Tertawa dan Tidur yang Dibenci Oleh Allah
Pertama, tidur ketika mendatangi majelis dzikir atau pengajian. Saat mendatangi majelis dzikir, kita dituntut untuk diam, khusuk dan konsentrasi sembari memperhatikan materi yang dikaji oleh kiai atau ustadz.
Dan tidak sepantasnya bagi kita untuk sengaja tidur karena materi yang disampaikan kurang menarik. Atau dengan alasan kita sudah tahu dan paham betul mengenai materi yang disampaikan, hingga akhirnya kita memutuskan untuk tidur karena dilanda kebosanan.
Kedua, tidur sesudah shalat subuh. Tidur jenis ini adalah tidur yang paling dibenci oleh Allah Swt. Ada ulama yang mengatakan bawa tidur sehabis subuh dapat menyebabkan fakir, hatinya keras, gampang marah, dan menimbulkan sikap-sikap negatif lainnya.
Kita sebagai seorang Muslim yang taat sudah sepantasnya membiasakan diri untuk beraktivitas setelah shalat subuh. Salah satu yang paling utama adalah membaca Al-Qur’an, berdzikir, mengaji kitab, belajar, atau mungkin menyiapkan dan membereskan pekerjaan-pekerjaan rumah.
Ketiga, tidur sebelum shalat isya dan tidur sebelum mengerjakan shalat wajib. Hal yang paling Afdhal ketika selesai mendirikan shalat magrib adalah mengaji (membaca Al-Qur’an). Para orang tua hendaknya melarang anaknya memegang remot TV atau gadget sehabis shalat magrib. Aturan kecil inilah yang nantinya membangun kebiasaan anak-anak, bahwa waktu sehabis magrib merupakan waktu sakral yang biasa digunakan untuk mengaji. Sebab, jika kita tidak menentukan waktu khusus untuk mengaji, anak terkadang malah sesuka-sukanya sendiri, ia tidak memiliki waktu tertentu kapan ia harus membaca Al-Qur’an, dan hal ini dapat menimbulkan sifat kemalasan mengaji pada anak.
Itulah tiga macam tidur yang dibenci oleh Allah. Sekarang kita beralih ke pembahasan tiga macam tertawa yang dibenci oleh Allah:
Pertama, tertawa di belakang jenazah. Tertawa di belakang jenazah merupakan aktivitas yang dibenci oleh Allah. Sudah sepantasnya bagi kita untuk mendoakan jenazah, meringankan keluarga jenazah serta menghibur keluarga yang berduka, bukan malah tertawa di hadapan orang lain sedang tertimpa musibah.
Kedua, tertawa di majelis dzikir. Majelis dzikir merupakan majelisnya Allah. Dzikir sendiri merupakan wasilah pendekatan diri kepada Allah. Orang yang tertawa di dalam majelis dzikir, itu berarti sama saja menertawai majelisnya Allah.
Ketiga, tertawa di kuburan. Tertawa merupakan salah satu ekspresi yang menunjukkan rasa bahagia, suka, gembira, dan riang hati. Dan hal ini sangat bertentangan dengan makna kuburan itu sendiri jika dipandang dalam kacamata Islam, yaitu sebagai sarana agar seorang Muslim selalu mengingat dan mengimani tentang hari kematian.
Kita sebagai Muslim yang baik sudah sepantasnya melakukan anjuran-anjuran (sunah) atau adab-adab ketika sedang berada di kuburan, seperti berziarah, mendoakan ahli kubur, membersihkan sekitar kuburan, menaburi bunga, dan lain sebagainya.
Mungkin cukup sekian pembahasan kali ini. Semoga apa yang kami sampaikan bermanfaat. Wallahu A’lam