Syarat-Syarat Benda atau Barang yang Diperjualbelikan

Daftar Isi

https://www.abusyuja.com/2020/09/syarat-syarat-objek-benda-yang-diperjualbelikan.html
Objek akad atau objek perikatan dalam kacamata Islam biasa disebut dengan mahallul ‘aqdi, yaitu objek yang dijadikan dan dikenakan padanya akibat hukum yang timbulkan. Bentuk objek dalam jual beli dapat berupa benda wujud, seperti mobil dan rumah, maupun benda yang tidak wujud, seperti manfaat. Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam mahallul ‘aqdi adalah sebagai berikut:

1. Benda telah ada ketika akad dilangsungkan

Suatu perikatan yang objeknya tidak ada hukumnya adalah batal, seperti menjual anak hewan yang masih di perut induknya atau menjual tanaman sebelum tumbuh. Alasannya adalah hukum dan akibat tidak mungkin bergantung pada sesuatu yang belum ada wujudnya. Namun demikian, pengecualian terhadap bentuk-bentuk akad-akad tertentu, seperti jual beli salam (pesanan), istishna dan musyaqah yang objek akadnya diperkirakan akan ada di masa yang akan datang. Pengecualian ini didasarkan pada istishan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dalam kegiatan muamalah.

2. Benda tersebut dibenarkan oleh syara'

Pada dasarnya, benda-benda yang menjadi objek perikatan haruslah memiliki nilai dan manfaat bagi manusia. Manfaat disini mencakup segala aspek yang tentunya tidak bertentangan dengan syariat yang berlaku.

Sedangkan untuk benda-benda yang sifatnya tidak suci, seperti bangkai, minuman keras (miras), babi atau darah dianggap tidak memiliki nilai dan manfaat bagi manusia. Menurut kalangan Hanafiyah, dalam tasharruf akad tidaklah mensyaratkan adanya kesucian objek akad. Dengan demikian, jual beli kulit bangkai diperbolehkan sepanjang memiliki manfaat. Kecuali benda-benda yang dengan tegas dilarang dalam nash Al-Qur'an, seperti khamar, daging babi, bangkai dan darah.

Selain itu, jika objek perikatan itu dalam bentuk manfaat yang bertentangan dengan ketentuan syariat, seperti tempat prostitusi (pelacuran) dan pembunuhan, maka hukumnya haram.

3. Benda tersebut harus jelas dan dapat dikenali

Suatu benda yang menjadi objek perikatan harus memiliki kejelasan dan dapat diketahui oleh calon pembeli. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi kesalahpahaman di antara para pihak yang dapat menimbulkan sengketa. 

Jika objek tersebut berupa benda, maka benda tersebut harus jelas bentuk, fungsi dan keadaannya. Jika terdapat cacat pada benda tersebut, maka wajib baginya memberitahu kepada calon pembeli.

Sedangkan apabila objek tersebut berupa jasa, maka harus jelas penjelasannya mengenai kemampuan dan keahlian yang ia miliki. Ia harus cakap dalam menjelaskan keterampilan dan kepandaiannya dalam bidang tersebut.

Jika pihak tersebut belum atau kurang ahli, terampil, mampu, maupun pandai, maka wajib baginya memberi tahu kepada calon konsumen agar semua pihak sama-sama memahaminya.

Dari Abu Hurairah ra., beliau menceritakan bahwa Nabi Saw. melarang jual beli gharar (penipuan) dan jual beli hassah (jual beli dengan syarat tertentu, seperti penjual akan menjual bajunya apabila lemparan batu mengenai baju itu.

4. Bendanya dapat diserahterimakan

Benda yang menjadi objek perikatan dapat diserahkan pada saat akad terjadi, atau pada waktu yang telah disepakati. Oleh karena itu, disarankan bahwa objek perikatan berada dalam kekuasaan pihak pertama agar mudah untuk menyerahkannya kepada pihak kedua. Burung di udara, ikan di laut, tidaklah dapat diserahkan karena tidak ada dalam kekuasaannya.

Untuk objek yang berkaitan dengan jasa atau manfaat, maka pihak pertama harus melakukan tindakan (jasa) yang manfaatnya dapat dirasakan oleh pihak kedua, sesuai dengan kesepakatan.

Demikianlah pembahasan mengenai syarat-syarat objek atau benda yang diperjualbelikan. Semoga apa yang kami sampaikan bermanfaat. Wallahu A'lam.