Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pengertian Muradif, Musytarak, Dzahir dan Takwil

https://www.abusyuja.com/2021/01/pengertian-muradif-musytarak-dzahir-dan-takwil.html
Sesuai judul di atas, kami ingin menjelaskan secara singkat mengenai apa itu muradif, musytarak, dzahir dan takwil. Simak selengkapnya:

1. Muradif

Muradif dalam bahasa Indonesia dapat diistilahkan dengan sebutan sinonim. Secara istilah, definisinya pun sama dengan sinonim, yaitu beberapa lafaz yang menunjukkan satu arti (persamaan arti). Seperti lafaz اَسَدٌ dan لَيْثٌ yang artinya sama yaitu singa. Kalau dalam contoh bahasa Indonesia seperti kata rajin dan giat, kata kredit dan cicil, berdusta dan berbohong dll.

Mengenai hukum muradif, para ulama berbeda pendapat, apakah dua lafaz atau lebih yang memiliki arti sama ini dapat saling dipertukarkan dalam pemakaiannya atau tidak.

Dalam hal ini, para ulama berbeda pendapat. Ada yang memperbolehkannya, tetapi ada juga yang melarang. Namun pendapat yang kuat adalah memperbolehkan, selama tidak ada halangan syara’. Kebolehan ini pun terbatas kepada selain lafaz-lafaz dalam Al-Qur’an, karena Al-Qur’an adalah firman Allah yang bersifat mukjizat yang tidak boleh ditukar apalagi diganti.

2. Musytarak

Sedangkan musytarak adalah suatu lafaz yang menunjukkan dua makna atau lebih. Seperti lafaz اَلْقَرْءُ yang berarti bersuci dan haid, lafaz  الْجَوْنُyang berarti putih dan hitam, dan lain sebagainya.

Mengenai hukum musytarak, mayoritas ulama (jumhur ulama) sepakat termasuk Imam Syafii, Qadhi Abu Bakar, dan Al-Juba’i berpandangan bahwa pemakaian lafaz musytarak untuk dua atau beberapa makna hukumnya boleh.

3. Dzahir

Dzahir adalah suatu lafaz yang jelas dalalahnya menunjukkan kepada suatu arti asal tanpa membutuhkan faktor lain di luar lafaz itu. Contoh dalam firman Allah,

“...Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...” (QS Al-Baqarah: 275)

Ayat ini secara dzahir (jelas) menunjukkan halalnya jual beli dan haramnya riba. Maka tidak perlu ada penegasan lain atau faktor lain untuk menjelaskan ayat tersebut.

4. Takwil

Takwil adalah memalingkan lafaz dari makna dzahirnya kepada makna yang lain dan memungkinkan baginya berdasarkan dalil, baik berupa nash, qiyas, ijma’, maupun prinsip-prinsip umum bagi pembinaan hukum, sehingga menjadi jelas.

Seperti kata “tangan” (يَدٌ) pada salah satu ayat dalam Al-Qur’an, di samping memiliki arti tangan (anggota tubuh), ia juga berpotensi memiliki arti lain, yaitu “kekuasaan”.

Kesimpulannya, muradif adalah sinonim atau persamaan kata (beberapa kata yang memiliki arti satu), musytarak adalah satu kata yang memiliki beberapa arti, dzahir adalah lafaz yang memiliki makna atau arti jelas tanpa perlu penegasan lain, sedangkan takwil adalah memalingkan makna dengan makna lain berdasarkan dalil-dalil khusus.

Demikianlah pembahasan singkat mengenai Muradif, Musytarak, Dzahir dan Takwil. Semoga apa yang kami sampaikan bermanfaat. Wallahu A’lam