Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Penjelasan Mantuq dan Mafhum Dalam Ushul Fiqih

https://www.abusyuja.com/2021/01/penjelasan-mantuq-dan-mafhum-dalam-ushul-fiqih.html
Sesuai judul di atas, kami ingin membahas mengenai istilah mantuq dan mafhum dalam ushul fiqih. Ditinjau dari segi bahasa, mantuq artinya diucapkan. Sedangkan menurut istilah, mantuq adalah apa yang ditunjukkan oleh lafaz sesuai dengan apa yang diucapkan.

Misal, dalam firman Allah dijelaskan,

Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Al-Baqarah: 275)

Ungkapan pada ayat ini secara jelas menunjukkan, bahwa jual beli itu hukumnya halal dan riba itu hukumnya haram. Sebelum ke pembagian-pembagian mantuq, kita bahas dulu apa itu mafhum.

Secara bahasa, mafhum artinya "pengertian". Sedangkan menurut istilah, mafhum adalah pengertian suatu lafaz, bukan arti harfiah dari yang diucapkan.

Contoh, dalam firman Allah,

Janganlah engkau katakan kepada keduanya (ibu dan bapakmu) perkataan ‘ah’...”(Al-Isra’: 23)

Dari sisi mantuq, ayat ini mengharamkan mengatakan “ah” kepada orang tua. Namun mafhumnya bisa menunjukkan keharaman memukul atau menyakiti mereka dengan cara-cara lain. Haramnya memukul orang tua tidak ditunjukkan oleh lafaz ayat ini, tetapi ditunjukkan oleh pemahaman atau mafhumnya ayat. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa mantuq berarti makna yang tersurat, sedangkan mafhum adalah makna yang tersirat.

Itulah pengertian mantuq dan mafhum. Sekarang kita beralih ke pembahasan mengenai pembagian-pembagian mantuq dan mafhum.

Macam-macam mantuq

Mantuq terbagi menjadi dua:

1. Mantuq Nash

Yaitu lafaz yang tidak mungkin dipalingkan kepada arti lain selain arti harfiahnya (letter meaning).

Misal, dalam nash yang berbunyi, “Maka hendaklah berpuasa tiga hari.” Perintah ini tidak boleh kita tafsirkan atau kita palingkan kepada makna lain. Sebab, lafaz yang digunakan telah jelas dan tidak perlu diubah arti harfiahnya.

2. Mantuq Zihar

Yaitu suatu kata yang memungkinkan untuk dipalingkan kepada arti lain, selain arti harfiahnya. Misal, dalam nash yang berbunyi, “Tangan Allah di atas tangan manusia.

Dalam mantuq zihar, kata “tangan” yang melekat pada lafaz Allah tidak boleh kita samakan dengan tangan manusia. Sebab, Allah memiliki sifat mukhalafatu lil hawadits yang artinya Allah tidak sama dengan makhluknya. Jadi, mustahil apabila Allah memiliki tangan sebagaimana tangan yang diciptakan untuk makhluk-Nya.

Macam-macam mafhum

Mafhum dapat dibagi menjadi dua bagian:

1. Mafhum Muwafaqat

Yaitu sesuatu yang tidak diucapkan (tersirat) hukumnya sesuai dengan apa yang dilafazkan.

Misalnya, minuman keras itu memabukkan. Khamr (arak) juga memabukkan dan hukumnya adalah haram. Karena sama-sama memabukkan, maka hukumnya pun akan disamakan, yaitu sama-sama haram meskipun tidak ada kata-kata spesifik mengenai jenis khamr tersebut.

Mafhum muawafaqat terbagi lagi menjadi dua:

Pertama, Fahwal Khitab, yaitu apabila yang tidak dilafazkan (mafhum) itu lebih utama hukumnya dari pada dilafazkan. Contohnya memukul atau menendang orang tua haram hukumnya, sebab mengucapkan “ah” pun diharamkan (padahal lebih ringan jika dibandingkan dengan memukul).

Kedua, Lahnul Khitab, maksudnya jika yang tidak dilafazkan itu sama hukumnya dengan yang dilafazkan. Seperti membakar harta anak yatim itu haram, sebab memakannya pun diharamkan. Keduanya sama-sama merusak atau menghancurkan harta mereka.

2. Mafhum Mukhalafah

Yaitu yang tidak dilafazkan itu berlainan hukumnya dengan yang dilafazkan.

Misal, dalam firman Allah, “...boleh menikahi wanita yang beriman dari hamba-hamba sahaya yang kamu miliki.” (QS. An-Nisa: 25)

Dari ayat di atas, mafhumnya adalah boleh menikahi hamba sahaya yang “beriman”. Itu berarti, mafhum mukhalafahnya adalah ia tidak boleh menikahi hamba-hamba sahaya yang tidak beriman atau kafir.

Mafhum mukhalafah nanti terbagi lagi menjadi empat bagian. Tetapi akan kami bahas pada artikel berikutnya.

Itulah pengertian singkat mengenai mantuq dan mafhum dalam ushul fiqih. Semoga apa yang kami sampaikan bermanfaat. Wallahu A’lam