Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menjawab 5 Pertanyaan Seputar Ibadah Haji

Menjawab 5 Pertanyaan Seputar Ibadah Haji
Pada kesempatan kali ini, kami ingin membahas mengenai beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan ibadah haji, mulai apa itu ciri-ciri haji mabrur, membawa bebatuan dari tanah haram, pemakaian masker dan kacamata saat ihram, dan lain sebagainya.

Untuk menghemat waktu baca Anda, kita langsungkan saja ke inti pembahasannya:

1. Bagaimanakah ciri-ciri haji yang mabrur?

Di antara ciri-ciri haji yang mabrur adalah peningkatan akhlak dan ketakwaan setelah pergi haji. Artinya, tidak semua haji bisa dikatakan mabrur. Hal itu tergantung perbuahan-perubahan yang mereka alami setelah pulang dari tanah haram, mulai dari berubahnya perilaku, budi pekerti dan lain sebagainya. Apabila semakin lama semakin baik, maka itu salah satu tanda haji mabrur. Dan sebaliknya, kalau ia tidak merasakan perubahan apa-apa ketika pulang, maka itu salah satu tanda hajinya tidak mabrur.


Dalilnya adalah sebagaimana dijelaskan dalam kitab Bughyah al-Mustarsyidin:

Termasuk tanda diterima haji adalah seusai pulang dari haji, seseorang bersikap baik, hampir tidak pernah berbuat dosa, tidak memandang dirinya lebih baik dari satu pun makhluk Allah dan juga tidak berlomba-lomba dalam urusan dunia hingga dia meninggal. Dan termasuk tanda haji yang tidak diterima adalah seseorang pulang haji tanpa mengalami perubahan apa-apa.” (Bughyah al-Mustarsyidin: 115)

2. Bagaimana hukum membawa pulang bebatuan dari tanah haram?

Haram hukumnya seseorang membawa batu atau tanah dari Mekah atau Madinah karena alasan mengharap berkah bisa kembali naik haji atau umrah.

Adapun dalilnya adalah sebagaimana dijelaskan dalam kitab Busyra al-Karim bi Syarhi Masail:

Haram membawa keluar pasir, debu, batu, dan segala yang yang terbuat darinya seperti tembikar dari Mekah atau Madinah ke daerah lain. Meski ia berniat mengembalikannya.” (Busyra al-Karim bi Syarhi Masail: 291)

3. Bagaimana hukumnya memakai masker dan kacamata saat ihram?

Secara garis besar, hukumnya boleh apabila ada hajat, seperti banyak debu. Tetapi wajib baginya membayar fidiah atau denda.

Sebagaimana dijelaskan dalam kitab Syarhu al-Yaqut an-Nafis:

Seorang wanita diperbolehkan memakai kacamata saat ihram. Imam Syafii menekankan permasalahan ini dan mewajibkan fidiah ketika perempuan menutupi wajahnya karena khawatir fitnah. Tetapi baginya boleh mengikuti pendapat Imam Ahmad bin Hambali yang tidak mewajibkan membayar fidiah.” (Syarhu al-Yaqut an-Nafis: 341)

4. Bagaimana hukum memakai lotion anti nyamuk saat ihram?

Hukumnya diperbolehkan. Sebagaimana dijelaskan dalam kitab Busyra al-Karim bi Syarhi Masail

Yang dimaksud dengan wewangian adalah sesuatu yang memang dibuat untuk wewangian, seperti misik. Berbeda halnya dengan benda yang dibuat untuk obat, maslahat, atau makanan, meski benda tersebut beraroma wangi. Seperti jajanan yang beraroma wangi.” (Busyra al-Karim bi Syarhi Masail: 284)

5. Perempuan pergi haji tanpa mahram atau suaminya, bolehkah?

Hukumnya boleh. Dengan catatan, dalam rombongan hajinya terdapat rombongan perempuan lain. Adapun dalilnya sebagaimana dijelaskan dalam Ghayatul al-Bayan:

Perempuan yang pergi haji, disyaratkan harus ditemani suami, mahram, rombongan perempuan yang adil atau hamba yang bisa dipercaya menjamin keselamatannya. Bagi rombongan perempuan, tidak disyaratkan salah satunya harus ditemani mahram atau suami. Karena potensi niat buruk akan hilang dengan banyaknya jumlah mereka.” (Ghayatul al-Bayan: 166)

Demikian pembahasan untuk kali ini, semoga apa yang kami sampaikan bermanfaat. Wallahu A’lam