Haid: Dalil, Pengertian, Hukum dan Ketentuannya

Daftar Isi

https://www.abusyuja.com/2021/01/haid-dalil-pengertian-hukum-dan-ketentuannya.html
Haid – Sesuai judul di atas, kami ingin membahas tentang pengertian Haid, dalil Haid, batas usia Haid, serta ketentuan dan syarat-syaratnya. Simak selengkapnya:

Dalil Haid

Haid adalah kodrat wanita yang tidak bisa dihindari dana sangat erat kaitannya dengan aktivitas ibadahnya sehari-hari sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat 222:

Mereka bertanya kepadamu tentang Haid. Katakanlah, ‘Haid itu adalah suatu kotoran.’ Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu Haid, dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang menyucikan diri.

Tidak hanya dalam Al-Qur’an, Rasulullah pun membahas Haid dalam sebuah riwayat,

Ini (Haid) merupakan sesuatu yang telah ditakdirkan Allah kepada cucu-cucu wanita Adam.(HR. Bukhari dan Muslim)

Pada masa Jahiliah, Haid dianggap sebagai sesuatu yang menjijikkan dan harus dipikul oleh kaum wanita. Pada saat istri-istri mereka sedang Haid, orang-orang Yahudi tidak memperlakukan mereka secara manusiawi. Mereka mengusirnya dari rumah, tidak mau mengajak tidur dan makan bersama, yang semua itu sangatlah melecehkan kaum wanita. Sementara orang-orang Nasrani mempunyai kebiasaan menggauli istrinya di kala haid. (Al-Hawi Al-Akbar, Juz 1: 465)

Hal ini mendorong para sahabat untuk menanyakan tentang hukum-hukum haid, sehingga turunlah ayat di atas.

Ayat dan hadis di atas, merupakan gambaran sebagian jawaban tentang hukum-hukum yang terkait dengan Haid, di mana wanita harus tetap diperlakukan sebagaimana mestinya.

Dari sinilah, kemudian para ulama merumuskan hukum-hukum yang terkait dengan Haid. Dengan dukungan hadis-hadis lain sesuai babnya. Selain itu, Imam Syafi’i dalam merumuskannya, tidak hanya berlandaskan pada Al-Qur’an dan Hadis, akan tetapi beliau juga mengadakan penelitian pada berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus wanita dari berbagai daerah dan taraf ekonomi yang berbeda untuk menyimpulkan hukum-hukumnya. (Syarah Muhazab, Juz 2: 373 dan Al-Um, Juz 1: 55)

Pengertian Haid

Haid, atau biasa disebut menstruasi, secara harfiah atau bahasa mempunyai arti mengalir. Sedangkan menurut arti syar’i (istilah), Haid adalah darah yang keluar melalui alat kelamin wanita yang sudah mencapai usia minimal 9 tahun kurang dari 16 hari kurang sedikit (usia 8 tahun 11 bulan 14 hari lebih sedikit), dan keluar secara alami (tabiat perempuan), bukan disebabkan karena melahirkan ataupun suatu penyakit dari rahim.

Dengan demikian, darah yang keluar ketika wanita belum berumur 9 tahun kurang 16 hari kurang sedikit, atau disebabkan karena penyakit ataupun disebabkan melahirkan, tidak dinamakan darah Haid. (Haisyiyah Bajuri, Juz 2: 113)

Pada umumnya wanita dalam setiap bulan selalu mengalami Haid secara rutin sampai masa menopause (usia tidak keluar Haid). Dan tidak menutup kemungkinan terjadi Haid pada masa-masa usia senja, sebab tidak ada batas usia maksimal wanita mengeluarkan darah Haid.

Hukum mempelajari ilmu Haid

Mengingat permasalahan Haid selalu bersentuhan dengan rutinitas ibadah setiap hari, maka seorang wanita dituntut untuk mengetahui hukum-hukum permasalahan yang dialaminya agar ibadah yang ia lakukan sah dan benar menurut syarat’. Untuk mengetahui permasalahan tersebut tidak ada jalan lain kecuali belajar. Sedangkan ketentuan hukum mempelajarinya adalah sebagai berikut:

Fardhu ‘ain bagi wanita yang sudah balig 

Artinya, wajib bagi setiap wanita yang sudah balik untuk belajar dan mengerti permasalahan yang berhubungan dengan Haid, Nifas, dan Istihadhah. Sebab, mempelajari hal-hal yang menjadi syarat sah dan batalnya suatu ibadah adalah fardhu ‘ain, sehingga setiap wanita wajib keluar dari rumah untuk mempelajari hal tersebut dan bagi suami atau mahram tidak boleh mencegahnya manakala mereka tidak mampu mengajarinya. Apabila suami mampu, maka wajib bagi mereka memberi penjelasan dan diperbolehkan baginya untuk mencegah wanita tersebut keluar dari rumah.

Fardhu kifayah bagi laki-laki 

Mengingat permasalahan Haid, Nifas, dan Istihadhah tidak bersentuhan langsung dengan rutinitas kepada kaum laki-laki, maka hukum mempelajarinya adalah fardhu kifayah. Sebab, mempelajari ilmu-ilmu yang tidak bersentuhan langsung dengan amal ibadah yang harus dilakukan hukumnya adalah fardu kifayah. Hal ini untuk menegakkan ajaran agama dan untuk keperluan fatwa 

Kewajiban orang tua mengajari anaknya

Yang perlu diperhatikan juga bagi orang tua wajib memerintahkan anaknya baik laki-laki atau perempuan untuk melaksanakan salat ketika sudah berumur 7 tahun.  Di samping itu juga wajib melarangnya dari segala perbuatan yang diharamkan dan memberi pelajaran tentang hal-hal yang diwajibkan baginya ketika sudah baligh, termasuk di dalamnya permasalahan Haid, Nifas, dan Istihadhah. Ketika anak sudah baligh, maka tanggung jawab orang tua sudah dianggap gugur dan beralih menjadi tanggung jawab anak itu sendiri.

Tanda-tanda baligh

Seorang anak bisa dihukumi baligh apabial sudah memenuhi salah satu dari empat tanda baligh di bawah ini:

Pertama, genap berumur 15 tahun Qamariyah/Hijirah bagi laki-laki dan perempuan. Hal ini berdasarkan hadis Ibnu Umar, tatkala beliau diajukan kepada Nabi Saw. untuk ikut berperang dalam perang Uhud saat masih berusia 14 tahun. Namun Nabi tidak merestui, karena menganggapnya belum baligh.

Kemudian para perang Khandaq, Ibnu Umar diajukan kembali kepada Nabi Saw. untuk ikut berperang, saat berusia 15 tahun. Karena Nabi telah menganggapnya sudah baligh, maka beliau merestuinya.

Dari hadis di atas, ulama merumuskan bahwa apabila seorang anak laki-laki atau perempuan sudah genap berumur 15 tahun, maka dihukumi baligh. sedangkan cara menghitungnya dimulai dari terpisahnya anak dari kandungan sang Ibu sampai genap umur 15 tahun Hijriah dengan hitungan pasti. Oleh karena itu, jika kurang satu hari saja, seorang anak belum bisa dihukumi baligh. Dalam penentuan umur baligh ini yang dijadikan pijakan adalah penanggalan Hijriyah, bukan penanggalan Masehi. Dengan demikian, sudah seharusnya bagi orang tua untuk membiasakan diri untuk menggunakan penanggalan Hijriah dalam menulis hari kelahiran bayi, bukan dengan penanggalan Masehi.

Kedua, keluar sperma pada saat minimal usia 9 tahun Hijriyah sebagai laki-laki atau perempuan. Hari ini berdasarkan firman Allah dalam Quran surat an-Nur ayat 59, ”Dan apabila anak-anakmu sekalian telah mencapai baligh (keluar sperma), maka hendaklah mereka minta izin.”

Dan hadis Nabi Saw., “Tuntutan untuk mengamalkan syariat tidak diberlakukan bagi tiga orang, (salah satunya) bagi anak kecil sampai dia keluar sperma.” (HR Abu Dawud dan Al Baihaqi)

Dari ayat dan hadis tersebut ulama merumuskan bahwa keluar sperma adalah salah satu tanda baligh bagi laki-laki atau perempuan. Keluar sperma bisa menjadi salah satu tanda baligh apabila anak laki-laki atau perempuan sudah berumur 9 tahun dan sperma sudah yakin terasa keluar, walaupun tidak terlihat dari luar kemaluan. Namun ia tidak dihukum junub, kecuali apabila sperma sudah terlihat dari luar. Jika belum genap 9 tahun, maka seorang anak tidak bisa dihubungi baligh. 

Ketiga, mengelami Haid. Artinya, ketika seorang wanita pertama kali mengalami haid maka mulai saat itulah ia dihukumi baligh.

Keempat, hamil atau melahirkan. Sebenarnya hal ini bukan menjadi salah satu tanda baligh bagi wanita, akan tetapi yang menjadi tanda baligh adalah keluarnya sperma yang ditandai dengan adanya melahirkan. Sebab, kehamilan tidak bisa diyakini keberadaannya kecuali setelah melahirkan. Ketika wanita sudah melahirkan, maka wanita tersebut dihukumi baligh semenjak 6 bulan lebih sedikit sebelum melahirkan.

Batas usia wanita Haid

Awal usia seorang wanita yang mengeluarkan darah Haid adalah jika ia sudah mencapai usia 9 tahun Qamariah (Hijriah) kurang 16 hari kurang sedikit. Sehingga, ketika ia mengeluarkan darah di bawah usia minimal tersebut, maka sudah dipastikan darah yang keluar bukanlah darah Haid, melainkan darah Istihadhah.

Ketentuan darah Haid

Warna, sifat, kuat dan lemahnya darah tidak menjadi acuan dalam penentuan hukum darah Haid. Sebab, pembahasan kuat lemahnya darah hanya berlaku untuk menentukan darah Haid tatkala wanita mengalami Istihadhah (keluar darah lebih dari lima belas hari).

Dengan demikian, meskipun warna dan sifat darah berubah-ubah, kalau masih dalam batasan hari Haid, maka tetap dihukumi Haid.

Darah yang keluar dihukumi Haid apabila memenuhi empat syarat sebagai berikut:

  • Keluar dari wanita yang usianya minimal 9 tahun kurang 16 hari kurang sedikit
  • Darah yang keluar minimal satu hari satu malam (24 jam) jika keluar secara terus-menerus, atau sejumlah dua puluh empat jam jika keluar secara terputus-putus asal tidak melampaui 15 hari.
  • Tidak lebih dari 15 hari 15 malam jika keluar terus menerus.
  • Keluar setelah masa minimal suci, yakni 15 hari 15 malam dari Haid sebelumnya.
  • Jika seorang wanita mengeluarkan darah, namun tidak memenuhi persyaratan di atas, maka darah yang keluar tidak dihukumi Haid, tetapi disebut darah Istihadhah.

Dari persyaratan di atas dapat disimpulkan bahwa, paling sedikit Haid adalah sehari semalam (24 jam). Dan paling lamanya adalah 15 hari 15 malam.

Pada umumnya, setiap bulan wanita mengeluarkan darah Haid selama 6-7 hari. Sehingga masa sucinya adalah 24 atau 23 hari. Namun ada juga wanita mengeluarkan darah Haid kurang atau lebih dari masa tersebut.

Ada pula yang mengalami Haid tiap 5 bulan sekali atau satu tahun sekali. Bahkan ada yang selama hidupnya tidak pernah mengalami Haid, seperti yang dialami Sayyidah Fatimah Az-zAhra binti Rasulullah Saw.

Paling sedikitnya waktu yang memisahkan antara satu Haid dengan Haid sebelumnya adalah 15 hari 15 malam. Sehingga tidak menutup kemungkinan  dalam satu bulan wanita mengalami Haid dua kali. Seperti pada awal bulan keluar darah selama 2 hari, kemudian berhenti selama 16 hari dan keluar lagi selama 3 hari, maka 3 hari yang akhir saat keluar darah juga disebut darah Haid. Sebab keluarnya setelah melewati masa paling sedikitnya suci yang memisahkan antara dua Haid.

Demikianlah pembahasan singkat mengenai Haid. Insya Allah kedepannya akan kami sajikan pembahasan terperinci mengenai Haid, Nifas dan Istihadhah. Wallahu A’lam