Jangan Pernah Menyalahkan Tuhan Ketika Doamu Belum Dikabulkan
Pada kesempatan yang berbahagia ini, kami ingin menyampaikan sedikit renungan yang kami sadur dari salah satu kitab paling masyhur di kalangan pesantren, yaitu kitab Al-Hikam karya Ibnu Atha'illah as-Sakandari.
Substansi yang akan dibahas adalah mengenai, “Jangan pernah menyalahkan Tuhan apabila keinginan yang kita belum dikabulkan oleh Allah Swt..”
Apabila permohonan kepada Allah belum dikabulkan, maka jangan sekali-kali memiliki prasangka burung kepada-Nya. Jangan pernah menyalahkan Allah, karena sesungguhnya Allah tidak pernah melupakan kita, akan tetapi kita harus mawas diri. Apakah tugas dan kewajiban yang dibebankan kepada kita sudah dilakukan tepat waktu atau mungkin kita terbiasa menundanya, atau bahkan sama sekali tidak melakukannya.
Ibadah dan amal seorang hamba yang sesuai dengan kehendak Allah akan menjadi sebab Allah mencintai dan meridanya. Demikian pula akan menjadi sebab Allah mengabulkan apa yang ia mita, atau Allah sendiri yang akan mengatur pemberian untuk para hamba menurut kehendak-Nya.
Hamba Allah yang saleh adalah mereka yang melaksanakan kewajibannya tepat waktu, menghormati dan takzim kepada panggilan Allah dalam semua bentuk, terutama terhadap amal ibadah yang wajib.
Hamba Allah yang saleh juga tidak pernah menunda-nunda kewajiban, apalagi meninggalkannya, seperti salat, zikir, zakat, dan infak.
Kemurnian Permintaan Hanya Kepada Allah
Permohonan kepada Allah berkaitan erat dengan kemurnian permintaan si hamba kepada Allah.
Lantas, apa yang dimaksud dengan kemurnian dalam permintaan?
Arti kemurnian dalam konteks di atas adalah tidak tercampurnya permohonan tersebut dengan harapan kepada selain Allah, atau mencampuri permohonan tersebut dengan hal-hal lain selain Allah, seperti mencampurinya dengan sesuatu yang dianggap dapat membantu memberikan kekuatan kepada permohonannya itu agar cepat dikabulkan.
Atau menjadikan benda mati atau manusia sebagai perantara antara dirinya dengan Allah., dan masih banyak lagi.
Permohonan-permohonan seperti inilah yang tidak murni karena Allah. Atau dalam arti sederhana sudah terkontaminasi dengan kepentingan-kepentingan lain selain Allah.
Terbaginya Harapan Dengan Selain Allah
Ada juga orang yang memiliki harapan kepada Allah, tetapi di sisi lain, ia juga menaruh harapan kepada sesuatu selain Allah. Artinya, ia masih menaruh harapan terhadap kepercayaan lain, baik itu tradisi atau adat, maupun kepercayaan berupa kebatinan atau kekuatan yang ada pada benda.
Perbuatan seperti ini sama dengan membandingkan Allah dengan kekuatan alam. Dan perilaku seperti ini tergolong syirik khafi (syirik ringan).
Oleh karena itu, tugas kita sebagai hamba adalah membiasakan diri untuk taat, istiqamah, dan tawakal (berserah diri), agar segala tindakan yang kita lakukan menjadi ibadah yang diterima oleh Allah Swt. Sehingga setiap ibadah akan terasa nikmat dan manis.
Syaikh Ahmad at-Thaillah berkata,
“Apabila Allah pada lahirnya menjadikan kamu selalu menaati perintah-Nya, dan menolong kamu, agar hatimu berserah bulat kepada Allah, maka sungguh Allah telah menganugerahkan untukmu nikmat yang besar.”
Kesimpulan
Pertama, jangan pernah mengeluh apabila doa yang kita panjatkan belum dikabulkan oleh Allah. Jangan pula berprasangka buruk kepada-Nya. Sebab, kita harus bercermin, pantaskah kita meminta sebuah kenikmatan sedangkan kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepada kita belum terlaksana dengan maksimal?
Kedua, jangan pernah membagi harapan dengan selain Allah. Mintalah atau berdoalah semata-mata karena Allah, jangan bagi harapanmu dengan perkara lain, seperti mempercayai kekuatan-kekuatan lain yang dapat mengabulkan doamu selain dari Allah.
Ketiga, kemurnian doa haruslah terjaga. Artinya, jangan campuri doa dengan maksud lain, seperti meminta hajat harta kekayaan agar dapat disombongkan kepada orang lain, meminta suatu kemanfaatan agar dapat pujian dari orang lain, dan lain sebagainya.