Hukum Ojek Muslim Mengantar ke Gereja atau Diskotik
Sesuai judul di atas, bagaimana pandangan Islam soal sopir taksi atau ojek online yang mendapatkan pelanggan non muslim untuk mengantarkannya ke gereja atau diskotik?
Menurut mazhab Syafii, hukumnya haram. Sedangkan menurut mazhab Hanafi, hukumnya boleh. Kenapa diharamkan? Karena dalam Islam ada larangan transaksi pada jasa yang diharamkan, seperti kurir pengantar barang-barang ilegal, minum-minuman keras, narkoba, atau jasa-jasa lainnya yang ikut campur dalam melancarkan aktivitas yang diharamkan dalam Islam.
Seorang ojek atau sopir yang mengantarkan pelanggannya ke diskotik, maka itu sama saja memperlancar usaha pelanggannya dalam hal melakukan maksiat. Begitu juga dengan jasa sound system, jasa bersih-bersih, dan jasa pelayan yang ikut melancarkan acara di dalam diskotik tersebut.
Dalam kitab Al-Bayan fi Mazhab al-Imam asy-Syafi'i dijelaskan, bahwa:
"Tidak diperbolehkan transaksi persewaan pada jasa yang diharamkan. Seperti menyewa seseorang untuk membawa arak, menyewakan rumah untuk dijadikan sebagai tempat ibadah penyembah api, gereja, atau tempat berjualan arak. Ketika jasa tersebut haram, maka tidak boleh mengambil upahnya." (Al-Bayan fi Mazhab al-Imam asy-Syafi'i, Juz 7: 288)
Dalil di atas adalah perspektif dari mazhab Syafi'i. Beliau menegaskan bahwa aktivitas yang diharamkan dan segala lapisan atau pihak jasa yang ikut menyokongnya, semua dihukumi haram. Termasuk jasa pengantar seperti ojek atau sopir yang mengantarkannya.
Tetapi hukum ini ada celahnya. Seorang sopir atau ojek yang ingin mengantar ke gereja atau diskotik, hendaknya ia harus cermat untuk menempatkan posisinya. Agar ia tetap halal menerima upah dari pelanggan tersebut, maka alangkah baiknya jika si sopir atau tukang ojek tersebut mengantarkannya di depan atau di samping bangunan gereja atau diskotik tersebut.
Misal, kalau di samping atau depan gereja tersebut ada bangunan toko, maka berhentikanlah di depan toko tersebut. Alhasil, ia tidak mengantarkannya tepat di depan gereja. Dan itu sah dan boleh.
Sedangkan dalam perspektif mazhab Hanafi, hukumnya boleh secara mutlak. Dalam kitab Tabyin al-Haqaiq dijelaskan, bahwa:
"Boleh menyewakan rumah untuk dibuat tempat ibadah orang kafir. Dan ini merupakan pendapat Abu Hanifah (Mazhab Hanafi). Menurut beliau, orang yang menyewakan rumahnya hukumnya sah dan wajib mendapatkan upah. Dan tidak ada maksiat dalam penyewaan tersebut. Karena maksiat terjadi sebab perbuatan dari orang yang menyewa." (Tabyin al-Haqaiq, Juz 6: 29)
Pendapat Hanafi ini cenderung memperbolehkannya secara mutlak. Sebab, perkara maksiat yang terjadi tidak ada kaitannya dengan ojek atau sopir yang mengantarkannya tadi. Sama halnya dengan menyewakan tempat untuk orang lain. Ketika tempat tersebut dialih fungsikan untuk keperluan yang dilarang agama, maka tindakan tersebut tidak ada kaitannya dengan si pemilik bangunan atau orang yang menyewakan. Wallahu A'lam