Problematika Pendidikan di Madrasah Islam
Nilai yang diberikan oleh para pemimpin contohnya, pemerintah dan pemimpin yang korup tidak bisa mengharapkan rakyatnya melaksanakan nilai-nilai yang baik. Menurut beliau, pendidikan membutuhkan sebuah keteladanan, bukan teori doktrin yang mengawang-awang.
Kritik yang sama juga dilontarkan, namun memiliki muatan yang berlainan, sebagaimana yang disampaikan oleh Profesor Zainal Abidin Eko Putro misalnya. Menurut beliau, pendidikan agama belakangan ini tidak membawa dampak apapun terhadap peserta didik terkait dengan persoalan-persoalan kekinian, seperti kesadaran mulkulturalisme, kebinekaan, hak asasi manusia, demokrasi, dan etika profesional.
Sedangkan menurut Profesor Mochtar Buchori, ilmu pendidikan di Indonesia mengalami krisis identitas karena lonceng kematiannya telah berdatangan. Begitu juga dengan pendidikan Islam, Ia mengalami stagnasi. Singkatnya, pendidikan Islam telah kehilangan karakter esensialnya sehingga gagal menanamkan nilai-nilai luhur dari anak didik di sekolah-sekolah.
Penilaian para pakar pendidikan di atas dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa dunia kehidupan yang beragam belum bisa membuahkan kearifan hidup dalam semangat dialog, sekaligus kurang berfungsi sebagai tali perekat persatuan bangsa. Keharmonisan masyarakat carut-marut oleh prasangka agama. Di sisi lain, kerukunan hidup bangsa terganggu oleh berbagai konflik dan tindak kekerasan yang seakan tidak ada habis-habisnya.
Menurut para pakar, penyebab utama dari stagnasi pendidikan Islam disebabkan karena adanya kecenderungan pengajaran pendidikan Islam yang bersifat normatif dan dogmatis, rumusan tujuan sampai materinya bersifat “melangit”.
Dalam pengertian lain, rumus-rumusan tujuan pembelajarannya di Madrasah cenderung bersifat teosentris atau selalu membicarakan tentang Tuhan, Tuhan, dan Tuhan. Jadi terkesan berlebihan dan abstrak mengawang-awang.
Tujuan dan materi pelajaran semacam itu bukannya tidak sah, tetapi cenderung mengabaikan realitas kehidupan nyata yang justru di situlah peserta didik hidup dan berinteraksi. Di sisi lain, metodologi yang dipakai untuk mendekati materi agama cenderung bersifat indoktrinasi. Dalam konteks inilah diperlukan upaya untuk memikirkan kembali pendidikan Islam. Menurut mereka, pendidikan Islam harus selalu dikaitkan dengan pembentukan pribadi muslim yang berkarakter sekaligus juga senantiasa terkoneksi dengan realitas kehidupan yang konkret.
Ketidakseimbangan dalam memahami tradisi intelektual Islam ini amat mempengaruhi wawasan kependidikan Islam. Tentu saja hal ini harus dilengkapi dengan kenyataan adanya kontrol politik kolonial terhadap sistem pendidikan Islam di Indonesia yang membuat pendidikan Islam selama ini tumpul dan stagnan.
Daftar Pustaka:
H.A.R Tilaar, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 2004
Mochtar Buchori, Ilmu Pendidikan dan Praktek Pendidikan dalam Renungan, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1994.