30 Ketentuan dan Tata Cara Penyembelihan Hewan Qurban Sesuai Syariat Islam

Daftar Isi

30 Ketentuan dan Tata Cara Penyembelihan Hewan Qurban Sesuai Syariat Islam
Abusyuja.com – Mendekati hari raya Iduladha ini, kami akan membagikan ketentuan dan tata cara penyembelihan hewan qurban sesuai dengan syariat Islam. Ketentuan ini berkiblat pada mazhab Imam Syafii. Berikut penjelasannya: 

  1. Hukum berqurban adalah sunnah muakadah (kesunahan yang sangat dianjurkan dalam Islam), bahkan sebagian ulama ada yang mengatakan wajib bagi yang mampu (artinya mampu membeli hewan qurban tanpa mempengaruhi atau berdampak pada kebutuhan pokoknya seperti kebutuhan primer dan sekunder).
  2. Qurban tidak bisa menjadi wajib kecuali dinazarkan. Contoh ada seseorang yang berkata, "Aku bernazar qurban dengan sapi/kambing ini, aku bernazar untuk qurban dengan seekor sapi atau kambing, kambing ini untuk qurban dan semisalnya". Dengan sebab ditentukan dalam nazar, maka kambing yang sudah dinazarkan tersebut harus disembelih di waktu qurban dan tidak boleh dijual ataupun diganti dengan binatang yang lain.
  3. Perselisihan mengenai qurban nazar: Ketika seseorang membeli seekor kambing misalnya, lalu ditanya untuk apa pak kambing ini? Maka dia jawab : Untuk qurban. Maka dalam kejadian ini, apakah sudah menjadi qurban nazar ? Jawabnya : ada perbedaan pendapat di kalangan ulama : Pendapat muktamad : Secara hukum sudah menjadi qurban nadzar. Tetapi Imam Adzro’i, Imam Bulqini, dan Imam Maroghi mengatakan : Dalam hal ini dikembalikan kepada niat orang tersebut, yakni kalau dia berniat nazar, maka jadi qurban nazar, dan kalau niatnya sunnah maka jadi qurban sunnah.
  4. Qurban dianjurkan dan diperintahkan kepada setiap orang Islam yang balig, berakal, merdeka, rasyid dan mampu. Dan yang dimaksud "mampu" di sini adalah orang yang punya harta yang cukup untuk membeli bintang qurban, di mana harta tersebut melebihi keperluan untuk dirinya dan orang-orang yang di bawah tanggung jawabnya selama hari raya Iduladha dan 3 hari tasyrik.
  5. Hanya saja seandainya dari satu keluarga sudah ada salah satu yang berqurban, maka anjuran berqurban sudah gugur untuk yang lainnya, karena berqurban hukumnya sunnah kifayah (sunah kolektif) untuk setiap keluarga.
  6. Bagi orang yang hendak berqurban dimakruhkan memotong rambut dan kukunya mulai tanggal 1 Zulhijah sampai hewan qurbannya disembelih.
  7. Waktu menyembelih hewan qurban sudah masuk dengan terbitnya matahari tanggal 10 Zulhijah di tambah berlalunya waktu yang cukup untuk mengerjakan salat sunah 2 rakaat dan 2 khotbah yang ringan. Dan berakhir dengan terbenamnya matahari tanggal 13 Zulhijah. Jadi waktu berqurban bisa dilaksanakan selama 4 hari.
  8. Qurban harus dengan binatang dari jenis unta, sapi, kerbau dan kambing dengan semua jenisnya. Maka tidak sah qurban dengan kuda, kijang, ayam, ataupun dengan membagi-bagikan uang.
  9. Binatang qurban harus cukup umur : Yakni untuk unta maka harus sudah berumur 5 tahun sempurna. Untuk kambing jenis domba kibas (berbulu wol) harus sudah berumur 1 tahun sempurna atau sudah poel (yakni sudah tanggal gigi depannya). Untuk jenis sapi dan kambing yang berbulu rambut ( seperti kambing Jawa, etawa, dan semisalnya ) harus sudah berumur 2 tahun. Tetapi sebagian ulama ada yang membolehkan kurang dari 2 tahun dengan syarat sudah poel.
  10. Tidak ada cacat pada binatang yang bisa mengurangi dagingnya atau bagian yang biasa dimakan, semisal: sangat kurus, pincang yang tampak jelas, kudisan, terpotong telinga atau ekornya. Adapun jikalau binatang tersebut telah dikebiri, robek telinganya, dipotong telurnya, atau tanduknya, maka hal ini tidak mengapa.
  11. Seekor kambing hanya boleh untuk 1 orang saja, tidak boleh untuk sekeluarga. Tetapi kalau sekedar menghadiahkan pahala atau mengikutsertakan keluarga dalam pahala qurban saja, maka di perbolehkan. Adapun seekor unta, sapi, dan kerbau, maka maksimal boleh untuk 7 orang.
  12. Untuk sapi boleh patungan atau tidak. Jika patungan, maka boleh patungan dengan keluarga atau dengan orang lain yang tidak kenal sekali pun. Misal, harga sapi 20 juta, maka dibagi 7 orang dan setiap orang bisa iuran 2,9 jutaan. Nanti sisanya bisa dialokasikan untuk operasional atau sedekah.
  13. Orang yang berkorban wajib berniat kurban minimal dengan hatinya saja, dan yang paling utama (afdal) dengan hati dan diucapkan dengan lisannya. Niat bisa dikerjakan ketika binatang sudah ada atau ketika membawanya ke masjid tempat kurban atau ketika diserahkan kepada wakil atau bisa juga menjelang proses penyembelihan. Bahkan niat qurban juga bisa diwakilkan kepada orang yang menyembelihnya.
  14. Dianjurkan bagi yang mampu untuk menyembelih sendiri binatang qurbannya. Adapun bagi yang tidak mampu, maka disunahkan untuk hadir di hadapan binatang qurbannya ketika disembelih. Kecuali apabila tidak tahan melihat darah sembelihan.
  15. Sebaiknya jauh-jauh hari sudah ditentukan siapa saja panitia yang akan menangani qurban, termasuk orang yang menyembelih dan mengupas kulitnya (Jawa: mbolang) dan membagi-bagikannya.
  16. Sejak awal pula ditentukan kira-kira berapa biaya operasional untuk penanganan qurban sampai selesai. Misal : upah umum jagal/menyembelih sekaligus mengulitinya, upah untuk semua panitia yang bekerja sampai selesai (semisal per orang 60 ribu), serta biaya akomodasi khidmat makan dan minum untuk mereka, biaya sewa tenda/terop, biaya beli plastik dll.
  17. Semua biaya di atas dibebankan kepada orang-orang yang qurban jika mereka menginginkan binatang qurbannya tidak berkurang kelak di akhirat. Semisal per ekor kambing 100 ribu dan per ekor sapi 1 juta. Kenapa semua biaya di atas dibebankan kepada orang yang qurban? Jawabnya : Karena haram hukumnya menjadikan daging, kepala atau kulit binatang kurban sebagai upah untuk panitia dan jagal. 
  18. Menyinggung soal hukum panitia yang mengambil bagian daging baik dari qurban atau akikah, hukumnya sebenarnya lebih ke arah "ditoleransi". Apabila hanya sebatas kadar yang ditoleransi secara umum, maka hukumnya boleh. Misalnya panitia telah menentukan berapa bagian yang panitia dapatkan. Dalam kitab Qutul al-Habib al-Gharib Syarhu Fathul al-Qarib terdapat penjelasan, "Tidak boleh mengambil sesuatu dari daging akikah. Kecuali orang yang mewakilkan menentukan kadar yang ia dapatkan. Sebagian ulama mengatakan, ' Boleh bagi wakil pembagi daging (dalam hal ini panitia) untuk mengambil sekedar cukup untuk makan pagi dan sore. Karena secara adat, hal itu ditoleransi'". Hal ini justru mengurangi beban pemilik qurban yang tidak perlu menanggung lagi seluruh biaya upah panitia.
  19. Jadi tradisi memberikan kulit atau kepala sebagai upah untuk jagal dan memberikan 2 bagian untuk panitia (1 bagian karena dia sebagai warga setempat dan 1 bagian lagi sebagai imbalan atas kerja mereka), maka itu tidak dibenarkan berdasarkan nash secara tegas dari Baginda Nabi saw. Begitu pula memakai uang kas masjid juga tidak diperbolehkan, karena itu bukan termasuk maslahat yang berkaitan dengan masjid. Adapun memberikan kulit kepada jagal karena dia fakir maka diperbolehkan.
  20. Posisi panitia adalah wakil dan pekerja dari orang-orang yang qurban. Maka bagus kalau cara pembagian kurban dimusyawarahkan dengan orang-orang yang berqurban. Kecuali kalau orang-orang yang berqurban pasrah total kepada panitia atau tokoh agama setempat, maka hendaknya mereka dalam membagi-bagikan daging qurban betul-betul berdasarkan pertimbangan sesuai maslahat. (Yang penting tidak menjadikan daging qurban sebagai imbalan/upah untuk panitia).
  21. Kulit dan kepala qurban tidak boleh & tidak sah dijual. Jadi boleh dimanfaatkan sendiri oleh orang yang berkurban atau dia berikan kepada fakir miskin (nanti terserah mereka manfaatkan sendiri atau mereka jual). Di antara solusinya : Panitia mendata orang-orang fakir miskin yang layak diberi kulit atau kepala lalu panitia izin kepada mereka untuk menjualkan kulit tersebut kemudian uangnya dibagikan di antara mereka. Bahkan ada juga sebagian ulama yang membolehkan panitia langsung menjual kulit dan kepala tersebut dengan syarat uang hasil penjualan diberikan kepada orang-orang yang berhak menerima qurban, bagusnya kepada fakir miskin. Dan sekali lagi tidak boleh diberikan kepada panitia sebagai imbalan/upah kerjanya.
  22. Daging qurban yang wajib/nazar hanya boleh dibagikan kepada fakir miskin saja. Adapun daging kurban sunnah, maka boleh dibagikan kepada fakir miskin sebagai hak milik mereka dan di berikan juga kepada orang kaya atau orang mampu sekedar hadiah/hidangan hari raya. Maksudnya orang miskin yang menerima pembagian daging qurban boleh baginya untuk mengonsumsinya ataupun menjualnya. Sedangkan bagi orang kaya hanya boleh untuk mengonsumsinya saja atau menjadikannya jamuan makan untuk semisal tetangga atau tamunya dan tidak boleh baginya untuk menjualnya.
  23. Qurban wajib harus dibagikan semua kepada fakir miskin tanpa terkecuali. Adapun qurban sunnah maka yang berkurban boleh ikut makan, dan yang lebih utamanya dia hanya ambil beberapa suap saja sekedar untuk ambil berkahnya, dan yang terbaik dia ambil bagian hatinya. Dan dalam membagikan daging qurban harus ada yang kondisi masih mentah.
  24. Orang kafir tidak boleh diberi bagian dari daging kurban. Tetapi dalam kondisi darurat (semisal kita tinggal didaerah minoritas) maka tidak apa-apa ikut pendapat sebagian ulama yang membolehkannya. Adapun di antara solusinya yaitu : Kita sembelih binatang lain selain qurban lalu kita bagi-bagikan kepada mereka atau ada daging qurban yang diberikan dahulu kepada salah satu orang Islam kemudian dia menyedekahkannya kepada orang-orang non muslim yang ada di sekitarnya.
  25. Pembagian daging qurban ( baik qurban wajib atau minimal bagian yang cukup dari qurban sunnah ) tidak boleh dibawa keluar dari kampung orang yang qurban menurut pendapat yang paling kuat. Tapi dalam masalah ini sebagian ulama ada yang membolehkannya.
  26. Adapun kalau ada seseorang yang transfer uang ke daerah lain untuk dibelikan qurban di daerah tersebut, maka ini di perbolehkan tanpa ada khilaf.
  27. Bolehkah niat qurban digabung dengan aqiqoh ? Ada perbedaan pendapat : Syekh Ibnu Hajar melarang dalam arti keduanya tidak sah, karena tujuan keduanya berbeda. Adapun Sykeh Romli maka beliau membolehkan dan mengesahkan kedua-duanya.
  28. Bolehkan berqurban untuk orang yang sudah meninggal ? Jawabnya diperinci : Kalau ada wasiat sebelumnya maka hukumnya boleh dan sah tanpa ada khilaf. Kalau tidak ada wasiat maka ada perbedaan pendapat di kalangan ulama. Yang pendapat muktamad hukumnya tidak sah.
  29. Jikalau ada seseorang yang ikut ulama yang membolehkan qurban untuk orang yang sudah meninggal, kemudian dia berqurban untuk orang yang sudah meninggal tanpa ada wasiat sebelumnya, maka dia dan keluarganya tidak boleh ikut makan daging qurban tersebut. Kemudian di antara solusi yang mudah adalah : Hendaknya dia berqurban di atas-namakan dirinya sendiri kemudian pahalanya dia hadiahkan kepada mayit yang dia inginkan, sehingga dia masih tetap diperbolehkan makan daging kurbannya.
  30. Orang yang berqurban dengan seekor kambing misalnya, lalu dia menyedekahkan semua daging kurbannya, maka dia dapat pahala qurban sempurna dan juga pahala sedekah seekor kambing. Dan jikalau dia ambil kakinya saja, maka dia tetap dapat pahala qurban sempurna ditambah pahala sedekah seekor kambing yang sudah dipotong kakinya. Wallahu A'lam