Kisah Meraih Beasiswa Sejak SMA Sampai S-3
Ketiadaan biaya sering menjadi kendala utama untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Tetapi, bagi Abad (panggilan akrab Abad Badruzaman), pendapat itu pasti ditampiknya. Sebab, meskipun dihimpit keterbatasan ekonomi, namun Abad tetap bisa melanjutkan studinya bahkan sampai jenjang S-3.
Pendidikan formalnya dimulai dari SD tamat 1986, MTs tamat 1989, dan MAN-PK tamat 1992, semuanya di Ciamis.
Menurut pengakuan dosen STAIN Tulungagung ini, orangtuanya hanya mampu membiayai pendidikannya hingga MTs saja. Tetapi beasiswa Depag selalu saja “menolongnya”.
Setamat Madrasah Aliyah dengan beasiswa Depag, pria kelahiran Ciamis, 4 Agustus 1973 ini bingung memikirkan nasibnya yang tak jelas akan kuliah ke mana. Lagi-lagi karena tak ada biaya.
Di tengah-tengah himpitan masalah seperti itu, ia rajin bangun malam, mengambil air wudhu, memakai pakaian rapi, lalu shalat tahajud. Abad berdoa, semoga Allah memberikan jalan keluar terbaik padanya dan memasrahkan total nasibnya kepada Allah.
Tidak beberapa lama ada informasi beasiswa Depag Pusat yang membuka pendaftaran test masuk ke Universitas al-Azhar, Cairo, Mesir.
“Inilah mungkin jawaban doa saya,” katanya.
Abad lalu mendaftar dan akhirnya lulus test itu. Alhamdulillah. Bulan Oktober 1992, ia berangkat ke Mesir untuk kuliah di al-Azhar University yang diselesaikannya pada bulan Agustus 1996.
Setelah kembali ke tanah air, Abad lalu mengajar di Pesantren Darussalam Ciamis, 1997-1998. Tak lama kemudian, ia melanjutkan studi S-2 di IAIN (Sekarang UIN) Syarif Hidayatullah dan lulus tahun 2000.
Ketika belajar di UIN, Abad nyambi bekerja menjadi editor lepas di penerbit Serambi Ilmu Semesta Jakarta dan penerjemah lepas buku-buku berbahasa Arab di penerbit Sahara Publishers Jakarta dan Serambi Ilmu Semesta. Setelah lulus S-2, tak lama kemudian ia diangkat sebagai dosen di STAIN (Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri) Tulungagung, Jawa Timur, pada tahun yang sama, 2000.
Pada tahun 2007, Abad menamatkan studi S-3 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang dimulai sejak tahun 2002. Biaya pendidikan S-2 dan S-3, Abad mengaku, pada awalnya biaya sendiri. Tetapi, karena prestasinya bagus, ia mendapatkan beasiswa dari Depag. Sedangkan untuk biaya hidup sehari-hari ia menggantungkan dari fee hasil menerjemah buku.
Mungkin, bagi kebanyakan orang, menerjemahkan buku adalah pekerjaan sulit. Tetapi, selama menerjemahkan, Abad tak pernah menemukan kesulitan berarti. Apalagi kalau buku yang diterjemahkannya menggunakan bahasa Arab kontemporer.
Belajar keras dan berdoa khususnya setelah tahajud adalah kunci suksesnya. Menurutnya, shalat tahajud adalah saat yang tepat sebagai tempat keluh kesah apapun masalah kehidupannya kepada Allah Swt.
Itulah sepenggal kisah dari Dr. Abad Badruzaman, Lc., M.Ag. Semoga dapat memberikan inspirasi kepada kita semua.