Mengenal Akad Mudharabah Beserta Dasar Hukumnya

Daftar Isi

https://www.abusyuja.com/2020/09/akad-mudharabah-beserta-dasar-hukumnya.html
Dalam bahasa sederhana, syirkah Mudharabah merupakan perjanjian bagi hasil. Sedangkan konsepnya sendiri adalah pihak pertama memberikan modal atau harta kepada pihak kedua (pengelola) yang digunakan untuk berbisnis, dengan ketentuan bahwa keuntungan (laba) yang didapat akan dibagi ke masing-masing pihak (pemodal dan pengelola) sesuai kesepakatan.

Lalu, Bagaimana kalau bisnisnya rugi? Apabila terjadi kerugian, maka hal tersebut akan dibebankan kepada pemodal. Hal ini sebagaimana apa yang telah ditetapkan dalam hukum syara', bahwa dalam akad Mudharabah, apabila ada kerugian, maka yang dibebankan adalah harta, dan tidak dibebankan sedikitpun kepada pengelola yang bekerja.

Dalam bahasa hukum, Mudharabah berarti suatu kontrak kerjasama yang salah satu pihak (pemilik) berhak mendapatkan bagian keuntungan, karena sebagai pemilik barang/modal (rabbimal) dan mitra lainnya (dharib/pengelola) berhak memperoleh bagian keuntungan atas pekerjaannya sendiri.

Dasar Hukum Mudharabah

Dalil/dasar hukum yang membenarkan akad Mudharabah adalah sebagaimana apa yang telah dipaparkan dalam Al-Qur'an dan Al-Hadis.

Dalam Potongan QS. al-Muzzammil ayat 20 dijelaskan,

"...Dia mengetahui, bahwa akan ada di antara kami orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah,..." (QS. al-Muzzammil: 20)

Dijelaskan pula dalam QS. al-Baqarah ayat 198,

"Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu,..." (QS. al-Bawarah: 198)

Dalam hadis pun juga dijelaskan dalam riwayat Ibnu Abbas, bahwa Abbas bin Abdul Muthalib jika memberikan dana ke mitra usahanya secara Mudharabah, ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi laut, menuruni lembah berbahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut, maka yang bersangkutan bertanggungjawab atas dana tersebut. Disampaikan syarat-syarat tersebut kepada Rasulullah dan Rasulullah membolehkannya.

Shalih bin Suhaib menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda, "Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (Mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah bukan untuk dijual." (HR. Ibnu Majah)

Selain dasar hukum Al-Qur'an dan Al-Hadis, Ijtihad ulama pun juga membenarkan bisnis kemitraan jenis Mudharabah. Mereka, para ulama menegaskan bahwa praktik Mudharabah dilakukan oleh sebagian sahabat, sedangkan sahabat lainnya tidak membantah (tidak menentang). Bahkan, harta yang dilakukan secara Mudharabah di zaman mereka kebanyakan adalah harta anak yatim.

Oleh sebab itu, berdasarkan dalil-dalil di atas, para ulama fiqih menetapkan bahwa akad Mudharabah bila telah memenuhi rukun dan syarat hukumnya adalah boleh.

Syarat dan Rukun Akad Mudharabah

Mudharabah diperbolehkan asalkan memenuhi rukun dan syaratnya. Berikut rukun dan syarat Mudharabah:

1. Adanya Pemodal dan Pengelola

Syarat yang pertama adalah diharuskan ada pemodal dan pengelola. Pemodal dan pengelola disyaratkan mampu melakukan transaksi secara sah di mata hukum. Itu berarti, kemitraan seperti ini tidak diperbolehkan bagi anak kecil yang belum terikat hukum.

Syarat pengelola dalam akad Mudharabah

Adapun syarat bagi pengelola sendiri adalah Sebagai berikut:

  • Harus melakukan tindakan sesuai dengan kontrak kerja, yaitu mencakup segala aspek pekerjaan utama dan sekunder yang diperlukan dalam pengelolaan usaha;
  • Pengelola juga diperbolehkan melakukan aktivitas yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan utama (dalam kontrak), tetapi aktivitas tersebut menunjang atau membantu melancarkan jalannya usaha;
  • Pengelola dilarang menyalahgunakan dana modal tanpa izin eksplisit (izin secara tegas dan gamblang) dari penyedia dana. Misal, meminjam atau menggunakan modal untuk keperluan pribadi.
Syarat penyedia dana dalam akad Mudharabah

Syarat shahibul mal atau penyedia dalam akad Mudharabah adalah tindakan apapun yang berhubungan dengan pengambilan kebijakan teknis operasional, seperti membeli dan menjual.

2. Sighat (Ucapan)

Sighat dianggap tidak sah apabila salah satu pihak menolak syarat-syarat yang telah diajukan dalam penawaran, atau salah satu pihak meninggalkan tempat saat berlangsungnya negosiasi kontrak tersebut, sebelum kesepakatan disempurnakan.

Selain dengan sighat, kontrak Mudharabah juga boleh dilakukan lewat tulisan atau secara tertulis, dan ditandatangani sebagaimana legalitas hukum yang berlaku. Di zaman sekarang, akad Mudharabah juga diperbolehkan melalui praktik teknologi modern, seperti penyampaian kontrak lewat Email, fax, dan lain sebagainya. Tetapi, legalitas merupakan syarat mutlak dalam menentukan sah tidaknya dokumen tersebut.

3. Modal

Syarat yang ketiga dalam akad Mudharabah adalah transparansi modal. Berikut syarat-syarat modal dalam Mudharabah:

  • Modal harus jelas bentuk dan jenisnya, apakah berupa mata uang atau aset;
  • Modal harus diberikan secara tunai. Apabila modal berupa aset perdagangan, inventaris misalnya, maka pada waktu akad, nilai aset tersebut serta biaya yang telah terkandung di dalamnya harus dihitung sebagai modal Mudharabah;
  • Penyedia aset berhak menerima hasil dari pengelola yang memanfaatkannya. Jika kontrak berakhir, aset-aset tersebut harus dikembalikan kepada penyedia aset.

4. Nisbah Keuntungan

Keuntungan dalam akad Mudharabah wajib dibagi pada kedua belah pihak. Dilarang mengambil keuntungan tanpa membagi pada pihak lain.

Proporsi keuntungan masing-masing pihak haruslah diketahui pada waktu menyepakati kontrak. Dan proporsi tersebut haruslah diambil dari keuntungan. Misal, 60% untuk pemodal dan 40% untuk pengelola.

Apabila jangka waktu Mudharabah relatif lama (tiga tahun ke atas), maka nisbah keuntungan dapat disepakati untuk ditinjau dari waktu ke waktu.

Kedua belah pihak juga harus menyepakati biaya-biaya apa saja yang ditanggung oleh pengelola. Kesepakatan ini penting, karena biaya akan memengaruhi nilai keuntungan.

Pembagian keuntungan umumnya dilakukan dengan mengembalikan modal tersebut dahulu. Tetapi mayoritas ulama tidak mengharuskan hal tersebut. Keuntungan boleh dibagi tanpa mengembalikan modal. Hal ini berlaku selama kerjasama masih berlangsung.

Bila keuntungan telah dibagi namun setelah itu usaha mengalami kerugian, maka para ulama menyarankan bahwa pengelola juga ikut menutupi kerugian tersebut dari keuntungan yang telah dibagikan kepadanya.

Macam-Macam Mudharabah

Mudharabah terbagi menjadi dua, Mudharabah Mutlaqah dan Muqayyad.

Mudharabah Mutlaqah (Mutlak) adalah pengelola modal diberi kebebasan untuk mengelola modal dengan usaha apa saja yang bisa mendatangkan keuntungan dan tidak dibatasi pada daerah tertentu. Selagi tidak bertentangan dengan syariat, maka usaha apa saja diperbolehkan.

Mudharabah Muqayyad (Terbatas) adalah pengelola modal harus mengikuti syarat-syarat yang ditetapkan oleh shahibul mal (penyedia modal), seperti berdagang barang tertentu, dan membeli barang pada orang tertentu. Syarat-syarat yang ditetapkan penyedia modal juga tidak boleh bertentangan dengan syariat Islam.

Demikian pembahasan mengenai Akad Mudharabah lengkap dengan dasar hukum, syarat, rukun dan macam-macamnya. Semoga apa yang kami sampaikan bermanfaat. Wallahu A'lam