Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hukum Menukar Uang dengan Uang Menurut Islam

https://www.abusyuja.com/2020/09/hukum-menukar-uang-dengan-uang-dalam-islam.html
Bagaimana hukum menukar uang dengan uang? Sharf merupakan istilah yang biasa digunakan untuk aktivitas menukar uang dengan uang. Sharf sendiri secara bahasa berarti penambahan, penukaran, penghindaran, pemalingan, atau transaksi jual beli.

Sedangkan secara istilah, Sharf adalah perjanjian jual beli satu valuta (mata uang) dengan valuta lainnya. Jual beli mata uang asing (valuta asing) dapat dilakukan, baik dengan sesama mata yang yang sejenis maupun yang tidak sejenis. Misal, Rupiah dengan Rupiah, Rupiah dengan Dollar atau Dollar dengan Rupiah.

Sedangkan menurut para ulama fiqih, Sharf diartikan sebagai memperjualbelikan uang dengan uang yang sejenis maupun tidak sejenis. Dalam literatur fiqih klasik, pembahasan ini ditemukan dalam bentuk jual beli Dinar dengan Dinar, Dirham dengan Dirham.

Pada masa kini, bentuk jual-beli ini banyak dijumpai dilakukan oleh pihak bank-bank devisa atau para money changer (penukar uang), misalnya jual beli Rupiah dengan Dollar Amerika Serikat atau dengan mata uang asing lainnya.

Dasar Hukum

Dalam kacamata Islam, menukar uang dengan uang hukumnya adalah boleh. Abu Ubadah bin ash-Shamid menceritakan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda, "Emas (hendaklah dibayar dengan) emas, perak dengan perak, bur dengan bur, syair dengan syair, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam, sama dan sejenis haruslah dari tangan ke tangan (sah). Maka, apabila berbeda jenisnya juallah sekehendak kalian dengan syarat kontan." (HR. Jamaah)

Dalam riwayat Ibnu Umar dikatakan, 

"Jangan kamu memperjualbelikan emas dengan emas, perak dengan perak, kecuali sejenis, dan jangan pula kamu memperjualbelikan perak dengan emas yang salah satunya gaib (tidak ada di tempat) dan yang lainnya ada."

Dalam hadis pertama dijelaskan bahwa syarat pertukaran mata uang yang jenisnya sama adalah kualitas dan kuantitasnya sama serta dilakukan secara tunai (pembayaran harus dilakukan seketika itu juga tidak boleh dihutang).

Sedangkan hadis kedua demikian juga, bahkan di dalamnya terdapat keterangan tambahan, yaitu bahwa pertukaran mata uang harus dilakukan secara tunai (objek yang dipertukarkan atau yang diperjualbelikan ada di tempat jual beli itu dilakukan).

Dalam riwayat Abu Syaid Al-khudri ditetapkan juga, bahwa nilai tukar yang diperjualbelikan itu dalam jenis yang sama, maka tidak boleh ada penambahan pada salah satu sejenisnya. (HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad)

Rukun dan Syarat

Menurut para ulama, syarat yang harus dipenuhi dalam jual beli mata uang adalah sebagai berikut:

1. Dilakukan secara tunai

Pertukaran tersebut harus dilakukan secara tunai, artinya masing-masing pihak yang harus menerika/menyerahkan masing-masing mata uang pada saat yang bersamaan.

2. Bertujuan untuk maslahat

Motif penukaran adalah dalam rangka mendukung transaksi komersial, yaitu transaksi perdagangan barang dan jasa antar bangsa, bukan dalam rangka spekulasi.

3. Tidak mengandung jual beli syarat

Syarat yang ketika adalah harus menghindari jual beli syarat. Contoh, si A setuju membeli barang si B hari ini dengan syarat si B harus membelinya kembali pada tanggal tertentu di masa yang akan datang.

4. Penukaran dilakukan di tempat yang tepat

Transaksi berjangka harus dilakukan dengan pihak-pihak yang diyakini mampu menyediakan valuta asing yang dipertukarkan.

5. Kepemilikan secara sempurna

Tidak dibenarkan menjual barang yang belum dikuasai atau jual beli tanpa hak kepemilikan. Misal, menukarkan uang yang tidak sepenuhnya milik kita.

Demikian pembahasan mengenai hukum menukar uang dengan uang lain. Semoga apa yang kami sampaikan bermanfaat. Wallahu A'lam