Hukum Jual Beli Online (e-commerce) Dalam Islam

Daftar Isi

https://www.abusyuja.com/2020/09/hukum-jual-beli-online-e-commerce-dalam-islam.html
Seiring dengan perkembangannya teknologi informasi yang didukung pula dengan teknologi komputer yang semakin canggih, teknologi komunikasi pada saat ini menjadi sarana penunjang bagi penyebaran informasi hampir ke seluruh dunia. Jaringan komunikasi global dengan fasilitas teknologi komputer tersebut dikenal dengan sebutan internet.

Internet mempunyai pengertian sebagai suatu jaringan kerja komunikasi yang bersifat global yang tercipta dari saling terkoneksinya perangkat-perangkat komputer baik yang berbentuk personal komputer maupun super komputer.

Aktivitas bisnis dengan teknologi internet disebut sebagai e-commerce atau electronic commerce dan saat ini dalam pengertian bahasa Indonesia telah dikenal dengan istilah jual-beli online.

Di era sekarang bisnis jual beli online semakin hari semakin populer. Banyak beberapa toko online yang menyediakan berbagai hal mulai dari penjualan barang elektronik, non elektronik, pembayaran yang bersifat primer maupun sekunder.

Selain penjualan di atas, toko online sekarang juga menyediakan sistem penjualan produk hasil kerjasama antara tokoh-tokoh offline yang berada di seluruh dunia. Jadi, ekosistem jual beli online kini telah merambah ke pundak-pundak toko offline yang secara otomatis mereka sekarang merupakan satu kesatuan yang mengikat. Toko online merupakan ladangnya, sedangkan toko offline adalah suplay tanamannya.

Dari penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa e-commerce atau jual beli online merupakan suatu aktivitas perniagaan seperti layaknya perniagaan pada umumnya, hanya saja para pihak yang bertransaksi tidak bertemu secara fisik, akan tetapi secara elektronik melalui media internet.

Konsep Dasar E-Commerce

Dalam e-commerce seorang penjual memberi penawaran terhadap barang yang dimilikinya untuk dijual melalui media elektronik yaitu internet dengan memasukkan penawaran tersebut dalam situs yang ia kelola sendiri untuk melakukan perdagangan (toko online independent) atau memasukkannya ke dalam situs-situs jual beli berskala besar lain, seperti Tokopedia, Bukalapak, Shopee, AliExpress dan lain sebagainya.

Pembeli di sini dapat dengan leluasa memilih transaksi mana yang sesuai dengan yang ia cari dalam menjelajahi situs dalam internet. Pembeli layaknya berbelanja secara konvensional dengan melihat etalase-etalase yang dipajang oleh tiap-tiap toko, dan jika ia menemukan sesuatu yang ia cari, maka ia dapat melakukan transaksi dengan penjual yang memberikan penawaran dalam situs tersebut yang diandaikan dengan tokoh secara konvensional.

Hukum Jual Beli Online (e-commerce) Dalam Islam

Bagaimana pandangan Islam soal e-commerce atau jual beli online? Apakah dibenarkan dalam Islam atau mungkin diharamkan? Berikut penjelasannya:

Dalam bidang muamalah, dikenal suatu asas hukum Islam, yaitu Asas Kebolehan atau Mubah. Asas ini menunjukkan kebolehan melakukan hubungan perdata (sebagian dari hubungan muamalah) sepanjang hubungan tersebut tidak dilarang oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Islam memberi kesempatan luas kepada yang berkepentingan untuk mengembangkan bentuk dan macam hubungan perdata baru yang sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan umat manusia.

Apabila kita lihat dari konsep e-commerce sendiri, memang secara jelas memiliki tujuan untuk memudahkan para pembeli yang tidak sempat untuk pergi ke toko offline atau mungkin tidak memiliki kemampuan untuk melakukan pembelian barang yang terletak di wilayah yang berjauhan atau mungkin di negara lain.

Untuk mengetahui apakah e-commerce bertentangan atau tidak dari segi hukum perikatan Islam, maka e-commerce harus sesuai dengan rukun dan syarat akad menurut hukum perikatan Islam itu sendiri. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam konsep e-commerce adalah sebagai berikut:

Barang telah ada ketika waktu akan diadakan

Barang yang ditransaksikan dalam e-commerce haruslah ada wujudnya atau siap dikirim. Jadi pengertian “ada” dalam transaksi ini lebih diutamakan bentuk tampilan fisiknya dalam layanan internet. Tetapi, toko online di zaman sekarang sudah memiliki fitur diskusi produk dan deskripsi produk. Hal ini menunjukkan bahwa barang yang dijual-belikan pada toko online harus jelas deskripsinya dan Jelas pula keadaan barangnya, apakah sudah ready atau belum untuk tujuan menambah kepercayaan calon pembeli. Mengenai ketersediaan bisa ditanyakan pada fitur diskusi produk, untuk mengetahui ciri-ciri produk bisa dilihat di deskripsi produk. Dan pelapak juga diharuskan mengubah status “stok kosong” apabila memang bareng tidak ada.

Dibenarkan oleh syariat

E-commerce yang diperbolehkan tentu saja merupakan e-commerce yang konsepnya dibenarkan oleh syariat. Yang menjadi substansi di sini bukan hanya soal objek yang di-halal-kan saja, namun juga harus bermanfaat.

Karena transaksi melalui online tidak dilakukan di Indonesia saja, tetapi juga dilakukan di antar negara di dunia, maka wajar jika terjadi ketidaksamaan persepsi mengenai halal atau haramnya barang yang diperdagangkan.

Halalnya suatu barang dalam transaksi lintas negara tergantung dari fatwa halal atau haramnya suatu barang di negara yang bersangkutan. Misalnya minuman keras di Amerika tidak dalam label haram, sedangkan di indonesia yang mayoritas penduduknya Islam adalah haram. Dan hal ini dalam e-commerce tidaklah dipermasalahkan sama sekali tetapi, dalam hukum Islam dipermasalahkan.

Maka, kami tegaskan suatu objek yang dijualbelikan haruslah sesuai dengan syariat kita, baik Ditinjau dari segi hukum Islam maupun dari segi manfaat.

Harus jelas dan diketahui

Objek yang akan dijual belikan haruslah jelas dan ketahui oleh para pihak yang bersangkutan maka jika barang atau harga tidak diketahui jual-beli tidak sah karena dimungkinkan mengandung unsur penipuan.

Dalam e-commerce para pihak yang melakukan akad tidak bertemu secara fisik hal tersebut mengakibatkan barang yang menjadi objek agar tidak dapat dilihat secara langsung. 

Maka dari itu, pintar-pintarlah kita ketika melakukan transaksi online. Setidaknya ada zona aman di mana kita bisa melakukan transaksi  online dengan benar. Pertama, melakukan transaksi online lewat e-commerce yang sudah terpercaya. Kedua, menggunakan fitur pihak ketiga untuk menangguhkan uang pembayaran ke penjual sebelum barang diterima oleh pembeli.

Barang dapat diserahterimakan

Dalam e-commerce, terdapat kerjasama antara beberapa pihak yang bersangkutan untuk menunjang berhasilnya fase serah terima barang hasil transaksi online. Di sisi ini seorang penjual  tidak mungkin secara langsung menemui pembeli ketika transaksi telah dilakukan, tetapi ia perlu menggunakan jasa ekspedisi atau jasa kurir yang memang secara spesialis bertugas mengantarkan barang lewat sirkulasi ekspedisinya.

Lantas apa substansi dari “dapat diserahterimakan”?

Tentu saja hal ini mencakup segala aspek yang berkaitan dengan barang tersebut. Pertama, barang haruslah dapat dikuasai dan dimiliki, jadi tidak boleh menjual burung liar di pohon depan rumah yang belum pasti bisa kita miliki. Kedua, kemungkinan barang tersebut bisa dikirim haruslah jelas, apabila tidak memungkinkan, maka wajib untuk dibatalkan, misal pengiriman barang dari kota ke daerah pelosok yang tidak memiliki jalur ekspedisi.

Kesimpulan 

Perdagangan yang dilakukan melalui internet atau e-commerce pada dasarnya tidak berbeda dengan perdagangan pada umumnya yang dilakukan menurut hukum perdata. Dalam ajaran islam, jual beli diperbolehkan asalkan tidak bertentangan dengan perdagangan menurut hukum perikatan Islam karena dalam e-commerce juga memenuhi unsur-unsur atau rukun perikatan menurut hukum perikatan Islam. Sama halnya seperti pada jual beli secara konvensional, apabila seluruh syarat-syarat pada setiap rukun tersebut terpenuhi, maka perikatan jual beli dinyatakan sah dan tidak bertentangan dengan hukum Islam.

Demikianlah pembahasan mengenai hukum e-commerce atau jual beli online dalam kacamata Islam. Semoga apa yang kamu sampaikan bermanfaat. Wallahu A'lam