Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Reksadana Syariah yang Dibenarkan Dalam Islam

https://www.abusyuja.com/2020/09/reksadana-syariah-yang-dibenarkan-dalam-syariah.html
Reksadana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi. Dalam perekonomian modern, reksadana telah lama dipraktikkan di Indonesia. Seiring perkembangan pelaksaan ekonomi syariah, reksadana tidak luput dari kajian para pakar ekonomi syariah.

Sedangkan dalam fatwa Ulama, reksadana syariah merupakan jenis reksadana yang beroperasi menurut ketentuan dan prinsip syariah Islam, baik dalam bentuk akad antara pemodal sebagai pemilik harta dengan manajer investasi.

1. Ketentuan Reksadana Syariah

Ketentuan-ketentuan reksadana syariah telah diatur dalam fatwa tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksadana Syariah. Berikut ketentuannya:

Antara pemodal dengan manajer investasi dilakukan dengan sistem wakalah. Dalam akad ini, pemodal akan memberikan mandat kepada manajer investasi untuk melaksanakan investasi bagi kepentingan pemodal. Manajer investasi berhak atas upah yang dihitung atas persentase tertentu daru Nilai Aktiva Bersih Reksadana Syariah.

Antara manajer investasi dan pengguna investasi dilakukan dengan sistem mudharabah. Karakteristik dari sistem mudharabah adalah sebagai berikut:

Pembagian keuntungan antara pemodal yang diwakili oleh manajer investasi dan pengguna investasi berdasarkan proporsi yang telah disepakati kedua belah pihak melalui manajer investasi sebagai wakil dan tidak ada jaminan atas hasil investasi tertentu kepada pemodal.

Pemodal hanya menanggung resiko sebesar dana yang telah diberikan.

Manajer investasi sebagai wakil tidak menanggung resiko kerugian atas investasi yang dilakukannya sepanjang bukan karena kelalaiannya. Apabila ia lalai dalam menjalankan amanatnya, maka ia bertanggung jawab atas resiko yang ditimbulkan tersebut.

2. Jenis dan Instrumen Reksadana Syariah

Instrumen yang dapat digunakan untuk investasi pada reksadana syariah harus sesuai dengan syariah Islam. Apa saja itu? Berikut ketentuannya:

  • Instrumen saham yang sudah melalui penawaran umum dan pembagian dividen didasarkan pada tingkat laba usaha.
  • Penempatan dalam deposito pada Bank Umum Syariah.
  • Surat utang jangka panjang dan jangka pendek yang sesuai dengan prinsip syariah.

3. Jenis Usaha Emiten

Investasi hanya dapat dilakukan pada efek-efek yang diterbitkan oleh pihak (emiten) yang jenis kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan syariat Islam. Jenis kegiatan usaha yang bertentangan dengan syariat yaitu hal-hal berikut:

  • Usaha perjudian dan permainan yang tergolong maysir yang dilarang oleh Islam.
  • Usaha lembaga keuangan konvensional (RIBAWI), termasuk perbankan dan asuransi konvensional.
  • Usaha yang memproduksi , mendistribusi, serta memperdagangkan makanan dan minuman yang haram.
  • Usaha yang memproduksi , mendistribusi, serta menyediakan barang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat madharat.

4. Jenis Transaksi yang Dilarang

Transaksi investasi pada reksadana syariah harus dipilih dan dilaksanakan dengan berdasar pada prinsip kehati-hatian, serta tidak diperbolehkan melakukan spekulasi yang di dalamnya mengandung unsur gharar. Tindakan yang tidak diperbolehkan adalah meliputi berikut:

  • Najsy, atua melakukan penawaran palsu.
  • Bai’ al-ma’dum, atau melakukan penjualan atas barang yang belum dimiliki.
  • Insider Trading, atau menyebarluaskan informasi yang menyesatkan atau memakai informasi orang dalam untuk memperoleh keuntungan transaksi yang dilarang.
  • Melakukan investasi pada perusahaan yang apda saat transaksi tingkat (nasabah) utangnya lebih dominan dari modalnya.

5. Kondisi Emiten yang Tidak Layak

Emiten adalah perusahaan yang menerbitkan efek untuk ditawarkan kepada publik. Emiten dianggap tidak layak untuk diinvestasikan oleh reksadana syariah apabila meliputi hal-hal berikut:

  • Struktur utang terhadap modal sangat bergantung pada pembiayaan dari utang yang pada intinya merupakan pembiayaan yang mengandung unsur riba.
  • Suatu emiten memiliki nisbah utang, terhadap modal lebih dari 82% (utang 45%, modal 55%).
  • Menejemen suatu emiten diketahui telah bertindak melanggar prinsip usaha yang islami.