Kisah Siti Masyitoh, Serta Hikmah dan Pelajaran yang Bisa Diambil
Kali ini kita akan menyimak kisah tentang ketangguhan seorang wanita mulia yang menjaga Iman di dalam hatinya, namanya adalah Masyitoh. ia hidup di zaman Firaun berkuasa, ia bekerja di dalam istana sebagai pengasuh bagi putri Firaun.
Suatu saat kita sedang menyisiri dengan lembut rambut Putri Firaun, tanpa sengaja terjatuhlah sisirnya. Ketika hendak mengambilnya, dengan spontan karena sudah menjadi kebiasaan ia mengucapkan “Basmalah”. Sang Putri keheranan mendengar perkataan Masyitoh, “Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang.”
“Siapakah Allah?” Tanya sang Putri.
Masyitoh tanpa mengkhawatirkan konsekuensi yang bisa terjadi menjawab dengan tegas bahwa Allah adalah Rabnya. Allah adalah Tuhan yang telah menciptakan dan oleh karenanya disembah tanpa menyekutukannya. Sang Putri segera melapor kejadian yang dialaminya itu kepada Firaun yang pada saat itu sedang gila kehormatan.
Raja Firaun yang baru saja tuntas mendengar kisah sang putri kemudian memanggil Masyitoh untuk dimintai keterangan, ia ingin mendengarkan langsung dari telinganya apakah semua yang diceritakan putrinya itu benar. Dan Masyitoh pun membenarkan hal tersebut, ia tidak gentar sama sekali meskipun ia bisa membayangkan siksaan pedih yang bisa ditimbulkan Firaun terhadapnya karena bisa saja Firaun menganggap pernyataannya sebagai suatu bentuk pelecehan.
Benar saja, Masyitoh diseret bersama anak-anaknya di hadapan khalayak yang sudah berkerumun. Di hadapannya telah dinyalakan api unggun, dipanaskan sebuah kuali besar dengan minyak mendidih. Ia memaksa Masyitoh untuk mengubah keyakinannya kepada Allah Swt. menjadi ketundukannya kepada Firaun, kalau tidak, kuali panas itulah yang akan merenggut nyawa mereka sekeluarga.
Tapi Masyitoh tetap dengan tegas mempertahankan imannya, maka Firaun memerintahkan algojonya untuk mendorong seorang anaknya ke dalam kuali sehingga syahid dalam keridhaan Allah Swt. Sehabis itu, Firaun memaksa lagi, namun Ia tetap bertahan sehingga seorang anak laki-lakinya dilempar ke dalam kuali mendidih itu, dan sekarang yang tersisa hanyalah ia dan seorang anak paling kecil yang berada di gendongannya.
Firaun masih saja menekan dengan paksa yang serupa. Dan pada saat itu Masyitoh telah mencapai puncak kesedihan karena menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri kematian anak-anaknya. Masyitoh kemudian pasrah kepada Allah, dan tiba-tiba, Allah memberi semangat kepadanya. Anak yang masih sangat mungil itu tiba-tiba berbicara. Kalimat pertama yang terucap dari lisan sang anak sungguh menakjubkan, ”Bersabarlah Bunda, melompatlah, yang kita tuju adalah surga.”
Akhirnya Masyitoh dengan mantap masuk ke dalam kuali itu bersama anaknya. Syahidlah mereka bersama anak-anaknya. Mereka telah dijamin menjadi penghuni surga. Bahkan dalam peristiwa Isra dan Mi'raj, Rasulullah Saw. sudah mencium aroma wangi di surga yang menyembur sebagai penghormatan pada Masyitoh yang telah dengan gagah berani mempertahankan imannya.
Dalam sebuah riwayat dari Ibnu Abbas ra., Rasulullah saat mikraj mencium aroma harum. Karena penasaran, beliau bertanya kepada Malaikat Jibril, “Bau Harum apakah ini wahai Jibril?”
Jibril menjawab, “ Itu adalah wangi dari kuburan seorang perempuan Solehah yang bernama Siti Masyitoh dan anak-anaknya. Kisah perempuan yang memegang teguh kebenaran dan iman kepada Allah Swt.”
Selain itu, Hazaqil yang merupakan suami dari Masyitoh kala itu juga beriman kepada Nabi Musa as. Beliau adalah pembuat peti yang digunakan sebagai wadah Musa balita untuk dihanyutkan ke sungai. Saat terjadi perdebatan dengan Firaun, keimanannya pun terungkap, ia dengan tegas mempertahankan imannya hanya kepada Allah Swt. dan Nabi-Nya. Akhirnya ia dijatuhi hukuman mati dengan cara mengenaskan. Tangannya diikat di pohon kurma sembari dihujani panah.
Dari kisah ini dapat kita petik pelajaran bahwa, masihkah kita bersedih atau patah hati hanya karena merasakan sesuatu hidup yang kurang menyenangkan? Manakah yang paling merisaukan hati kita, kehilangan kenikmatan hidup di dunia ataukah terperosok ke jurang kenistaan? Sungguh kita tidak perlu bersedih untuk berbagai urusan sepele. Sepanjang Kita Masih bisa mempertahankan diri dalam kebenaran, semestinya kita harus selalu bersyukur dan bersabar.
Pelajaran yang dapat diambil dari kisah Siti Masyitoh adalah:
Iman kepada Allah merupakan karunia terindah. Seharusnya kita bersyukur masih diberi kebebasan untuk beriman kepada Allah tanpa ada tekanan atau diskriminasi dari pihak manapun. Bayangkan saja apabila kita hidup di zaman Firaun. Mereka rela menukar nyawa demi iman, mereka juga rela menukar nyawa keluarganya demi iman kepada Allah.