Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengenal KOPRI, Korp Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri

https://www.abusyuja.com/2021/02/mengenal-kopri-korp-pergerakan-mahasiswa-islam-indonesia.html
Korp PMII Putri sebagai wadah kader perempuan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia meyakini peranannya sebagai khalifatullah fil ardh dan keberadaannya akan menjadi rahmat bagi segenap alam. Karenanya keberadaan KOPRI harus bisa dirasakan kemanfaatannya tidak hanya oleh kader-kader PMII baik laki-laki maupun perempuan, tetapi juga bagi seluruh umat yang ada di bumi ini, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Dalam konteks kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan, keberadaan korps diharapkan mampu menjadi salah satu kelompok efektif yang aktif dalam memberikan tawaran-tawaran gerakan untuk mengurangi persoalan-persoalan yang muncul di masyarakat, misalnya persoalan HAM, demokrasi, globalisasi, hukum, pemerataan ekonomi, kebudayaan, keberagamaan dari pluralisme, lingkungan dan yang paling khusus adalah persoalan gender.

Isu gender pada dasarnya menegaskan eksistensi individu baik laki-laki maupun perempuan. Dalam gender ditegaskan bahwa setiap individu memiliki imbas yang sangat dahsyat bagi perempuan. Sebagai contoh, kesadaran yang muncul dari pewacanaan gender yang ditangkap mentah-mentah membaca efek pada munculnya tabiat perempuan keluar rumah dan bekerja di pabrik-pabrik.

Perempuan bekerja (sebagai buruh pabrik) dianggap sebagai keberhasilan dari pewacanaan gender. Padahal apa yang dilakukan perempuan di luar rumah pada dasarnya sama dengan yang mereka kerjakan di dalam rumah (kerja-kerja yang khas perempuan, seperti memasang  kancing baju , menjahit, dan sejenisnya).

Itu artinya, hanya memindahkan kerja domestik dari dalam rumah ke pabrik-pabrik atau perusahaan-perusahaan. Dan yang lebih parah, tingkat penderitaan yang diterima perempuan di luar rumah jauh lebih kejam dari dalam rumah dalam hal tertentu. Sedangkan di satu pihak, masyarakat masih juga menyimpan stigma buruk terhadap perempuan yang bekerja khususnya yang kerja malam atau sudah bersuami.

Apa yang ditulis di atas bukan berarti mewajibkan kita untuk mencurigai dengan membabi buta terhadap isu-isu seperti demokrasi dan HAM serta Gender. Tetapi kita harus sadar bahwa isu-isu yang kita anggap sebagai nilai-nilai yang harus kita perjuangkan itu ternyata memiliki efek yang juga merugikan tidak hanya bagi kita sebagai warga negara, tetapi juga sebagai perempuan.

KOPRI melihat bahwa gender sebagai sebuah alat analisis mampu menjelaskan dengan lebih gamblang atas proses-proses diskriminasi sosial dan hukum, subordinasi, pelabelan negatif, kekerasan fisik dan non fisik, marjinalisasi ekonomi, dan beban gana yang selama ini dialami perempuan.

Ketidakadilan gender yang dialami perempuan tersebut menjelma dalam pelbagai bentuk seperti kebijakan-kebijakan pemerintah dalam segenap bidang, tradisi dan tafsir agama yang misoginis (bersifat kewanita-wanitaan) serta budaya-budaya populer yang merasuk lebih dalam dari agama ke dalam individu-individu.