Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pendidikan Gratis Pada Masa Kejayaan Islam Raya

https://www.abusyuja.com/2020/11/pendidikan-gratis-pada-masa-kejayaan-islam-raya.html
Metode pendidikan dan pengajaran dalam rangkap pendidikan Islam sangat banyak terpengaruh pada prinsip-prinsip kebebasan dan demokrasi. Islam telah menyerukan adanya prinsip persamaan dan kesempatan yang sama dalam belajar, sehingga terbukalah jalan yang mudah untuk belajar bagi semua orang, tanpa harus dibeda-bedakan apa statusnya, entah itu kaya atau miskin, dan tinggi atau rendah kedudukan sosialnya.

Pelajaran-pelajaran di dalam Islam itu sifatnya gratis dan terbuka, siswa atau pelajar tidak terikat pada batas umur tertentu, ijazah-ijazah, serta nilai-nilai angka dalam ujian atau persyaratan khusus buat penerimaan siswa. Tetapi yang harus digaris bawahi adalah, apabila belajarnya di sebuah instansi yang membutuhkan biaya untuk menunjang kemaslahatan lembaga, entah itu gaji guru atau perawatan gedung, maka itu tidak bisa diartikan sebagai biaya pendidikan Islam, tetapi biaya akomodasi.

Karena pendidikan Islam itu sendiri sifatnya luas dan terbebas dari ikatan apapun. Tanpa mencari lembaga pendidikan, seseorang masih dapat menemukan majelis-majelis taklim yang menyebar di seluruh pelosok Nusantara.

Kerajaan Islam Raya dahulu tidak saja mendirikan masjid-masjid, institut-institut, panti pengetahuan dan Darul-Hikmah buat tempat belajar, tetapi mereka secara berlimpah ruah mengeluarkan harta dan pembiayaan untuk maksud-maksud tersebut.

Banyak hartawan-hartawan muslim memberikan wakaf dalam bentuk gedung-gedung dan lain-lain demi untuk memungkinkan siswa yang kurang mampu meneruskan pelajaran mereka dan mendalami ilmu pengetahuan, melakukan penelitian dan melanjutkannya ke tingkat yang lebih tinggi.

Dalam dunia Islam, banyak sekali ditemukan tokoh-tokoh besar seperti Imam Ghazali Imam Syafi'i dan lain sebagainya. Karena mereka melihat pintu pendidikan terbuka, maka mereka menggunakan kesempatan itu dengan baik. Dengan segala kesungguhan dan ketabahan, mereka belajar dan mendalami ilmu pengetahuan, dan memanfaatkan pula kecerdasan dan daya ingat yang kuat sehingga akhirnya nama mereka turut abadi bersama nama ulama-ulama masyhur lainnya.

Mata pelajaran waktu itu tidak terikat pada suatu kurikulum atau rencana pelajaran tertentu. Tetapi siswa dari setiap-setiap jurusan ilmu itu mempelajari kitab-kitab itu sendiri dan bila selesai dari kitab tersebut, barulah mereka pindah mempelajari buku lain yang lebih tinggi dalam mata pelajaran yang sama, demikianlah sampai mereka selesai mempelajari buku-buku yang mereka inginkan.

Belajar adalah suatu kewajiban agama yang diwajibkan oleh Islam atau setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan. Oleh sebab itulah kamu hartawan dengan bersemangat mendirikan tempat-tempat belajar seperti masjid, Institut, sekolah-sekolah, madrasah, pondok pesantren serta memperlengkapinya dengan buku-buku dan peralatan-peralatan yang dibutuhkan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Swt. sehingga tempat-tempat pelajaran itu dapat memenuhi fungsinya seperti yang diharapkan.

Dari sini kita dapat merasakan betapa mereka merasa bertanggung jawab terhadap penyebaran ilmu dan pengetahuan di kalangan kaum muslimin. Dulu, usaha dalam penyebaran ilmu pengetahuan itu bukan saja menjadi beban negara, tetapi juga kaum hartawan. Dan di masa sekarang, praktik tersebut sudah tidak berlaku lagi. Pun jika ada, pastilah sangat jarang.