Pelanggaran Penggunaan Hak dalam Kacamata Islam
Dalil yang menunjukkan larangan terhadap ta’assuf fi isti’malil haqq antara lain didasarkan pada dua pertimbangan prinsip:
Pertama, pada prinsipnya kebebasan dalam Islam tidaklah bersifat mutlak, melainkan kebebasan yang bertanggung jawab yaitu kebebasan mempergunakan hak yang disertai sikap tanggung jawab atas terpelihara hak dan kepentingan orang lain. Pelaksanaan kebebasan secara mutlak menimbulkan konsekuensi kebebasan melanggar hak dan kepentingan orang lain. Hal yang demikian ini tentunya hanya akan menimbulkan perselisihan dan permusuhan antar sesama manusia. Tentunya kondisi seperti ini bertentangan dengan tujuan risalah Islam sebagai rahmatan lil alamin.
Kedua, prinsip tauhid mengajarkan bahwasanya Allah Swt. adalah pemilik hak yang sesungguhnya, sedangkan hak yang dimiliki manusia merupakan amanah Allah yang harus dipergunakan sebagaimana yang dikehendaki-Nya. Dalam bahasa sosiologi, kehendak Allah dapat diterjemahkan sebagai kepentingan atas terpeliharanya kemaslahatan publik. Oleh karena itu, penggunaan hak sama sekali tidak boleh melanggar hak atau kepentingan masyarakat umum.
Dan berikut perbuatan-perbuatan yang tergolong ta’assuf fi isti’malil haqq atau pelanggaran dalam penggunaan hak
Apabila seseorang dalam mempergunakan haknya mengakibatkan pelanggaran terhadap hak orang lain atau menimbulkan kerugian terhadap kepentingan orang lain seperti kewenangan dalam menggunakan hak rujuk dan hak wasiat.
Seseorang yang melakukan perbuatan yang tidak disyaratkan dan tidak sesuai dengan tujuan kemaslahatan yang ingin dicapai dalam penggunaan hanya tersebut. Contoh seseorang yang melakukan akad nikah tahlil. Dalam hal ini Rasulullah Saw. bersabda, “Allah Swt. melaknat orang yang melakukan nikah tahlil dan yang memanfaatkan nikah tahlil (HR. Imam Empat kecuali Tirmidzi)
Seseorang yang mempergunakan haknya untuk kemaslahatan pribadinya, tetapi mengakibatkan madharat yang besar terhadap pihak lain atau kemaslahatan yang ditimbulkannya sebanding dengan madharat yang ditimbulkannya, baik terhadap kepentingan pribadi, orang lain, lebih-lebih terhadap kepentingan masyarakat umum.
Seseorang yang mempergunakan haknya tetapi tidak sesuai tempatnya atau bertentangan dengan adat kebiasaan yang berlaku, serta menimbulkan madharat terhadap pihak lain. Misalnya membunyikan speaker radio dengan keras sekali sehingga dapat mengganggu ketenteraman para tetangga, kecuali jika hal tersebut telah menjadi alat kebiasaan suara masyarakat, seperti orang yang punya pekerjaan memasang pengeras suara.
Seseorang yang mempergunakan haknya secara ceroboh atau tidak berhati-hati sehingga mengakibatkan madharat terhadap pihak lain.
Itulah beberapa contoh mengenai pelanggaran penggunaan hak dalam kacamata Islam. Dalam keadaan apapun, kita diwajibkan menghindari hal-hal sebagaimana contoh di atas. Sebab, ta’assuf fi isti’malil haqq merupakan sebuah larangan yang dibenarkan dalam Islam.
Namun apabila ta’assuf fi isti’malil haqq telah benar-benar terjadi, maka dapat diambil beberapa alternatif tindakan sebagai berikut:
Melenyapkan atau menghilangkan segala sesuatu yang nyata yang telah menimbulkan madharat kepada pihak lain. Misalnya dengan menghentikan pembangunan-pembangunan atau merobohkan bangunan yang menghalangi pihak tetangga mempergunakan hak irtifaq mereka.
Atau mungkin membayar ganti atau kompensasi denda sepadan dengan kerugian atau resiko yang diakibatkan oleh perbuatan ta’assuf fi isti’malil haqq.
Kita juga bisa membatalkan perbuatan tersebut, seperti membatalkan akad nikah tahlil, membatalkan wasiat yang menimbulkan madharat.
Apabila si pelaku ta’assuf fi isti’malil haqq masih mengelak, maka kita berhak mengambil tindakan paksa terhadap pelaku untuk melakukan sesuatu agar kerugian atau resiko yang ditimbulkan cepat berakhir. Contoh seperti memaksa pelaku ihtikar menjual barang yang ditimbunnya.