Mencium Al-Qur’an Bid’ah? Berikut Dalil dan Penjelasannya
Di dalam postingan gambar tersebut, mereka mengatakan bahwa hukum mencium Al-Qur’an adalah bidah.
Adapun dalil yang mereka gunakan adalah sebagaimana dijelaskan dalam Fatwa Al-Lajnah Ad-Da’imah Juz 4 halaman 122 No. 8852.
"Kami tidak mengetahui adanya dalil yang menunjukkan disyariatkannya mencium Al-Qur’an yang mulia. Al-Qur’an diturunkan untuk dibaca, direnungi, dan diamalkan (bukan dicium)."
Syariat merupakan aturan yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat manusia, baik muslim maupun non muslim. Syariat juga berisikan segala solusi untuk memecahkan seluruh masalah kehidupan manusia.
Di dalam konteks mencium Al-Qur’an, mereka (golongan salaf) tidak membenarkan adanya syariat mencium kitab suci. Alhasil mereka menganggap bahwa perbuatan tersebut adalah bidah yang tidak dibenarkan dalam Islam.
Lalu, apakah benar mencium Al-Qur’an itu bidah? Berikut penjelasannya:
Dalam masalah hukum mencium Al-Qur’an, mereka para Salaf termasuk ceroboh dalam memberikan dalil. Sangat disayangkan sekali postingan tersebut sudah terlanjur dikonsumsi oleh para pengikut-pengikut awamnya. Setidaknya ada dua kecerobohan yang mereka tampakkan.
Kecerobohan pertama, adanya kontradiksi Fatwa dari Syekh bin Baz dan Fatwa dari al-Lajnah. Pada poster di atas, para pengikut salaf mengutip dalil dari kitab Fatwa al-Lajnah. Ketuanya adalah Syekh bin Baz.
Padahal di dalam kitabnya yang lain, Syekh bin Baz tidak mempermasalahkan seseorang mencium Al-Qur’an:
ﺳ: ﻣﺎ ﺣﻜﻢ ﺗﻘﺒﻴﻞ اﻟﻤﺼﺤﻒ ﻋﻨﺪ ﺳﻘﻮﻃﻪ ﻣﻦ ﻣﻜﺎﻥ ﻣﺮﺗﻔﻊ؟
Soal: Apa hukum mencium Al-Qur'an saat jatuh dari tempat tinggi?
ﺟ: ﻻ ﻧﻌﻠﻢ ﺩﻟﻴﻼ ﻋﻠﻰ ﺷﺮﻋﻴﺔ تقبيله، ﻭﻟﻜﻦ ﻟﻮ ﻗﺒﻠﻪ اﻹﻧﺴﺎﻥ ﻓﻼ ﺑﺄﺱ ﻷﻧﻪ ﻳﺮﻭﻯ ﻋﻦ ﻋﻜﺮﻣﺔ ﺑﻦ ﺃﺑﻲ ﺟﻬﻞ اﻟﺼﺤﺎﺑﻲ اﻟﺠﻠﻴﻞ ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻋﻨﻪ ﺃﻧﻪ ﻛﺎﻥ ﻳﻘﺒﻞ اﻟﻤﺼﺤﻒ ﻭﻳﻘﻮﻝ: ﻫﺬا ﻛﻼﻡ ﺭﺑﻲ
Jawab: "Saya tidak mengetahui dalil tentang disyariatkan mencium Al-Qur'an. Akan tetapi jika ada seseorang yang mencium Al-Qur'an, maka boleh. Sebab diriwayatkan dari Ikrimah bin Abu Jahal, seorang Sahabat yang agung, bahwa dia mencium Al-Qur'an dan berkata, ‘Ini adalah firman Tuhanku’”. (Fatawa wa Rasail Ibni Baz, 8/289)
Dari sini kita paham bahwa siapa sebenarnya yang taklid buta? Mereka sangat ceroboh dalam memberikan informasi ke publik. Sangat-sangat ceroboh.
Kecerobohan kedua, adanya kontradiksi antara Fatwa Syekh Albani dan Kriteria bidah yang dibuatnya sendiri.
Syekh Albani menjawab pertanyaan:
ﻣﺎ ﺣﻜﻢ ﺗﻘﺒﻴﻞ اﻟﻤﺼﺤﻒ؟
Apa hukum mencium Al-Qur'an?
اﻟﺠﻮاﺏ: ﻫﺬا ﻣﻤﺎ ﻳﺪﺧﻞ – ﻓﻲ اﻋﺘﻘﺎﺩﻧﺎ – ﻓﻲ ﻋﻤﻮﻡ اﻷﺣﺎﺩﻳﺚ اﻟﺘﻲ ﻣﻨﻬﺎ "ﺇﻳﺎﻛﻢ ﻭﻣﺤﺪﺛﺎﺕ اﻷﻣﻮﺭ، ﻓﺈﻥ ﻛﻞ ﻣﺤﺪﺛﺔ ﺑﺪﻋﺔ، ﻭﻛﻞ ﺑﺪﻋﺔ ﺿﻼﻟﺔ" ، ﻭﻓﻲ ﺣﺪﻳﺚ ﺁﺧﺮ "ﻛﻞ ﺿﻼﻟﺔ ﻓﻲ اﻟﻨﺎﺭ"
Jawab: "Menurut keyakinan kami ini termasuk dalam sebuah ke-umum-an hadis: "Jauhilah setiap hal baru. Karena sesuatu yang baru adalah bidah. Dan setiap bidah adalah sesat". Dalam hadis lain: "Setiap sesat ada di neraka" (Kaifa Yajib An Nufasirra Al-Qur'an, 1/28)
Padahal di kitab lainnya, Syekh Albani membuat-buat sendiri kriteria bidah yang berjumlah 8 (delapan), salah satunya adalah pernyataan sebagai berikut:
ﻛﻞ ﺃﻣﺮ ﻻ ﻳﻤﻜﻦ ﺃﻥ ﻳﺸﺮﻉ ﺇﻻ ﺑﻨﺺ ﺃﻭ ﺗﻮﻗﻴﻒ، ﻭﻻ ﻧﺺ ﻋﻠﻴﻪ، ﻓﻬﻮ ﺑﺪﻋﺔ ﺇﻻ ﻣﺎ ﻛﺎﻥ ﻋﻦ ﺻﺤﺎﺑﻲ.
"Setiap hal yang tidak mungkin disyariatkan kecuali dengan dalil Nash atau diajarkan oleh Nabi maka itu adalah bidah, kecuali dari Sahabat" (Ahkam Al-Janaiz, 1/242)
Artinya dia membenarkan amaliah Nabi dan para sahabat. Sedangkan yang mencium Al-Qur’an sebenarnya juga seorang sahabat bernama Ikramah sebagaimana yang disampaikan oleh Syekh bin Baz di atas. Kemudian redaksi ini diperkuat oleh al-Hadiz Ibnu Katsir:
ﻭﻛﺎﻥ ﻳﻘﺒﻞ اﻟﻤﺼﺤﻒ ﻭﻳﺒﻜﻲ ﻭﻳﻘﻮﻝ: ﻛﻼﻡ ﺭﺑﻲ ﻛﻼﻡ ﺭﺑﻲ. اﺣﺘﺞ ﺑﻬﺬا اﻹﻣﺎﻡ ﺃﺣﻤﺪ ﻋﻠﻰ ﺟﻮاﺯ ﺗﻘﺒﻴﻞ اﻟﻤﺼﺤﻒ ﻭﻣﺸﺮﻭﻋﻴﺘﻪ.
Ikrimah mencium Mushaf (Al-Qur'an) dan menangis. Ia berkata: "Ini adalah firman Tuhanku. Ini adalah firman Tuhanku". Dari riwayat ini Imam Ahmad berdalil diperbolehkan mencium Al-Qur'an dan disyariatkan" (Al-Bidayah wa An-Nihayah, 3/41)
Menghormati Al-Qur'an dengan cara menciumnya adalah hal yang diperbolehkan (sebagaimana yang dicontohkan oleh sahabat Ikramah). Sebab, mencium adalah tanda kasih sayang, mengandung filosofi bahwa sudah seharunya seorang makhluk mencintai firman Tuhannya.
Dan pandangan seperti ini pun sebenarnya sejalan dengan ulama salaf, akan tetapi ada segelintir orang yang terlalu ceroboh dalam memanfaatkan fatwanya. Wallahu A'lam