Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Prinsip-Prinsip Mabadi Khaira Ummah

https://www.abusyuja.com/2020/12/prinsip-prinsip-mabadi-khaira-ummah.html
Mabadi Khaira Ummah – Sebelum ke pembahasan, perlu kita cermati dulu mengenai perbedaan konteks zaman antara masa kali pertama pencetusan Mabadi Khaira Ummah dan Mabadi Khaira Ummah pada masa sekarang. Tentu akan kita temukan perubahan sosial yang terjadi dalam kurun sejarah tersebut. Alhasil, perbedaan konteks tersebut akhirnya membawa konsekuensi yang tidak kecil.

Perubahan zaman tersebut tentunya memancing pula perkembangan kebutuhan-kebutuhan internal NU yang pada akhirnya memutuskan membuat beberapa penyesuaian dan pengembangan gerakan Mabadi Khaira Ummah.

Jika semula Mabadi Khaira Ummah hanya memuat tiga butir nilai, yaitu Ash-Shidqu, al-Amanah Wal Wafa Bi al-'Ahdi, dan At-Ta'awun, kini ditambah lagi dengan dua butir akhlak, yaitu Al-‘Adalah dan Al’Istiqamah. Tujuan penambahan ini adalah untuk mengantisipasi persoalan dan kebutuhan kontemporer.

Dengan demikian, Mabadi Khaira Ummah zaman sekarang memiliki lima butir nilai yang dapat pula disebut sebagai Mabadi Khamsah. Berikut penjabarannya:

1. Ash-Shidqu

Maksudnya adalah memiliki integritas kejujuran. Butir ini memiliki arti kejujuran pada diri sendiri, sesama, dan kepada Allah sebagai pencipta. Kejujuran adalah satunya kata dengan perbuatan, ucapan dengan pikiran. Apa yang diucapkan sama dengan yang di batin.

Jujur dalam hal ini berarti tidak plin-plan dan tidak dengan sengaja memutar balikkan fakta atau memberikan informasi yang menyesatkan. Dan tentu saja jujur pada diri sendiri. Termasuk dalam pengertian ini adalah jujul dalam bertransaksi dan jujur dalam bertukar pikiran. Maksudnya adalah mencari maslahat dan kebenaran serta bersedia mengakui dan menerima pendapat yang lebih baik. Sedangkan.

2. Al-Amanah Wa al-Wafa' Bi al-'Ahdi

Maksudnya adalah terpercaya dan taat memenuhi janji. Butir ini memuat dua istilah yang saling terkait, yaitu al-amanah dan al-wafa bi-al’ahdi. Terpercaya atau dapat dipercaya adalah sifat yang diletakkan pada seseorang yang dapat melaksanakan semua tugas yang dipikulnya, baik yang bersifat agama maupun bersifat umum.

Dengan sifat ini, orang akan menghindari dari segala bentuk pembekalan dan manipulasi tugas atau jabatan. Nabi pernah bersabda, “Sampaikanlah amanat itu kepada orang yang memberi kepercayaan kepadamu, dan jangan mengkhianati orang yang berkhianat kepadamu.” (HR. Tirmidzi)

3. At-Ta’awun

At-Ta’awun merupakan sendi utama dalam tata kehidupan masyarakat. Manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan pihak lain. Pengertian Ta’awun meliputi tolong-menolong, setia kawan dan gotong royong dalam kebaikan dan takwa.

Imam Al Mawardi mengaitkan pengertian “Al-Birru” (kebaikan) dengan kerelaan manusia dan takwa dengan Ridha Allah. Memperoleh keduanya berarti memperoleh kebahagiaan yang sempurna.

Ta’awun juga mengandung pengertian timbal balik dari masing-masing pihak untuk memberi dan menerima. Oleh karena itu, sikap takwa mendorong setiap orang untuk berusaha dan bersikap kreatif agar dapat memiliki sesuatu yang dapat disumbangkan kepada orang lain dan kepada kepentingan bersama. Mengembangkan sikap ta'awun berarti juga mengupayakan konsolidasi.

Sikap tolong-menolong akan memiliki timbal balik yang akan kembali kepada dirinya sendiri. Maksudnya, ketika seseorang selalu menolong orang lain, maka Allah pun juga akan selalu menolongnya.

Dari Abu Hurairah ra., ia berkata bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda, “Allah selalu menolong seseorang yang selama hamba itu menolong saudaranya.” (HR. Muslim)

4. Al-‘Adalah

Maksudnya adalah tegak lurus dalam meneguhkan rasa adil dan keadilan. Nilai butir ini memiliki pengertian obyektif, proporsional dan taat asas. Nilai ini juga mengharuskan seseorang berpegang kepada kebenaran obyektif dan menempatkan segala sesuatu pada tempatnya.

Distorsi penilaian sangat mungkin terjadi akibat pengaruh emosi, sentimen pribadi atau kepentingan egoistik. Distraksi semacam ini dapat menjerumuskan orang ke dalam kesalahan fatal dalam mengambil sikap terhadap suatu persoalan. Buntutnya sudah tentu adalah kekeliruan bertindak yang bukan saja tidak menyelesaikan masalah, tetapi menambah-nambah kerancuan. Lebih-lebih jika persoalan menyangkut perselisihan atau pertentangan di antara berbagai pihak. Dengan sikap objektif dan proporsional, distorsi semacam ini tentu dapat dihindarkan.

5. Istiqamah

Istiqomah mengandung pengertian berkesinambungan, tetap dan tidak bergeser dari jalur sesuai dengan ketentuan Allah dan rasul-Nya. Maksud dari berkesinambungan adalah konsistensi dari keterkaitan antara satu kegiatan dengan kegiatan lain dan antara satu periode dengan periode lain sehingga kesemuanya tadi membentuk satu kesatuan yang tak terpisahkan dan saling menopang seperti sebuah bangunan.

Sedangkan makna berkelanjutan adalah bahwa pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut merupakan proses yang berlangsung terus-menerus tanpa mengalami kemandekan, atau merupakan suatu proses maju (progressing), bukannya berjalan di tempat (stagnant).

Butir nilai ini didasarkan pada hadis Nabi berikut,

Sebaik-baiknya amal menurut Allah adalah yang dilakukan oleh pemiliknya (pelakunya) terus-menerus walaupun sedikit. (Muttafaq Alaih)

Demikianlah prinsip-prinsip dari Mabadi Khaira Ummah atau Mabadi Khamsah. Semoga bermanfaat. Wallahu A’lam