Renungan Untuk Mereka yang Suka Menunda Ibadah

Daftar Isi

Renungan Untuk Mereka yang Suka Menunda Ibadah
Di dalam kitab Al-Hikam oleh Syaikh Ahmad bin Muhammad Ataillah dijelaskan, “Penundaan untuk beramal karena menanti waktu yang senggang adalah timbul dari hati yang bodoh.”

Salah satu sifat hamba yang bodoh adalah orang yang suka mempermainkan waktunya dan bermain-main dengan waktu, dengan cara menunda-nunda ibadah, sehingga amal ibadahnya tertunda oleh waktu yang sempit. Atau menghabiskan waktu untuk kepentingan lain, sehingga waktu untuk ibadah tertinggal.

Orang yang menunda-nunda waktu ibadahnya adalah sama halnya dengan orang yang dipermainkan dengan waktu. Waktu berjalan terus, sedangkan waktu luang belum tentu berjalan terus. Ketika seseorang menunda waktu salat zuhur sampai mendekati waktu asar, maka secara hakikat waktu berjalan untuknya, tetapi waktu luang belum tentu memihak kepadanya. Bisa saja ia mati sebelum asar dan tidak sempat melaksanakan salat zuhur.

Menunda-nunda waktu ibadah lazimnya disebabkan karena kesibukan pekerjaan yang bersifat duniawi. Hal ini akan berdampak buruk dan membawa akibat kurang baik bagi hamba seseorang yang sedang memelihara ibadahnya. Ibadah yang tertunda tidak hanya merugikan seorang hamba, melainkan juga merusak amal ibadahnya sendiri, karena tidak diamalkan tepat pada waktunya.

Waktu manusia dikejar oleh usianya. Apabila waktu banyak terbuang untuk urusan yang tidak ada kaitannya dengan ukhrawi  (urusan akhirat), sudah tentu usia tersebut menjadi terbuang. Memang usianya bertambah, tetapi amal ibadahnya berkurang.

Menghabiskan waktu untuk duniawi berarti mengurangi waktu untuk ukhrawi. Waktu bertambah dan usia manusia terus berkurang. Ketika umur manusia sudah sampai batasnya, maka kesempatan beramal pun juga habis.

Oleh karena itu, waktu yang ada pada manusia itu berpacu dengan usia, sedangkan usia itu diakhiri dengan maut, maka janganlah sampai seorang hamba menunda-nunda waktu beramal. Karena kesibukan duniawi selalu menghabiskan waktu, sedangkan kehilangan waktu beramal ibadah berarti rugi dunia akhirat.

Jangan berlebihan dalam mengejar dunia, jangan pula meninggalkan akhirat. Dunia dan akhirat sama-sama dikejar. Namun demikian, yang harus diprioritaskan adalah kehidupan akhirat. Sebab itulah tujuan manusia yang terakhir.

Dunia yang kita kejar ini, kelak akan ditinggalkan, sedangkan akhirat adalah tempat terakhir kita, tempat yang kekal bagi orang-orang yang beriman, di sana kita akan mendapatkan jerih payah selama hidup di dunia.

Itu artinya, kebahagiaan manusia di akhirat kelak tergantung pada cara hidupnya di dunia. Bagusnya kehidupan dunia seseorang (secara Islami) menentukan pula hidup di akhiratnya. Allah Swt. berfirman, “Akan tetapi kamu lebih banyak memilih kehidupan duniawi, padahal kehidupan akhirat lebih baik dan lebih kekal.” (QS. Al-A’lam: 16-17)

Dalam mengatur waktu dalam kehidupan duniawi perlu diperhatikan hal-hal berikut:

  • utamakan kehidupan akhirat, dan jadikan hidup di dunia sebagai jembatan menuju akhirat, dan jangan menunda waktu beramal;
  • berpaculah dengan waktu, karena apabila salah menggunakan waktu, maka waktu itu akan meninggalkan kita. artinya berputus seseorang dengan waktu terputus pula amal selanjutnya (karena kematian);
  • mengejar dunia tidak akan ada habisnya, lepas satu datang pula lainnya;
  • amal yang tertunda karena habisnya waktu akan melemahkan semangat untuk menjalankan ibadah. Akibatnya hilang pula wujud kita sebagai hamba Allah yang wajib beribadah;
  • pergiatlah waktu beramal sebelum tiba waktu ajal;
  • perketat waktu ibadah sebelum datang waktu berserah;
  • jangan menunda amal bakti sebelum datang waktu mati; dan
  • aturlah waktu untuk beramal agar kelak tidak menyesal.