman dari para fuqha (ulama ahli fiqih). Diantara tokoh yang terkenal di Indonesia ada 4, yang sampai sekarang masih berpengaruh di kalangan umat islam sedunia, yaitu Imam Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Imam Hambali.

Fiqih berisi rincian dari syariat karena itu dapat dikatakan sebagai elaborasi (penggarapan secara tekun dan cermat) terhadap Syariat. Yang kami maksud elaborasi disini adalah suatu bagian ijtihad dengan menggunakan akal pikiran Imam Mujtahid. 

Sedangkan yang dimaksud ijtihad adalah suatu usaha sungguh-sungguh dengan mempergunakan segenap kemampuan yang ada yang dilakukan oleh seorang yang yang memenuhi syarat (imam Mujtahid) untuk mendapatkan garis hukum yang belum jelas atau tidak ada ketentuannya dalam Al-Qur’an dan sunnah Nabi. 

Imam Mujtahid adalah orang yang berhak melakukan ijtihad, seperti Imam Mazhab 4 misalnya, mereka adalah imam mujtahid yang telah memenuhi syarat untuk melakukan ijtihad syaiat. Sedangkan di zaman sekarang, Imam mujtahid hampir dipastikan sudah tidak ada lagi.

Ciri-Ciri Hukum Islam

  • Merupakan bagian dari unsur agama Islam
  • Hukumnya bersumber dari Al-Qur’an dan Hadis Nabi yang dikembangkan lebih lanjut oleh orang-orang yang memenuhi syarat untuk berijtihad.
  • Mempunyai dua istilah yaitu syari’ah dan fiqih
  • Yang diatur dalam hukum Islam tidak hanya soal hubungan manusia, tetapi juga mengatur tentang hubungan dengan Allah Swt., atau yang selalu kita sebut dengan hubungan vertikal dan horizontal. Hubungan dengan Allah disebut ibadah, sedangkan hubungan sesama manusia disebut muamalah. Kedua hubungan ini harus dihidupkan dengan seimbang.