Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Syarat-Syarat Subjek (Pelaku) Akad dalam Islam

https://www.abusyuja.com/2020/09/syarat-syarat-subjek-pelaku-akad-dalam-islam.html
Selain ditinjau dari segi kedewasaan seseorang, kita harus melihat segi kedewasaan seseorang itu berada di kapasitas mana. Dalam sebuah akad, kondisi psikologis seseorang perlu juga diperhatikan untuk mencapai sahnya suatu akad. Jadi tidak serta-merta ketika orang sudah berada di kapasitas dewasa, ia secara penuh berhak melakukan akad. Tentu saja tidaklah demikian.

Orang yang sudah dewasa pun juga harus memenuhi syarat-syarat subjek dari akad itu sendiri, apakah ia termasuk kriteria orang yang diberi hak kuasa secara sempurna atau tidak. Apabila ia tidak memenuhi syarat tersebut, maka tidak sah akadnya. Berikut syarat sah akad ditinjau dari subjeknya (pelakunya):

1. Berakal (tidak gila)

Orang yang melaksanakan akad haruslah berakal sehat, bukan orang gila, terganggu akalnya, ataupun kurang akalnya karena masih dibawah umur, sehingga dapat mempertanggungjawabkan akad yang dibuatnya. Status akad dari orang-orang yang tidak memenuhi syarat seperti ini  adalah tidak sah kecuali apabila ia memiliki wali yang mau melakukan akad tersebut sembari ikut andil dalam pertanggungjawaban akad.

2. Tamyiz (dapat membedakan)

Orang yang melakukan akad haruslah dalam keadaan dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk sebagai pandangan kesadarannya sewaktu  melakukan akad. Kemampuan seperti ini mutlak diperlukan karena setiap akad, kedua belah pihak berhak memiliki fase yang mana ia boleh memilih antara melanjutkan transaksi tersebut atau tidak. Kemampuan tamyiz inilah yang menjadi titik dasar dari fase tersebut.

3. Mukhtar (bebas dari paksaan)

Syarat ini didasarkan oleh ketentuan Qur’an surat an-Nisa ayat 29 dan hadis Nabi yang mengemukakan prinsip An-Taradhin atau rela sama rela. Hal ini berarti para pihak harus bebas dalam bertransaksi atau berakad, lepas dari paksaan dan tekanan apapun.

Jadi, segala paksaan dan tekanan merupakan bentuk penindasan yang memang tidak boleh berada dalam sebuah akad. Karena di dalam Al-Qur’an dan hadis telah ditegaskan bahwa salah satu unsur mutlak sebuah transaksi adalah adanya rela sama rela atau suka sama suka.

Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh orang yang ingin melakukan akad adalah sebagai berikut 

Baligh

Ukuran baligh seorang adalah telah bermimpi atau ihtilam bagi laki-laki dan telah haid terhadap perempuan. Baligh  juga dapat diukur dari usia seseorang seperti yang tercantum dalam hadis dari Ibnu Umar yaitu 15 tahun.

Dalam hal tersebut diceritakan bahwa Ibnu Umar tidak diizinkan Nabi Muhammad Saw.  untuk ikut berperang (Perang Uhud) ketika usianya 14 tahun, tetapi ketika usianya sudah mencapai 15 tahun, Ia diizinkan untuk turun berperang (Perang Khandaq).

Dan orang yang sudah baligh akan dapat dibebani hukum taklif atau sudah dapat bertindak hukum karena menurut Imam Muhammad Abu Zahrah, ia sudah berakal dan memiliki kecakapan bertindak hukum secara sempurna.

Berakal sehat

Seseorang yang melakukan perikatan harus memiliki akal yang sehat. Dengan akal yang sehat, ia akan memahami segala perbuatan hukum yang dilakukan dan akibat hukum terhadap dirinya maupun orang lain. Seseorang yang gila, sedang marah, sedang sakit atau sedang tidur, tidak dapat menjadi subjek hukum yang sempurna.

Nabi Muhammad Saw. pernah bersabda, “Diangkatkan  pembebanan hukum dari tiga jenis orang, yaitu orang tidur sampai ia bangun, anak kecil sampai ia baligh dan orang gila sampai ia sembuh.” (Hadits Riwayat Bukhari, Abu Dawud, Tirmidzi Nasa'i, Ibnu Majah dan Daruqutni dari Aisyah binti Abu Bakar dan Ali bin Abi Tholib)

Apabila seseorang telah baligh dan berakal sehat, tentu saja ia akan memiliki sifat tamyiz, di mana ia dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Dan pada saat itulah, kapasitas dirinya telah dibenarkan untuk melakukan sebuah transaksi atau akad secara sempurna dan mandiri.