Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hukum Berburu Dengan Senapan dan Katapel

Hukum Berburu Dengan Senapan dan Katapel
Bagaimana hukumnya berburu dengan senapan atau katapel? Dan apa hukum mengonsumsi hewan yang mati karenanya? Sebagaimana yang kita tahu, hewan yang halal dimakan adalah hewan yang disembelih melalui proses sebagaimana yang telah ditentukan oleh syariat. Apabila penyembelihan tersebut dilakukan untuk keperluan tumbal atau untuk hal-hal mistis lainnya yang tidak dibenarkan dalam Islam, maka status hewannya menjadi bangkai dan haram untuk dimakan.

Bagaimana kalau matinya disebabkan karena tembakan atau katapel?

Mengenai hal ini, hukumnya diperinci:

Pertama, apabila pelurunya tajam seperti anak panah, maka diperbolehkan dan burungnya (misalnya) halal untuk dimakan.

Kedua, apabila pelurunya tumpul dan hanya bertujuan untuk melumpuhkan, dan dilakukan oleh seorang ahli, maka boleh. sedangkan hukum mengonsumsi burung yang langsung mati tertembak dengan peluru tumpul adalah haram.

Adapun dalilnya adalah sebagaimana dijelaskan dalam kitab Qaurratul al-‘Aini,

Jika seorang burung yang halal dimakan diburu dengan sejenis peluru khusus yang tajam yang dilontarkan dengan kuat, maka burung yang mati karenanya hukumnya halal. Karena peluru tersebut serupa dengan anak panah.” (Qurratul al-‘Aini: 113)

Di dalam kitab Hasyiyah al-I’anah ath-Thalibin juga dijelaskan,

Haram memburu buruan dengan peluru yang sekarang sering dipakai. Peluru tersebut terbuat dari besi dan ditembakkan dengan mesin. Karena peluru dapat membakar dan mempercepat kematian. Namun, bagi ahli yang mengetahui bahwa pelurunya hanya akan mengenai sayap burung dan merobeknya, maka ada kemungkinan boleh. hewan yang mati akibat senjata api haram dikonsumsi. Kecuali burung tersebut ditemukan masih hidup (tidak dalam keadaan kritis) lalu disembelih). (Hasyiyah al-I’anah ath-Thalibin, Juz 2: 344)

Peluru tajam hukumnya disamakan dengan anak panah. Pada umumnya, peluru tajam atau proyektil berbahan logam tersebut didesain menggunakan lapisan kuningan yang tujuannya untuk mendapatkan kekuatan titik leleh ketika ditembakkan. Maka, boleh hukumnya berburu menggunakan peluru jenis tersebut sebagaimana diperbolehkannya berburu menggunakan panah.

Apabila setelah ditembak dengan peluru tumpul burung tersebut masih ditemukan hidup, maka boleh menyembelihnya dan mengonsumsinya. Dengan catatan keadaannya belum sapai kritis.

Kenapa harus tidak dalam keadaan kritis? Karena menyembelih hewan kritis akan menimbulkan dua kemungkinan. Kemungkinan pertama, hewan tersebut bisa saja mati disebabkan karena sembelihan dan halal untuk dimakan.

Sedangkan kemungkinan kedua adalah hewan tersebut “bisa saja” mati disebabkan karena keadaan "kritis" tersebut, bukan karena proses sembelihan yang dilakukan kepadanya.

Jadi, apabila matinya disebabkan kritis, bukan karena sembelihan, maka hukum dagingnya disamakan dengan bangkai dan haram untuk dimakan (karena kematiannya tidak melewati sembelihan yang sah secara syariat). Wallahu A’lam